Ternyata tak enak bila periuk nasi terhumbalang. Sama seperti tak enaknya nelayan muara yang kehilangan ikan, sementara dari dulu ikan berlimpah sebelum kedatangan kapal dan pukat harimau yang lebih ganas dan kasar dibandingkan dengan harimau sebenarnya.
Ketika fajar baru menyingsing, cabikan kapal terdampar di pantai. Para nelayan menatap ke tengah laut dengan napas lega. Tak ada lagi cerita kapal-kapal besar dengan pukat harimau yang mengesalkan itu. Mereka tersenyum senang karena alam kembali berpihak kepada mereka.
Beberapa aparat kusam wajahnya. Beberapa tauke dilarikan ke rumah sakit karena tak sanggup menahan derita kerugian yang mendera. Beberapa awak kapal pulang ke kampung halamannya tak dapat tertawa. Seorang aparat berkata, "Sepertinya ini bukan kebakaran yang normal. Ini sabotase. Siapa yang melakukannya!" Dia menyadari akan kehilangan ladang duit. Dia menatap ke sekeliling, orang-orang yang tak semuanya muram, malahan beberapa menyunggingkan senyum. Di kampung nelayan muara, anak-anak bernyanyi kesenangan, "Hutan lautan hanya kolam susu. Kail dan jala kembali menghidupimu. Tiada topan, tiada badai...."
Dan matahari semakin tinggi memanggang sekitar pantai.
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H