Mohon tunggu...
Rifa Nasya Shafwa
Rifa Nasya Shafwa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Aksi Penipuan dalam Berbelanja Online

20 Januari 2021   02:44 Diperbarui: 20 Januari 2021   02:49 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kepolisian Republik Indonesia (Polri), September, 2020

Penipuan secara online pada prinsipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang menjadi perbedaan hanya pada sarana perbuatannya yakni menggunakan sistem elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi) sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana tindak pidana konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 KUHP, yang berbunyi :

"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun."

Menurut P.A.F. Lamintang (1997 : 142), tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Padana (KUHP) terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut  :

1. Unsur subjektif :

  • Dengan maksud atau met het oogmerk dalam hal ini beritikad buruk
  • Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dalam hal ini mencari keuntungan dengan memanfaatkan kondisi kebutuhan masyarakat
  • Secara melawan hukum atau wederrechtelijk dalam hal ini dengan perbuatan yang menentang undang undang atau tanpa izin pemilik yang bersangkutan

2. Unsur objektif :

  • Barangsiapa dalam hal ini pelaku menggerakkan orang lain agar orang lain itu :
  • Menyerahkan suatu benda
  • Mengadakan suatu perikatan utang
  • Meniadakan suatu piutang dengan memakai :
  • sebuah nama palsu
  • kedudukan palsu
  • tipu muslihat
  • rangkaian kata-kata bohong

Menurut R. Soesilo (1996 : 261), penipu dalam pasal tersebut pekerjaannya adalah  :

  • Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan utang;
  • Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum;
  • Membujuknya itu dengan memakai : nama palsu atau keadaan palsu atau akal cerdik (tipu muslihat) atau karangan perkataan bohong.

Mengenai ilegal konten, yaitu perbuatan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang berbunyi : "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik."

Dan diacam dengan sanksi pidana oleh Pasal 45 ayat (2) yang berbunyi : "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

Pasal 35 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang, antara lain sebagai berikut : "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik."

Untuk pembuktiannya, aparat penegak hukum dapat menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bunyi Pasal 5 UU ITE :

  • Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
  • Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Pengaturan mengenai penyebaran berita bohong dan menyesatkan ini sangat diperlukan untuk melindungi konsumen yang melakukan transaksi jual beli secara online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun