Â
Pemilihan rekomendasi buku oleh kurator juga menjadi polemik. Beberapa buku yang menjadi rekomendasi adalah karya dari beberapa kurator. Hal ini merupakan tindakan tidak etis, meski bukan mereka (kurator) yang merekomendasikan buku mereka sendiri. Misal, kurator bagian jenjang SMA merekomendasi karya kurator lain yang untuk jenjang SMP. Atau sebaliknya. Akan tetapi, tindakan saling menggaruk punggung ini sedikit mencederai tahap kurasi itu. Semestinya, mereka yang ingin karyanya masuk ke bagian rekomendasi bacaan, harus melepas tanggung jawab sebagai seorang kurator untuk program ini.
Â
Beberapa masyarakat sastra juga kuatir terkait adanya kanonisasi terhadap karya-karya yang direkomendasikan, sehingga banyak kurator yang akan mengambil kesempatan agar karyanya dapat masuk ke dalam buku rekomendasi. Motifnya sederhana, agar dapat masuk ke dalam jajaran sejarah sastra Indonesia. Namun. Okky Madasari, selaku salah satu dari kurator menampik bahwa daftar rekomendasi buku ini bukanlah sebuah daftar kanon. Ia juga mengatakan bahwa daftar buku rekomendasi ini dapat kembali direview, diganti, atau ditambahi, setelah adanya evaluasi di lapangan. Dalam program ini Kemendikbud juga berencana akan ada review di tiap semester.
Â
Kemendikbud berencana setelah perampungan daftar bacaan rekomendasi ini, akan diberlakukan di semester yang akan mendatang secara menyeluruh di tiap sekolah. Meski demikian, pemberlakuan secara populistis bukanlah kebijakan yang tepat. Seharusnya Kemendikbud melakukan sebuah uji coba di sekolah berbasis tertentu, dan mengevaluasinya terlebih dahulu. Sebelum diberlakukan di seluruh sekolah.
Â
Sebenarnya implementasi terkait pengiriman buku ke tiap sekolah juga mesti dipertanyakan. Apakah tiap sekolah diberi daftar bacaan atau kembali membebani kantung orang tua pelajar untuk membeli buku? Apakah pemerintah juga bekerja sama dengan pihak penerbit? Rasanya amat menguntungkan bagi mereka ketika 53 Juta siswa harus membeli daftar buku bacaan tersebut. Dan kembali lagi pada poin penting di paragraf ini, bahwa dengan penyaluran buku yang baik, akan menjadikan program ini berjalan secara maksimal.
Â
Mengenai 177 daftar bacaan rekomendasi, Maman S. Mahayana mengatakan bahwa jumlah itu sangatlah sedikit. Ia menyebut ini sebagai naif belaka. Coba bayangkan, hanya ada 43 judul untuk SD dan 29 judul untuk SMP. Apa nominal itu telah sepadan dan ideal bagi pengembangan minat membaca murid. Kalau kita hitung, apabila anak SD sanggup menyelesaikan 43 judul dalam enam tahun, maka hanya 1,5 buku yang ia selesaikan dalam tiap bulannya. Begitu pun dengan anak SMP yang hanya menghabiskan 1,2 buku perbulannya.
Â