Mohon tunggu...
Rifan Bilaldi
Rifan Bilaldi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Indraprasta PGRI. Pendidikan adalah gerbang harapan dan bahasa adalah kunci pendidikan. Kita harus menjunjung tinggi pendidikan, pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia

Yuk! Tingkatkan kualitas pendidikan dan mengenal serta belajar bahasa Indonesia untuk menambah pengetahuan dan wawasan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pak Nadiem Kami Ingin Belajar di Sekolah, Kami Bosan

31 Juli 2020   00:55 Diperbarui: 31 Juli 2020   00:46 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah hampir satu bulan, kegiatan belajar mengajar tahun ajaran baru 2020 dilaksanakan. Namun, tetap dengan metode pertemuan jarak jauh (pjj). Kegiatan belajar dengan pertemuan jarak jauh, semakin hari, semakin memprihatinkan. Sudah bukan satu, dua, atau bahkan lima siswa yang mengeluhkan dan mempermasalahkan pembelajaran dengan metode pertemuan jarak jauh.

Tidak hanya siswa, tetapi orang tua dan wali murid juga sangat gerah dan jengah dengan sistem pembelajaran seperti saat ini. Selain kurangnya pemahaman, terjadi juga berkurangnya adab dan etika siswa.

Saya melihat hal ini sangat memprihatinkan, betapa mirisnya pendidikan kita mengalami kemunduran. Setiap hari, dari pukul 09.00 WIB sampai malam hari, anak-anak terus berwara-wiri, berkeliling, bermain, seakan mereka lupa, bahwa mereka sedang masa sekolah.

Hal seperti ini mengakibatkan mundurnya kualitas pendidikan di Indonesia, karena anak lebih banyak main dari pada belajar. Ditambah dengan penggunaan gawai (handphone), selain digunakan untuk belajar. Namun, kerap kali digunakan untuk bermain gim (game), di sela-sela menunggu tugas yang baru dari gur untuk dikerjakan.

Gambar ilustrasi bermain game menunggu tiba tugas baru/businesstoday.com
Gambar ilustrasi bermain game menunggu tiba tugas baru/businesstoday.com

Apalagi kegiatan belajar mengajar dalam sehari hanya dalam kurun waktu tiga sampai empat jam, mau itu SD, SMP, atau SMA. Maka dari itu, anak akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain daripada belajar.

Anak sering kali mengeluh dan menginginkan dapat kembali belajar di sekolah. Mereka menginginkan menteri pendidikan Nadiem Makarim agar untuk kembali membuka sekolah dan melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa, mereka rindu belajar di sekolah, Pak Nadiem.

Dalam hal ini, kemdikbud pasti tidak buta, tidak tuli, dan tidak tinggal diam, mereka juga pasti melakukan evaluasi dan penelitian, untuk kebaikan dan kemajuan pendidikan di Indonesia. Namun, sampai kapan kami harus menunggu? Berapa lama lagi kami dapat belajar di sekolah? Kami bosan.

Menanggapi hal-hal permasalahan tersebut, permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar kita, terutama masalah pendidikan. Pada hari ini, Rabu, 30 Juli 2020 pukul 10.00 - 12.00 WIB, saya menghadiri kegiatan webinar diskusi kebijakan tematik bersama dengan Pusat Penelitan Kebijakan Kemdikbud, yang bertemakan Rindu Belajar Tatap Muka, Seberapa Siapkah Sekolah kita. Dengan menghadiri kegiatan ini, saya dapat mengetahui jawaban atas permasalahan-permasalahan tersebut.

Pada pembahasan webinar tersebut, dalam pemaparan materi melalui salindia (power point) yang dipaparkan oleh Bapak Lukman (puslitjak). Pada salah satu pembahasan materi beliau, terdapat hasil survei tentang Pertimbangan Orang Tua Mengizinkan Anak Belajar di Sekolah, yang menyimpulkan bahwa sebagian besar orang tua mengizinkan anak untuk belajar di sekolah, asal dengan sesuai protokol kesehatan.

Banyak aspek yang membuat orang tua untuk mengizinkan anaknya kembali belajar di sekolah. Sehingga orang tua menginginkan sekolah dapat kembali dibuka dan kembali belajar efektif seperti biasanya.

Dokumen Pusat penelitian Kebijakan-Survei Cepat Kesiapan Belajar Tatap Muka-Lukman (PUSLITJAK)
Dokumen Pusat penelitian Kebijakan-Survei Cepat Kesiapan Belajar Tatap Muka-Lukman (PUSLITJAK)

Selain dengan pertimbangan orang tua mengizinkan anak belajar di sekolah. Orang tua juga memberi dukungan penuh kepada kepala sekolah, agar sekolah dapat dibuka kembali, dengan mempersiapkan segala protokol kesehatan yang menjamin kesehatan siswa.

Dokumen Pusat penelitian Kebijakan-Survei Cepat Kesiapan Belajar Tatap Muka-Lukman (PUSLITJAK)
Dokumen Pusat penelitian Kebijakan-Survei Cepat Kesiapan Belajar Tatap Muka-Lukman (PUSLITJAK)

Dengan adanya hal tersebut, dapat dipertimbangkan lagi oleh lembaga pendidikan, terutama kemdikbud, untuk plesiran atau mendatangi sekolah-sekolah yang sudah siap dengan protokol kesehatannya dan siap menjamin kesehatan murid, agar dapat kembali dibuka. Karena anak-anak sudah bosan dan semakin bosan belajar di rumah. Mereka menginginkan belajar di sekolah.

Anak-anak sudah mengalami tingkat kebosanan yang sangat tinggi, melibihi 50 persen. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Susanto, MA. Selaku Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan juga selaku pemateri dalam webinar diskusi kebijakan tematik. Dalam pemaparan materi beliau. Beliau menyampaikan bahwa tingkat kebosanan anak sangat tinggi dalam masalah pembelajaran daring ini.

Dokumen KPAI-Layanan Pendidikan Masa Covid-19-Dr.Susanto, MA.
Dokumen KPAI-Layanan Pendidikan Masa Covid-19-Dr.Susanto, MA.

Selain masalah kebosanan yang dialami oleh anak selama pandemi dan belajar di rumah, anak juga mengalami hal-hal yang tidak mengenakan selama kegiatan belajar di rumah selama pandemi, dari mengalami kekerasan diinjak hingga dicubit dengan kasus tertinggi. Selain mengalami kekerasan, anak juga sering kali mengalami dimarahi dengan kasus tertinggi hingga diusir merupakan kasus terendah. Hal tersebut mayoritas dilakukan oleh ibu.

Dokumen KPAI-Layanan Pendidikan Masa Covid-19-Dr.Susanto, MA.
Dokumen KPAI-Layanan Pendidikan Masa Covid-19-Dr.Susanto, MA.
Dokumen KPAI-Layanan Pendidikan Masa Covid-19-Dr.Susanto, MA.
Dokumen KPAI-Layanan Pendidikan Masa Covid-19-Dr.Susanto, MA.
Menurut hemat saya, bukan berarti masalahnya ada pada ibu. Ibu sebagai orang tua hanya mengajari anaknya. Tidak semua ibu itu mengerti tentang pelajaran anaknya. 

Rasa gregetan, rasa kesal, dan rasa lainnya pasti dialami oleh orang tua, ketika proses pembelajaran daring seperti ini. Karena pembelajaran dari ini membuat tingkat malas anak semakin tinggi, sehingga muncullah berbagai rasa yang orang tua alami dan terjadilah hal-hal tersebut.

Maka dari itu, jawaban dari masalah-masalah tersebut yang dialami siswa, guru, pihak sekolah, lembaga pendidikan yaitu tentang kegiatan belajar mengajar yang dilakukan melalui pertemuan jarak jauh yang tak kunjung menemui titik terang, kapan akan dilaksanakan belajar tatap muka, sehingga anak mengatakan "Pak Nadiem kami ingin belajar di sekolah, kami bosan!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun