Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Bilik Suara

18 April 2017   20:10 Diperbarui: 19 April 2017   02:32 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kompas Cetak)

Perempuan itu berdiri. Membimbingku masuk ke bilik. Mengajariku menusuk kertas yang sesuai dengan kata hatiku. Dan ternyata kata hati kami sama. Dia juga akan memilih calon raja yang mirip denganku itu. Yang tak sama hanyalah, aku naksir dia, dan dia mau muntah melihatku. Hasil yang didapat adalah, istri marah besar. Hampir sebulan aku puasa di atas kasur.

* * *

Pilihanku menang telak! Seolah dapat lotre, aku jejingkrakan. Bangga rasanya aku menjadi salah seorang yang memuluskan orang itu menjadi raja. Beberapa orang kugratiskan makan es buah sebagai imbas kesukacitaan.

Istri kontan marah. Dia tetap tak yakin dengan orang itu. Dari tampilannya saja tak meyakinkan menjadi raja. Sama dengan tampilanku. Suka kalah dengan istri. Aku hanya cengengesan dan berharap pilihanku tak salah.

Hingga beberapa hari ini aku gelisah setiap kali melihat acara di layar kaca. Aku mulai ragu terhadap pilihanku. Apalagi Singkut sering menuduhku sebagai biang keladi hingga terpilihnya orang itu sebagai raja.

“Lihat, dari BBM saja tak jelas. Dari memilih pejabat saja tak benar. Dan sekarang, apakah kau yakin cicak dan buaya akan naik kelas menjadi tokek dan buaya, atau biawak dan buaya. Harusnya biar agak lebih sepadan, komodo dan buaya?” keluh Singkut.

“Tak tahulah aku! Tapi meski ragu, aku berharap dia mengambil langkah terbaik. Karena apa yang direncanakannya, kita tak tahu, toh! Okelah, aku pulang dulu, sudah terlalu malam ini. Mataku berat.” Aku menghabiskan segelas kopi di depanku sampai tandas.

“Mata berat atau tak tahan lagi masuk bilik tak bersuara?”

“Semprul!”

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun