Adakalanya sebuah karya dapat berhubungan dengan karya lainnya. Entah secara disengaja atau sebaliknya. Hal demikian juga dapat ditemukan dalam karya sastra. Banyak sekali karya yang memiliki kesinambungan dengan karya sastra atau bahkan karya seni lainnya yang membuat karya tersebut menarik untuk diulas. Sebagai contoh, bagaimana Pink Floyd dalam album Animals terinspirasi dari novel Animal Farm karya George Orwell. Atau karya Haruki Murakami yang memiliki judul serupa dengan salah satu lagu The Beatles, Norwegian Wood, dan masih banyak karya lainnya lagi.
Kemiripan dua karya yang memiliki rasa yang selaras saya temukan secara tidak sengaja di puisi Subagio Sastrowardoyo yang berjudul Manusia Pertama di Angkasa Luar dengan lagu Rocket Man yang dinyanyikan oleh Elton John. Rentang waktu terpublikasinya dua karya tersebut tidak jauh berbeda, yakni puisi MPdAL pada tahun 1970 dalam himpunan puisi Daerah Perbatasan, dan Rocket Man dua tahun berselangnya.
      Setelahnya, ada ketertarikan saya untuk mengulas dan menemukan kesamaan terhadap dua karya di atas ini lebih dalam lagi. Lebih jauh lagi.
Seutas Benang Merah
      Hal pertama yang meyakinkan saya bahwa dua karya ini memiliki kesamaan ialah terkait tema yang membicarakan tentang kehidupan di luar angkasa. Ya, dari judulnya mungkin kita bisa langsung mengamini hal tersebut. Kemudian, Manusia Pertama di angkasa Luar jika ditafsirkan secara eksplisit, dapat dipahami bahwa Aku lirik merupakan seorang yang berprofesi sebagai astronaut dan terjebak di ruang hampa, sehingga membuatnya merindukan bumi serta orang terkasihnya.
      Lalu, dalam lagu Rocket Man, menceritakan tentang aku lirik yang memiliki profesi harian sebagai astronaut, dan ia merindukan bumi serta orang terkasihnya ketika sedang melayang-layang di antariksa.
      Julia Kristeva, pernah mengatakan bahwa teks merupakan mosaik atau kutipan-kutipan yang menyerap dan mentransformasi teks-teks lain. Maksud dari pernyataan kritikus sastra asal Bulgaria tersebut ialah suatu teks dapat terbentuk dengan mengolah teks sebelumnya berdasarkan kreativitas dan gagasan pelakunya, sehingga akan tercipta sebuah karya yang baru. Pengertian teks dalam konteks ini juga dapat meluas dan dapat diterjemahkan sebagai suatu realita yang tidak berkutat hanya pada bentuk tulisan.
      Pada kedua karya yang memiliki rentan waktu publikasi berdekatan ini, tentu ada korelasinya dengan peristiwa pada masa itu. Masa-masa munculnya kehidupan kontemporer yang mana misi penerbangan ke luar angkasa oleh Yuri Gagarin telah berhasil pada tahun 1961, dan terus berlanjut serta terus bertambah rekornya. Saat-saat itu, ketertarikan stasiun televisi menayangkan berita ruang antariksa juga sedang gencar-gencarnya. Tak heran, banyak karya-karya seni lain yang memiliki tema serupa. Sebut saja David Bowie dengan Starman-nya, atau film seperti A Space Odysses (1968) dan Star Wars (1977).
Bila kita lihat lebih seksama, Subagio dalam Manusia Pertama di Angkasa Luar ia melihat dengan sudut pandang keputusasaan. Kekuatiran. Apa yang kucita-cita? Tak ada lagi cita-cita/Sebab semua telah terbang bersama kereta/ruang ke jagat tak berhuni. Tetapi/ada barangkali. Berilah aku satu kata puisi/daripada seribu rumus ilmu yang penuh janji...
      Bila kita lihat bagaimana Subagio mengolah keputusasaan dan kekuatiran dengan tema antariksa (bahkan pada tahun itu), rasanya saya menyepakati pendapat A. Teeuw yang mana ia mengatakan bahwa Subagio merupakan penyair yang paling mengasyikkan pada masa penyair modern Indonesia.
      Kemudian, kita berlari sejenak ke lagu Rocket Man. Usut punya usut, Bernie Taupin--penulis lirik Rocket Man dan juga partner Elton John dalam menulis lirik--mengatakan bahwa ia terinspirasi menulis lirik lagu ini setelah membaca kumpulan cerita dari penulis Bernama Ray Bradbury berjudul The Rocket Man dalam antologi cerpen berjudul The Illustrated Man yang terbit pada tahun 1951. Ia juga mengatakan bahwa dirinya ingin memiliki orisinalitas lagu yang terinspirasi dari cerpen tersebut, sebab band beraliran psychedelic, Pearls Before Swine, juga memiliki lagu berjudul serupa. Pun mereka terinspirasi dari cerpen yang sama.
