Mohon tunggu...
Rifan Bilaldi
Rifan Bilaldi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Indraprasta PGRI. Pendidikan adalah gerbang harapan dan bahasa adalah kunci pendidikan. Kita harus menjunjung tinggi pendidikan, pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia

Yuk! Tingkatkan kualitas pendidikan dan mengenal serta belajar bahasa Indonesia untuk menambah pengetahuan dan wawasan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Disleksia Sejak Dini Penyebab Terjadinya Niraksarawan

26 Oktober 2020   22:40 Diperbarui: 26 Oktober 2020   22:42 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: dokumen Pribadi olah surat kalbar)

Manusia memperoleh bahasa sejak dini. Dalam berbahasa terdapat empat keterampilan yang mendukung perkembangan suatu bahasa. Untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, butuh adanya dukungan internal dalam memperoleh bahasa. Namun, apabila adanya faktor penghambat, seorang anak akan sulit mengembangkan kemampuan berbahasanya.

Keterampilan berbahasa dimulai dari menyimak atau mendengarkan, lalu mulai mengembangkan diri untuk berbicara, dan didukung dengan bantuan membaca, sehingga dapat diaplikasikan dengan menulis. Kalau proses menyimak atau pendengaran kita saja berkurang, maka akan menghambat proses perkembangan selanjutnya.

Banyak yang kita ketahui buta aksara adalah situasi seseorang yang tidak dapat membaca dan menulis. Berbeda dengan hal tersebut, ada istilah niraksarawan untuk orang yang belum mampu membaca dan menulis. Hal ini disebut sebagai hambatan dalam perkembangan bahasa pada seseorang.

Terjadinya niraksarawan, disebabkan oleh disleksia sejak dini, yaitu gangguan pada penglihatan atau pendengaran yang disebabkan oleh kelainan saraf pada otak, sehingga anak sulit membaca.

Kedua hal ini saling berhubungan dan berkaitan dengan perkembangan proses keterampilan berbahasa pada anak. Apabila penglihatan dan pendengaran sudah terganggu sejak dini, maka pemerolehan bahasa yang diserap seorang anak pun akan terhalang, sehingga menjadi hambatan tumbuhnya keterampilan berbahasa.

Proses pertama yang diserap oleh anak melalui penyimakkan atau pendengaran. Jika pendengaran anak tidak sempurna, maka pemerolehan bahasanya pun sedikit lambat. Begitupun dengan hambatan pada penglihatan yang terganggu untuk diberikan kacamata khusus.

Peristiwa seperti ini adalah penyakit kebahasaan, karena dapat menganggu tumbuh kembang bahasa anak. Untuk meminimalisasi dampak yang akan berujung pada buta aksara, sang anak harus terus diberi pelatihan khusus yang dapat memonitori perkembangan bahasanya.

Niraksarawan ini adalah gejala buta aksara. Penyebab niraksarawan banyak, tidak hanya disebabkan oleh disleksia. Namun, disleksia ini akan menjadi hambatan yang cukup berat untuk dampak ke depannya. Oleh karena itu, dengan melakukan penuturan kata, dapat meminimalisasi buta aksara.

Penuturan kata ini adalah pelatihan pengejaan kata demi kata kepada pengidap disleksia, dengan memperhatikan secara rinci setiap kata yang ada sampai menjadi satuan bahasa terbesar.

Penuturan kata ini tidak cukup kalau tidak dibarengi kesungguhan hati, pengidap disleksia butuh motivasi lebih yang meningkatkan minat anak dalam keterampilan membaca dan menulis.

Disleksia bukan berarti sang anak buta atau tuli, ia hanya mengalami hambatan saja, yang nantinya sang anak akan tetap membaca dan menulis dengan baik, tetapi lama, kalau tidak adanya didikan yang rutin dari orang tua dan orang terdekatnya.

Banyaknya buta aksara di Indonesia, karena kurangnya keingintahuan terhadap ilmu. Seseorang anak sudah dapat mulai baca tulis di usia rata-rata lima tahun. Namun, untuk anak pengidap disleksia, akan mulai bisa baca tulis di usia rata-rata tujuh tahun, dua tahun lebih lama.

Usia anak masuk sekolah rata-rata tujuh setengah tahun, jika sang anak pengidap disleksia yang berujung niraksarawan, tidak adanya didikan dan pengetatan khusus, maka akan masuk sekolah di usia delapan tahun lebih.

Hal ini dapat menurunkan mentalitas anak dan keengganan anak untuk sekolah, sehingga akan terjadilah buta aksara. Niraksarawan yang disebabkan oleh disleksia ini, dapat ditekan hingga sang anak mampu terhindar dari niraksarawan di usia enam tahun, akan berbeda sedikit dengan anak normal.

Lalu, apakah disleksia ini akan hilang atau tetap berlanjut ketika anak mulai memasuki pendidikan formal? Akan hilang jika menjalani terapi rutin dan akan tetap berlanjut juga tidak menjalani terapi rutin, tetapi tetap harus dilatihnya.

Apakah harus terapi? Tentu saja iya, karena ini berkaitan dengan saraf, masuk ke dalam neurolinguistik yaitu gangungan kebahasaan yang disebabkan oleh saraf. Masalah kebahasaan tidak akan ada akhirnya, tetapi bisa diminimalisasi. Hanya dengan kesadaran pada diri sendiri terhadap sekitar kita apabila ada yang mengalami hambatan kebahasaan, untuk segera membantunya.

Semoga bermanfaat.

Belajar bahasa Indonesia itu Mudah.

Menuju bulan bahasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun