Sebagai pusat aktivitas bagi masyarakat, kota identik dengan kemajuan sosial dan ekonominya. Dibalik itu semua tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan kota bisa menimbulkan berbagai masalah sosial seperti terbentuknya permukiman kumuh.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011, permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Bukan hanya di kota-kota besar saja, permukiman kumuh ini sudah mulai terlihat di ibu kota kabupaten, salah satunya di Kampung Lebak Sambel, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.Â
Permukiman kumuh lumrah ditemui di pinggir sungai, pinggir rel kereta, kolong jembatan, dan tempat-tempat lainnya yang tidak layak huni. Begitupun di Rangkasbitung, permukiman kumuh banyak tersebar diberbagai titik salah satunya di pinggiran rel kereta api.Â
Sebagaimana dikemukakan oleh Budi Sinulingga (2005) tentang kriteria permukiman kumuh, kondisi permukiman disana sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut seperti kondisi bangunan yang tidak layak, kebersihan tidak terjaga, kekurangan air bersih, dan tidak terdapat MCK yang memadai karena keterbatasan lahan.
Permukiman kumuh sendiri terbentuk akibat adanya masyarakat miskin. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi oleh beberapa informan, mereka yang tinggal dipermukiman kumuh rata-rata berasal dari luar daerah dan datang ke Rangkasbitung untuk mencari pekerjaan. Karena faktor ekonomi, mereka terpaksa mencari tempat tinggal seadanya yang tidak memakan banyak biaya dalam pembangunannya.Â
Kondisi ini sangat memprihatinkan, jika terus dibiarkan maka kesehatan masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh akan terganggu, untuk itu perlu adanya upaya dari pemerintah untuk mengatasi masalah sosial ini.Â
Mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebak, telah dituliskan bahwa adanya suatu "Program Perwujudan Pengembangan Kawasan Permukiman" yang terdiri dari beberapa poin salah satunya perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan perumahan, khususnya untuk perumahan dan kawasan kumuh.Â
Lalu dalam "Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kabupaten Lebak" juga dijelaskan mengenai visi penataan bangunan dan lingkungan dari Kabupaten Lebak ini adalah terwujudnya bangunan, gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri. Namun pada kenyataannya, pemerintah belum bisa memaksimalkan penataan permukiman kumuh di Kabupaten Lebak.
Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh Kampung Lebak Sambel mengatakan bahwa sebenarnya mereka takut akan adanya penggusuran, karena tanah yang ditempati untuk tinggal adalah milik PT. KAI yang sifatnya tidak permanen dan sewaktu-waktu akan digunakan kembali untuk pembangunan rel kereta api.