Cerpen berjudul The Rocket Man sendiri berkisah tentang seorang pilot angkasa yang dijuluki sebagai "Rocket Man". Narator dalam cerita ini ialah anak dari Rocket Man. Rocket Man sering bercerita tentang bagaimana ia rindu ketika sedang bekerja di luar angkasa. Namun, ia merindukan luar angkasa ketika sedang berada di rumah.
       Lagu Rocket Man sebagaimana asal inspirasi teksnya, juga menghadirkan kerinduan, kesendirian, dan kesepian yang mendalam. Bahkan, di penggalan lirik And all this science I don't understand (Dan semua ilmu ini aku tidak mengerti) menunjukkan adanya keputusasaan dalam konteks intelektual dan perasaan.Â
Di Balik Seutas Benang Merah
      Bila kita berpegang pada ucapan Riffatere, bahwa karya sastra dapat mengekspresikan konsep-konsep dan hal-hal melalui ketidakberlangsungan ekspresi. Atau meminjam istilah Sapardi Djoko Damono, Bilang begini maksudnya begitu. Dengan demikian, kita perlu melihat kembali kemungkinan penafsiran secara implisit dalam dua karya tersebut. Pada pengertian ini, kita dapat mengenal istilah hermeneutik.
      Kita berangkat pada puisi Subagio terlebih dahulu. A. Teeuw pernah berkata bahwa karya-karya Subagio memang terkenal dengan gaya bahasa yang sederhana, tetapi memiliki makna yang luas. Dengan kelihaian Subagio, sebuah diksi yang sederhana akan memiliki pemaknaan yang luas, dan bahkan terkadang tidak tertebak akan menjadi seperti demikian artinya. Maka demikian, saya perlu mendalami dan lebih cermat dalam penafsiran Manusia Pertama di Angkasa Luar.
      Saya kira, dalam puisi ini ada kemungkinan aku lirik berada pada ambang kematian. Bahwa aku telah sampai pada tepi/Darimana aku tak mungkin lagi kembali/Aku kini melayang di tengah ruang/Di mana tak berpisah malam dan siang. Kematian memiliki keidentikan dengan ruang yang tak memiliki sekat, di mana kita melayang-layang dan menanti hari pengadilan tiba. Bila kita perhatikan kembali penggalan larik tersebut, adanya kemungkinan penyair membicarakan kematian yang telah tiba. Kematian yang telah merenggut aku larik ke sebuah ruang tak bersekat. Kemudian, larik selanjutnya menggambarkan tentang kerinduan yang telah kita bicarakan sebelumnya, dan di dekat akhir bait pertama pada larik /Tetapi aku telah sampai pada tepi/Darimana aku tak mungkin lagi kembali/ menguatkan isi puisi bercerita tentang kematian.
      Berbeda dengan Manusia Pertama di Angkasa Luar, makna lagu Rocket Man memiliki interpretasi sentimentil dari penyanyinya. Kita bisa mengatakannya juga sebagai makna personal. Elton secara terbuka mengungkapkan bahwa lagu tersebut merupakan sisi lain dari dirinya. Elton memetaforakan isi lagu tersebut dengan kehidupannya yang hingar-bingar, namun tetap merasa kesepian. Ia merasa bahwa menjadi bintang rock merupakan hal biasa dalam kacamata dirinya. Hal ini serupa dengan apa yang dipandang masyarakat awam dengan pekerjaan astronaut yang menganggap bahwa pekerjaan tersebut keren dan luar biasa. Padahal, sang astronaut sering merasa kesepian ketika sedang melayang-layang di luar angkasa.
Menyimpulkan Seutas Benang Merah
Pada akhirnya, kita kembali dengan penafsiran masing-masing. Tidak ada yang salah dalam penafsiran. Sebab, seperti luar angkasa, penafsiran dapat melayang-layang bebas tak terbatas--asal dapat dipertanggungjawabkan.
Mengenai dua karya sebelumnya, secara jujur saya senang karena tidak sengaja menemukan keterikatan yang ada pada isi dua karya tersebut. Dengan demikian, karya sastra atau karya seni dapat menopang satu sama lain. Mengisi serta berdiri sejajar, dan terlebih pentingnya, menyusun mosaik-mosaik tersebut dengan anggun. Sekian.
Penulis: Muhammad Rifan Prianto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H