Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lencana Mahmud

18 Februari 2019   14:25 Diperbarui: 18 Februari 2019   14:50 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di antara tidur panjangnya, Mahmud merasa ditarik ke dalam pusaran seperti black hole. Sungguh, dia tak memiliki tenaga apa-apa. Sesuatu yang berpusing, begitupun tak membuatnya pusing. Hanya saja dia bergerak seperti komidi putar. Lebih cepat dari itu. Lebih cepat lagi. Hingga tiba-tiba dia melayang di ruang hampa. Dia bisa bernapas, meskipun tahu di ruang hampa, udara tak ada.

Saat itulah dia bersua dengan seorang lelaki. Mungkin malaikat. Tapi perkiraan itu dia tepiskan. Telah tertanam di otaknya bahwa malaikat bukan berjenis kelamin laki-laki, pun bukan perempuan. Guru Soleha yang memberitahu ketika dia masih SD. Jadi, dia memastikan seorang lelaki itu adalah setan. 

Ah, bukan! Atau, bisa jadi makhluk luar angkasa. Lihatlah, tampilan lelaki itu jauh dari tampilan setan. Wajahnya putih bersih. Rambutnya abu-abu dan gemulai. Dia melayang-layang, sama seperti Mahmud. Bedanya, dia bisa bergerak semaunya. Bukan seperti Mahmud yang melayang sekehendak antah di jagat tak bertepi itu.

"Kau Mahmud, kan?" sapa lelaki itu. Begitu saja dengan mudah Mahmud dirangkulnya. Dia bebas mengandeng Mahmud. Ajaib, mereka sekarang bisa berjalan seperti menapak awang.

"kenapa kau mengenalku? Kapan kita pernah bersua?" Mahmud pura-pura asing. Tapi dalam hatinya, alangkah girang. Siapa pula yang tak girang bila berkawan di jagat yang luas itu. Gila dia bisa. Sekarang taklah. Ada kawan berbincang yang memiliki kekuatan bisa bergerak di ruang hampa.

"Siapa pula yang tak mengenalmu, Mud! Jangankan hewan melata di bumi, penghuni langit selalu mencium harum namamu. Kau terkenal orang paling rajin shalat. Tak hanya shalat fardu, shalat sunnat, puasa Daud. Tak pernah berdusta, selalu berderma. Pokoknya, kau satu di antara jubelan manusia. Maka aku senang bertemu kau di sini."

Mahmud meringis. "Senang sih senang. Tapi aku bingung mengapa seperti dihukum begini. Padahal kau bilang namaku harum sampai ke penghuni langit. Konon, mengapa aku sampai dijebloskan ke ruang hampa? Ditelan sebuah lorong hitam! Ini hukuman paling kejam! Aku telah kehilangan keluarga. Kehilangan kesempatan menjalankan perintah Allah."

Lelaki itu tersenyum lapang. "Supaya kau tahu, keberadaanmu di sini adalah untuk mendapat lencana sebagai orang paling beriman di muka bumi. Apakah kau tak mau? Sebagai utusan langit, akulah yang berkewajiban memberikan lencana itu."

* * *

Di sebuah bilik, lelaki itu begitu khusyuk menjalankan ibadah shalat. Dia tak hirau ramai-ramai di lapangan kampung karena ada pembagian beras miskin. Kendati miskin harta, tapi dia kaya iman. Dia masih mementingkan shalat lohor, ketimbang tumpek-blek di lapangan beradu keringat dan telinga berdenging menampung riuhnya jerit orang. Dia juga memilih shalat di bilik, karena masjid tak jauh dari lapangan kampung. Kau tahu, bagaimana rasanya shalat di antara suara riuh rendah?

Lelaki itu biasa dipanggil Mahmud. Sejak dulu orang sangat menyukainya. Dia terkenal jujur, sehingga apa-apa urusan kampung yang berhubungan dengan duit, selalu dia dijadikan pilihan. Kendati berusaha menampik, tapi toh kepercayaan orang kampung tak bisa ditolak. Begitu pula urusan titip-menitip barang, titip-menitip amanah lain-lain, selalu dia dinomorsatukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun