Mohon tunggu...
RIFA NABILA
RIFA NABILA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia- Universitas Pendidikan Indonesia

Hobi saya adalah mendengarkan musik dan menonton film. Motto saya adalah jalani, nikmati, syukuri.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Revitalisasi Puisi di Era Digital melalui Media Podcast

8 Desember 2024   19:05 Diperbarui: 8 Desember 2024   19:26 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah berkembangnya dunia digital dan perubahan pola konsumsi budaya, puisi sering kali terpinggirkan dan dianggap sebagai bentuk sastra yang jadul atau hanya relevan bagi kalangan tertentu. Banyak orang kini lebih tertarik pada hiburan visual dan konten yang cepat dipahami, seperti video dan media sosial. Sementara puisi yang kaya akan makna dan kadang memerlukan interpretasi mendalam cenderung dilupakan. Sastra, khususnya puisi, sering kali dilihat sebagai sesuatu yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang, bahkan dianggap terlalu berat atau sulit dipahami oleh generasi muda. Hal tersebut dapat ditemukan melalui beberapa jurnal ataupun artikel tentang menurunnya minat terhadap puisi di kalangan anak muda. Salah satunya adalah artikel yang ditulis oleh Fathica (2024), bahwa menurunnya minat anak muda terhadap puisi semakin terlihat jelas. Hal ini tampak dari minimnya jumlah anak muda yang membaca, menulis atau membuat, menghadiri acara-acara puisi, dan berpartisipasi dalam lomba puisi. Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan media digital, muncul fenomena baru yang mencoba menghubungkan puisi dengan audiens yang lebih luas yakni podcast sastra.

Dalam beberapa tahun terakhir, podcast telah menjadi salah satu media yang sangat populer di kalangan generasi muda. Masyarakat mulai mencari cara baru untuk mengonsumsi informasi dan hiburan, dan podcast menjadi pilihan utama karena mudah diakses, bisa didengarkan kapan saja, dan menawarkan berbagai topik yang menarik. Salah satu topik yang semakin banyak dibahas dalam podcast adalah sastra, khususnya puisi yang dianggap sebagai genre yang sering kali sulit diakses oleh sebagian besar orang. Media ini memberikan platform yang lebih santai dan mudah diakses bagi siapa saja yang ingin menikmati karya sastra, termasuk puisi. Podcast memungkinkan pembahasan puisi dengan cara yang lebih interaktif dan menarik, membuatnya lebih dekat dengan pendengar yang sebelumnya mungkin tidak pernah terpikirkan untuk menikmati karya sastra.

Salah satu puisi yang digemari banyak orang adalah puisi "Aku Ingin" karya Sapardi Djoko Damono. Puisi yang terkenal dengan kesederhanaan dan kedalamannya ini berbicara tentang keinginan akan kebahagiaan yang sederhana, namun penuh makna. Dalam dunia yang penuh dengan hiruk-pikuk, puisi ini menawarkan ketenangan dan refleksi tentang arti sejati dari hidup. Adanya podcast yang membahas puisi "Aku Ingin" karya Sapardi Djoko Damono, kini dapat menjangkau lebih banyak orang. Mengingatkan mereka akan betapa pentingnya untuk kembali pada hal-hal sederhana yang membawa kedamaian hati. Puisi dapat dikupas berdasarkan strukturnya. Salah satunya yaitu struktur batin yang dikupas dengan cara membaca dan menafsirkan puisi secara mendalam mengenai makna yang terkandung dalam puisi "Aku Ingin" karya Sapardi Djoko Damono.

Mengupas struktur batin puisi dalam podcast adalah hal yang sangat menarik, terutama bagi pendengar yang memiliki minat atau ketertarikan pada sastra dan puisi. Struktur batin puisi mencakup unsur-unsur seperti makna, tema, emosi, amanat, nada, dan nuansa yang lebih dalam dari sekadar kata-kata yang tampak di permukaan. Dalam bentuk podcast, proses ini bisa dijelaskan dengan cara yang lebih terbuka dan mudah diakses, karena podcast memberikan kebebasan bagi pembicara untuk menguraikan tafsiran puisi secara lebih mendalam dan interaktif.

Setiap karya dapat memiliki makna yang tersembunyi di balik kata-kata dan simbol-simbol yang digunakan, serta bisa menggambarkan pengalaman emosional yang dapat menghubungkan puisi dengan kehidupan sehari-hari pendengar. Dalam mengupas puisi "Aku Ingin" karya Sapardi Djoko Damono, teori semiotika Roland Barthes dapat digunakan untuk menganalisis teks sastra seperti puisi. Khususnya dengan pendekatannya yang menekankan penafsiran tanda dan makna yang terbentuk melalui interaksi pembaca dengan teks. Teori semiotika Roland Barthes sangat relevan untuk menganalisis puisi "Aku Ingin" karena Barthes menekankan bahwa teks adalah terbuka dan memiliki banyak lapisan makna yang dapat ditafsirkan dengan berbagai cara oleh pembaca atau pendengar. Dalam puisi ini, kata-kata yang sederhana memiliki makna yang mendalam yang dapat dikaitkan dengan pengalaman pribadi. Barthes mengajarkan bahwa makna tidak hanya ada dalam teks itu sendiri, tetapi juga dibentuk oleh interaksi antara teks dan pembaca, menjadikan teori ini sangat relevan untuk analisis puisi dalam bentuk podcast.

Puisi "Aku Ingin" dengan bahasa yang sederhana, dapat diartikan dalam berbagai cara. Makna "Aku Ingin" dapat berbeda bagi setiap individu. Bagi sebagian orang, puisi ini mungkin menggambarkan keinginan untuk kembali ke alam atau kehidupan yang lebih sederhana. Sementara bagi yang lain, ini bisa jadi simbol dari keinginan yang lebih dalam untuk menemukan kedamaian batin. Pendekatan Barthes mengajarkan bahwa makna bukan hanya ditemukan dalam teks, tetapi juga dalam cara pembaca atau pendengar merespon teks tersebut.

