Pendahuluan
Era globalisasi ditandai antara lain dengan meningkatnya kontak budaya dan komunikasi antarbangsa, terutama dengan menggunakan bahasa internasional yaitu salah satunya adalah bahasa Inggris. Sehubungan dengan hal tersebut, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia perlu dikuatkan karena bahasa Indonesia merupakan jati diri bangsa. Hal tersebut tertera di dalam buku Kumpulan Putusan Kongres Bahasa Indonesia I-IX Tahun 1938-2008, bahwa bahasa Indonesia ditempatkan sebagai alat pemersatu, pembentuk jati diri dan kemandirian bangsa, serta wahana komunikasi ke arah kehidupan yang lebih modern dan beradab (2011: 85).
Dengan bahasa yang semakin global terutama bahasa Inggris yang dipakai oleh hampir semua bangsa di dunia, memungkinkan adanya penggerusan terhadap bahasa Indonesia. Hal tersebut menunjukkan perlunya pemantapan dan pengukuhan peran bahasa Indonesia pada era globalisasi dengan menggunakan strategi yang tepat untuk meningkatkan mutu penggunaannya. Dengan demikian, bahasa Indonesia diharapkan akan tetap bertahan dan bahkan akan semakin berkembang sehingga jati diri bangsa melalui bahasa akan semakin kuat.
Peran generasi muda di sini sangatlah penting. Mengapa dikatakan penting karena kepada generasi mudalah harapan bangsa dipertaruhkan. Cerminan bangsa kedepannya dapat dilihat dari bagaimana generasi mudanya bersikap dan berperilaku. Generasi muda dituntut untuk dapat mempersiapkan diri dengan baik dan peka terhadap permasalahan bangsa.
Dari uraian di atas maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah, yaitu bagaimana upaya atau peran pemerintah dan generasi muda itu sendiri dalam menjaga, memelihara, serta menumbuhkan rasa bangga generasi muda terhadap penggunaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa.
PEMBAHASAN
Pada Sumpah Pemuda 1928, tepatnya butir ketiga secara eksplisit para pemuda pada saat itu tidak sekedar untuk mengangkat dan menyepakati bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, tetapi juga untuk menjunjungnya. Artinya, bahasa Indonesia harus digunakan secara cermat agar penggunaannya dapat berkembang sebagai lambang jati diri bangsa.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Pasal 25 menyatakan bahwa :
(1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa;
(2) Bahasa Indonesia sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah (2011: 13).
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa peran dan kepedulian pemerintah dalam hal ini mempunyai tanggungjawab yang besar dalam upaya untuk memelihara bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa.
Salah satu bentuk upaya pemerintah tersebut adalah dengan pembinaan dan pengembangan bahasa, sehingga jati diri bahasa Indonesia tetap bertahan dan tidak lekang oleh waktu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Effendi yang menyatakan bahwa, pembinaan bahasa Indonesia adalah serangkaian kegiatan berencana dalam memelihara dan memekarkan bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga masyarakat lebih mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar serta bersikap positif terhadap bahasa Indonesia (2007: 82).
Menanggapi pendapat Effendi tersebut, dalam hal ini yang dimaksud dengan masyarakat dapat diartikan pula sebagai generasi muda. Dimana apa yang dilakukan pemerintah adalah sebuah upaya untuk menciptakan dan mewujudkan generasi muda yang semakin mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Lebih jauh dari itu, generasi muda diharapkan akan semakin bangga menggunakan bahasa Indonesia dan menghormatinya sebagai bahasa negara.
Pemerintah juga memandang pentingnya upaya pembenahan sistem pendidikan nasional untuk menyiapkan SDM yang unggul, berkualitas, dan berdaya saing tinggi. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Sekolah sebagai wahana pembentuk SDM yang handal diharapkan dapat menciptakan generasi penerus yang berkualitas yang dapat menjaga jati diri bangsa melalui bahasa.
Sekolah sebagai pendidikan resmi dalam hal ini juga merupakan basis pembinaan bahasa Indonesia. Lembaga pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk mencetak generasi yang memiliki kepekaan, emosional, sosial, dan intelektual. Bahasa Indonesia akan terbina dengan baik apabila sejak dini anak-anak bangsa khususnya para generasi muda dilatih dan dibina secara serius dan intensif agar mereka mampu menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dari ragam lisan maupun tulisan.
Setelah pelatihan dan pembinaan tersebut berjalan dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah dengan mengadakan kompetisi penggunaan bahasa untuk meningkatkan ketertarikan pelajar atau peserta didik untuk lebih mengeksplorasi bahasa Indonesia sehingga tidak hanya kompetisi dalam bahasa asing saja yang ditonjolkan. Diharapkan dengan pengadaan kompetisi tersebut nantinya para generasi muda bukan hanya menjadi gemar, tetapi dapat menguasai penggunaan bahasa pada tingkat yang lebih tinggi dan menumbuhkan rasa banggga dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Upaya untuk menumbuhkan rasa bangga tersebut pun tidak terlepas dari peran dan kemauan diri mereka sendiri. Jika tidak ada kemauan yang dibangun dari dalam diri sendiri, maka segala bentuk upaya apapun tidak akan membuahkan hasil. Dalam hal ini upaya tersebut dapat diwujudkan melalui tingkah, pandangan, sikap, dan perilaku.
Seperti contoh, banyak anak muda menggunakan istilah-istilah tak lazim yang tidak merujuk kepada penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pergaulan mereka. Selain itu ada juga yang menggunakan bahasa Inggris secara berlebihan sebagai bahasa sehari-hari, mencampurkan istilah-istilah asing dengan bahasa Indonesia dan menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa nasional mereka sendiri (Muslich, 2010: 38).
Dendy (2014) berpendapat, orang Indonesia merasa hebat ketika menggunakan bahasa asing. Banyak kata asing diserap sekadarnya meski sudah ada padanan bahasa Indonesia yang cocok dengan gagasan yang dibicarakan. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia lebih sering memberi nama-nama, seperti Garden Hotel, Tunjungan Plaza, International Tailor, Sudirman Cup, Surabaya Shopping Center yang tidak sesuai dengan hukum diterangkan dan menerangkan, seharusnya disesuaikan menjadi Hotel Garden, Plaza Tunjungan, Penjahit Internasional, Piala Sudirman, dan Pusat Perbelanjaan Surabaya. Penyesuaian nama ini tidak akan menurunkan derajat perusahaan tersebut. Sebaliknya, penyesuaian inilah yang disebut penggunaan bahasa Indonesia yang taat asas, baik, dan benar.
Contoh lain yang juga dapat kita lihat dalam penggunaan nama makanan dan minuman pada beberapa tempat makan di Indonesia dimana harganya akan lebih tinggi dan bahkan sampai berkali-kali lipat jika menggunakan bahasa Inggris. Lain halnya jika nama makanan atau minuman tersebut menggunakan bahasa Indonesia, harganya akan relatif lebih rendah. Hal tersebut membuktikan bagaimana penggunaan bahasa asing begitu lebih dihargai dan mempunyai derajat yang lebih tinggi di negeri kita sendiri.
Melihat persoalan di atas, maka di sini lah generasi muda harus mampu meningkatkan perannya dengan cara memperbaiki sikap, tingkah laku, maupun pandangan mereka dengan cara:
1. Mempelajari dengan lebih mendalam akan pentingnya berbahasa Indonesia yang baik dan benar
Mempelajari dengan lebih mendalam akan pentingnya berbahasa Indonesia merupakan langkah pertama yang harus dilakukan oleh generasi muda sebagai pondasi bagi mereka. Mereka harus mengetahui bahwa jika memiliki keterampilan berbahasa yang baik, hal tersebut akan sangat berguna di segala aspek kehidupan dan membawa banyak manfaat bagi diri mereka. Seperti dapat menggali bakat dan kreativitas, mengasah kepekaan dan penalaran, mampu berpikir secara kritis, dapat mengolah kata dengan baik dimana hal tersebut sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan siapa pun, dan berbahasa yang baik merupakan cerminan diri yang baik pula.
2. Menanamkan sikap cinta berbahasa Indonesia melalui berbagai cara
Menanamkan sikap cinta tersebut bisa melalui kompetisi seni dan budaya yang dapat membawa bahasa Indonesia ke kancah internasional, juga melalui pendidikan formal yang merupakan basis pembinaan bahasa Indonesia, dan dengan membaca bahan bacaan yang dapat memperluas ilmu pengetahuan akan bahasa.
3. Memperbaiki pandangan dan rasa percaya diri bahwa bahasa Indonesia tidak memiliki derajat yang lebih rendah dari bahasa asing
Melalui pandangan yang berasal dari dalam diri sendiri itulah akan terbangun pandangan bahwa kita tidak akan terlihat hebat jika lebih menguasai bahasa yang bukan berasal dari negara kita. Menguasai bahasa asing merupakan suatu hal yang positif dan tidak dilarang jika penggunaannya tidak berlebihan.
4. Melakukan penyaringan kepada diri sendiri terhadap akulturasi budaya asing di berbagai bidang kehidupan
Menyaring diri sendiri terhadap akulturasi budaya luar akan menimbulkan sikap yang tidak terlalu fanatik akan budaya luar. Memahami bahwa lebih banyak dampak negatif yang akan didapatkan dibandingkan positifnya. Sebaliknya, sikap mencintai budaya sendiri akan timbul dengan seiring berjalannya waktu sehingga akan terbangun kesadaran bahwa budaya yang dimiliki oleh negeri sendiri tidak kalah jauh hebatnya.
Negara-negara yang sudah mempelajari bahasa Indonesia menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sudah bisa hidup berdampingan dengan bahasa-bahasa di dunia dan bisa mengikuti perkembangan zaman di era globalisasi ini, hanya saja generasi mudanya sendiri yang tidak menghargai dan menggunakannya dengan baik. Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara perlu ditingkatkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sejak usia dini dalam rangka pembentukan jati diri bangsa. Selain itu, jika ada pengaruh budaya luar yang masuk yang dinilai berpotensi untuk menghapus keberadaan bahasa Indonesia, hendaknya kita harus mampu memberikan penyesuaian dan bentuk penyaringan diri. Dengan begitu, diharapkan nantinya generasi muda dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, merasa bangga dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dan lebih jauh dari itu dapat membawa prestasi ke kancah internasional dengan identitas bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2011. Kumpulan Putusan Kongres Bahasa Indonesia I-IX Tahun 1938-2008. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2011. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Effendi. 2007. Sikap Wajar Memandang Hari Depan Bangsa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Muslich, Masnur. 2010. Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Setiyadi, Dwi Bambang Putut. 2013. Penguatan Jati Diri Dan Akhlak Bangsa Melalui Peningkatan Penerapan Fungsi Bahasa Dan Sastra Indonesia.
Setyawati, Rukni. 2013. Bahasa Indonesia sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia.
Assapari, M. Mugni. 2014. "Eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan perkembangannya di era globalisasi". PRASI, Jurnal Bahasa, Seni, dan Pengajarannya. Vol. 9 No. 18 https://ejournal.undiksha.ac.id/
Marsudi dan Siti Zahrok. 2015. "Kesetiaan Berbahasa Indonesia Dipertanyakan di Era Globalisasi". Jurnal Sosial Humaniora (JSH). Vol. 8 No. 1 http://iptek.its.ac.id/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H