Kata maysir dalam bahasa Arab berarti mudah, kaya, dan lapang. Jika di kaitkan dengan maka yang di maksud sebenarnya, maka maysir adalah cara untuk mendapatkan uang dengan mudah, ataupun mencari kekayaan dengan cara yang mudah pula tanpa harus melakukan kerja keras atau jerih payah yang lazim di lakukan secara ekonomis. Sedangkan judi dalam terminologi agama diartikan sebagai sesuatu transaksi yang di lakukan oleh dua pihak atau lebih untuk memiliki suatu benda atau jasa yang bersifat hanya menguntungkan satu pihak saja dan dapat merugikan pihak yang lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu.
Jadi dapat di artikan oula bahwa maysir atau perjudian merupakan suatu permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat dari permainan tersebut. Setiap permainan ataupun pertandingan, baik itu yang berbentuk game of chance, game of skill ataupun natural events, harus menghindari adanya zero sum game, yakni kondisi yang menempatkan salah satu atau beberapa pemain harus menanggung beban pemain yang lain. Jadi judi merupakan segala permainan yang mengandung unsur taruhan harta atau materi dan pihak pemain yang menang akan mengambil harta atau materi dari pihak pemain yang kalah. Suatu perbuatan dapat di kategorikan sebagai judi apabila memenuhi unsur sebagai bertikut;
- Taruhan harta atau materi berasal dari dua pihak yang berjudi
- Permainan yang digunakan untuk menentukan pemenang yang kalah
- Pihak yang menang mengambil harta atau materi yang telah di taruhkan tersebut baik itu hanya mengambil sebagian ataupun mangambil seluruhnya, sedangkan pihak pemain yang kalah menjadi kehilangan hartanya.
Dengan demikian jika adanya ketiga syarat itu terpenuhi, maka akan termasuk kedalam kategori judi dan Islam mengharamkannya.
Maysir atau judi dapat dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu, seperti taruhan, lotre, undian, perlombaan, bahkan judi pun bisa terjadi dalam bentuk jual beli. Melakukan judi baik itu yang bersifat kecil ataupun besar, yaitu merupakan faktor yang dominan atau bahkan merupakan faktor kecil dari sebuah transaksi, hukumnya adalah haram. Keharaman judi dalam Islam telah di dasarkan pada dalil yang qod’i, yaitu di dalam Al-Qur’an judi di nyatakan sebagai sesuatu yang mengandung rijs yang berarti judi itu busuk, kotor, dan juga termasuk ke dalam perbuatan setan. Judi juga sangat berdampak negatif pada semua aspek kehidupan. Baik itu mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, moral, bahkan sampai dengan budaya. Dan pada gilirannya akan merusak sendi-sendi keghidupan berbangsa dan bernegara. Karena setiap perbuatan yang menentang perintah Allah SWT pasti akan mendangkan kerugian bagi pelaku.
Telah di sebutkan keharaman berjudi dalam firman Allah SWT yang terdapan dalam QS. Al-Ma’idah ayat 90, yang berbunyi; ’’Wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya minuman keras, berjudi,berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.’’
Istilah lain dari judi adalah spekulasi. Hal ini terjadi dalam bursa saham. Setiap menitnya selalu terjadi transaksi spekulasi yang sangat merugikan penerbit saham. Setiap perusahaan yang memiliki right issue selalu di datangi oleh para spekulan. Ketika harga saham suatu badan usaha sedang jath, spekulan segera membelinya dan ketika harga naik, para spekulan menjualnya kembali atau melepas ke pasar saham. Hal ini akan membuat indeks harga saham gabungan menurun dan memperburuk perekonomian bangsa.
Jadi judi di satu sisi dilarang karena perbuatan tersebut merupakan usaha untung-untungan yang di tekankan pada unsur spekulasi yang irasional, tidak logis, dan tidak berdasar. Namun jika dilihat dari sisi dampaknya terhadap ekonomi, judi dilarang karena tidak memberikan dampak peningkatan produksi yang akan meningkatkan produksi penawaran agregat barang dan jasa di sektor riil. Alasan di larangnya judi ini yaitu serupa dengan pelarangan penimbung barang atau harta yang juga akan berdampak pada berkurangnya penawaran agregat dari barang dan jasa. Oleh karena itu, jidi secara ekonomis lebih merupakan sebuah upaya supaya aktivitas yang terjadi memiliki kolerasi nyata terhadap sektor riil dalam rangka meningkatkan penawaran agregat. Judi juga dapat dikatakan sebagai suatu bebtuk investasi yang tidak produksi karea tidak terkait langsung dalam sektor riil dan tidak memberikan dampak meningkatkan penawaran agregat barang dan jasa. Karena hal yang demikianlah, maka judi itu di larang oleh Islam.
Larangan maysir juga telah di sebutkan dalam firman Allah yag terdapat pada QS. Al-Ma’idah ayat 91 yang artinya; ’’sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah SWT dan shalat, maka berhentilah kamu mengerjakannya.’’
Jadi untuk menghindari terjadinya maysir dalam sebuah permainan misalnya, pembelian bonus untuk para juara hendaknya jangan yang berasal dari dana partisipasi dari para pemain, melainkan dari para sponsorship yang tidak ikut bertanding atau bermain. Dengan cara yang demikian, maka tidak ada pihak yang merasa di rugikan atas kemenangan pihak yang lain. Pemberian bonus dengan cara tersebut di dalam istilah fikih di sebut sebagai hadiah, dan hukumnya halal.
Sesungguhnya juga perlu diketahui bahwa bisnis modern yang seperti sekarang ini juga banyak sekali di lakukan yang mengandung tiga unsur yang sangan di larang dalam perekonomian Islam, yaitu riba, maysir, dan juga gharar. dengan hal yang demikian ini bisa terjadi yaitu tidak lepas dari keinginan pelaku bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sangat besar, cepat dan juga mudah.
Adapun contoh maysir dalam bisnis modern, misalnya maysir pada industri asuransi, yang saya kutip dari sebuah artikel, yaitu. Suatu penyelidikan sementara teerhadap bisnis asuransi konvensional menunjukkan bahwa asuransi tersebut sangat menyerupai perjudian dan perusahaan-perusahaan asuransi sama halnya dengan ‘bank taruhan’ karena menerima premi dari peserta asuransi, membayar klaim kerugian resiko atau kematian pada penderita. Dan sejumlah ahli ekonomi telah menyatakan bahwa asuransi konvensional adalah suatu bentuk perjudian atau spekulasi. Oleh karena itu, asuransi konvensional tidak dapat dianggap sebagai aktivitas yang berlatar belakang kerjasama.