Barthes membedakan antara denotasi (makna literal) dan konotasi (makna yang lebih mendalam atau simbolik). Dalam puisi "Aku Ingin", kata atau frasa yang sederhana seperti "aku ingin" atau "menyentuh" tidak hanya memiliki makna literal, tetapi juga mengandung makna yang lebih dalam dan bisa dipahami secara konotatif, seperti harapan, kerinduan, atau pencarian kebahagiaan dan kedamaian. Puisi ini lebih dari sekadar menyatakan keinginan untuk melakukan sesuatu yang konkret. Kata "ingin" di sini mengandung makna yang lebih luas, yang bisa merujuk pada keinginan batin yang lebih dalam. Dalam konteks Barthes, ini adalah contoh dari konotasi yang berlapis, yang bisa diinterpretasikan dengan cara yang berbeda oleh setiap pembaca, tergantung pada pengalaman pribadi dan kondisi mereka. Hal ini membuat puisi "Aku Ingin" kaya akan makna yang dapat dieksplorasi lebih dalam.

Dalam puisi "Aku Ingin", kata "aku" berfungsi sebagai tanda yang terbuka, memungkinkan interpretasi yang luas dari pembaca. Kata tersebut tidak hanya merujuk pada penyair, tetapi bisa diartikan sebagai siapa saja yang membaca atau mendengar puisi ini. Hal ini menciptakan hubungan yang dinamis antara teks dan pembaca, di mana pembaca ikut berperan aktif dalam membentuk makna, sesuai dengan gagasan Roland Barthes tentang pembaca sebagai agen dalam penciptaan makna. Kata "aku" dengan demikian bisa menjadi representasi dari siapa saja yang merasakan kerinduan atau keinginan yang sama, bukan hanya penyair. Ini memberi ruang bagi pembaca untuk melihat diri mereka dalam teks, menjadikannya lebih personal dan universal sekaligus.

Keinginan yang diungkapkan dalam puisi ini juga memiliki dimensi simbolis yang dalam. Ungkapan "Aku ingin" bukan sekadar keinginan fisik atau material, tetapi lebih kepada pencarian yang lebih mendalam sebuah kebutuhan untuk menemukan kedamaian batin dan kesederhanaan dalam hidup. Dalam perspektif Barthes, keinginan ini bisa dilihat sebagai konotasi yang menghubungkan pengalaman personal pembaca dengan simbol-simbol dalam teks. Setiap kata dan perasaan yang diungkapkan dalam puisi ini tidak hanya berbicara tentang apa yang diinginkan oleh "aku" secara langsung, tetapi juga menggugah pembaca untuk merenungkan keinginan mereka sendiri, memperdalam makna yang tersembunyi dalam teks, dan bahkan membuka ruang untuk refleksi pribadi tentang kehidupan dan kebahagiaan.

Salah satu konsep penting dalam teori Barthes adalah bahwa pembaca memainkan peran penting dalam penciptaan makna. Pembaca tidak hanya mengonsumsi teks, tetapi mereka juga menciptakan makna melalui interpretasi mereka terhadap tanda-tanda yang ada dalam teks. Dalam konteks podcast, ini berarti bahwa pembawa acara podcast dapat mengajak pendengar untuk memberikan interpretasi pribadi terhadap puisi ini. Pendengar bisa diminta untuk merenungkan apa yang dimaksud dengan "aku ingin" dalam konteks kehidupan mereka masing-masing. Contoh nyata bahwa dalam menginterpretasikan puisi setiap orang itu berbeda. Berikut terdapat empat pendapat mengenai puisi berjudul "Aku Ingin" karya SDD.

  • Orang pertama berpendapat bahwa puisi ini menyampaikan cinta yang sederhana, dengan perasaan yang tidak terucapkan, digambarkan melalui metafora "kayu kepada api" dan "awan kepada hujan" yang menunjukkan pengorbanan dan hilangnya sesuatu yang bermakna. Orang pertama ini melihat puisi "Aku Ingin" sebagai simbol pengorbanan cinta yang tidak terucapkan, menggunakan metafora seperti "kayu kepada api" untuk menggambarkan hilangnya makna. 
  • Orang kedua berpendapat bahwa makna "sederhana" adalah ketulusan mencintai tanpa pernah mengungkapkannya, yang menimbulkan penyesalan saat orang yang dicintai sudah tiada. Orang kedua ini memaknai cinta sederhana sebagai ketulusan yang tidak diungkapkan hingga akhirnya berujung pada penyesalan. 
  • Orang ketiga berpendapat bahwa puisi ini mengajarkan pentingnya menyampaikan cinta sebelum terlambat, karena ketidakterbukaan dapat membawa penyesalan, tergambar melalui kata "abu" dan kata "tiada". Orang ketiga ini menekankan pesan tentang pentingnya mengungkapkan cinta untuk menghindari kekecewaan, dengan makna mendalam di balik ketidakterbukaan yang berujung pada kehilangan.   
  • Orang keempat berpendapat bahwa kata "sederhana" di sini mencerminkan cinta yang luar biasa dalam kesederhanaannya, yang terwujud melalui doa atau perasaan tersembunyi, menunjukkan kompleksitas mencintai tanpa menunjukkan secara langsung. Orang keempat ini menafsirkan cinta sederhana sebagai bentuk kasih sayang yang luar biasa karena melibatkan doa dan perasaan tersembunyi, yang dianggap lebih kompleks daripada cinta yang ditunjukkan secara eksplisit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun