Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Doea Perempoean

15 Februari 2019   22:36 Diperbarui: 15 Februari 2019   22:52 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mak sakit keras. Setelah aku nekat melamar Laode kepada Kek Saf, Mak langsung demam. Dia puasa makan dan bicara. Dia hanya mau meneguk air putih pemberian Bak. Hatiku trenyuh. Tapi bagaimana mungkin aku untuk membatalkan pernikahan dengan Laode, sementara di antara kami sudah terjadi lamar-melamar. Aku tak ingin menelan air ludah yang sudah dimuntahkan.

"Mak demam?" Laode tiba-tiba bertanya. Aku langsung teringat Mak. "Karena recana pernikahan kita yang sudah dekat inikah?" Aku mengangguk. Aneh, kali ini wajah perempuan di sebelahku itu cerah. Segera dia masuk ke dalam rumah. Kemudian keluar dengan membawa tas kecil serta mengenakan pakaian putih-putih. 

Aku pangling. Tak kusangka, Laode menyimpan pakaian perawat seperti yang dikenakan rekan-rekan perempuan di Palang Merah Indonesia.

"Aku memang seorang mantan perawat." Laode langsung menjawab kepanglinganku. "Dulu aku bekerja di Palang Merah Indonesia. Papaku tak melarang. Dia seorang pejabat tinggi di Pemerintahan Jepang. Meskipun ditempatkan di Indonesia sebagai penjajah, tapi  dia bukanlah penjajah. Dia hanya melaksanakan tugas. Buktinya aku boleh menjadi perawat di Palang Merah Indonesia. Di rumah kami, dia juga mengajar beberapa siswa pribumi. Tapi berhubung darah yang mengalir di tubuhnya adalah darah Jepang, orang tetap mencapnya sebagai penjajah. Orang hanya melihat kulit luarnya saja. Bukan di dalamnya."

Aku manggut-manggut. "Jadi, rencana selanjutnya apa?"

"Ini adalah kesempatanku meluluhkan hati Mak. Aku akan mengobatinya sampai sembuh." Dia berjalan menduluiku. "Oh, ya. Maaf, Bang. Selama ini aku tak terus-terang bahwa aku seorang mantan perawat."

Hmm, kau tahu apa yang terjadi ketika doea perempoean yang bertolak belakang itu dipertemukan? Wajah Mak langsung tegang. Matanya melotot hendak menerkam. Bak berusaha menenangkan. Laode tersenyum penuh keramahan.

Laode memintaku dan Bak meninggalkan mereka berdua. Permintaan aneh. Permintaan yang menyerempet bahaya. Doea perempoean  bisa bertarung di kamar. Tapi melihat tatap Laode yang memaksa, akhirnya kami keluar juga.

Kami menunggu di sofa depan. Terdengar suara Mak membentak. Laode membalas lembut. Sepuluh menit berlalu, suasana sepi. Aku cemas telah terjadi apa-apa di dalam. Namun ketika membuka pintu kamar, terlihat keduanya tengah berbicang akrab.

"Mak sudah kukasih obat. Sakitnya mulai baikan. Oh, ya. Nanti abang melanjutkan memberikan obat ini kepada Mak."

Kuantar Laode sampai ke pintu kamar. Begitu dia hampir menghilang di ruang tamu, Mak memanggilku. "Nikahilah dia, Malian!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun