Mohon tunggu...
RIFA NABILA
RIFA NABILA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia- Universitas Pendidikan Indonesia

Hobi saya adalah mendengarkan musik dan menonton film. Motto saya adalah jalani, nikmati, syukuri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Menghargai dan Kasih Sayang dalam Cerpen Sepasang Sepatu Tua Karya Sapardi Djoko Damono

22 Desember 2023   09:48 Diperbarui: 22 Desember 2023   10:08 3348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya (Sugihastuti, 2007: 81-82). Banyak sekali bentuk karya sastra, salah satu nya cerpen. Menurut Sukirno, cerpen merupakan cerita yang isinya mengisahkan peristiwa pelaku cerita secara singkat dan padat tetapi mengandung kesan yang mendalam. Cerpen identik dengan sebuah karya sastra yang mempunyai kesan cerita yang singkat, pendek, dan pekat. Meskipun berukuran pendek,cerpen dikemas dengan kompleks. Cerpen menyajikan jalan cerita yang singkat sehingga tidak membosankan pembaca.

 Seperti halnya cerpen karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul Sepasang Sepatu Tua yang dimuatdalam bukunya yang berjudul Sepasang Sepatu Tua. Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang berisi 19 judul cerita pendek yang tak ada keterkaitannya satu sama lain. Tidak ada hal yang menghubungkan cerita satu dengan yang lainnya. Buku ini resmi diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama di Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok sebagai peringatan hari jadi ke-35 perpustakaan Universitas Indonesia pada tanggal 13 Maret 2019.

Sapardi Djoko Damono atau yang biasa disebut SDD, telah menerbitkan sejumlah buku puisi, esai, novel, bahkan menerjemahkan karya sastra. Karya pertamanya yang diterbitkan yaitu buku yang berjudul DukaMuAbadi. Karya sastrawan kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940 ini juga telah banyak dialihwahanakan ke dalam bentuk karya lain, seperti musikalisasi puisi dan film. Salah satunya sebut saja novel Hujan Bulan Juni yang telah di adaptasi ke dalam film layar lebar pada tahun 2017.

 Cerpen Sepasang Sepatu Tua karya Sapardi Djoko Damono merupakan sebuah kisah seorang tuan yang sangat menyayangi sepatu tua nya yang tidak berhenti bicara. Bahkan hingga usia sepatu tersebut sudah tidak muda lagi, mereka masih terus berbicara. Hal tersebut membuat pemiliknya penasaran dengan topik yang mereka bicarakan, karena bahasa dari sepasang sepatu tidak dimengertinya. Namun, setelah usianya sama tua dengan sepatu, pemilik semakin sayang dan berat membuang sepatu tua yang sudah tidak layak untuk dipakai lagi. Terdapat perdebatan dengan tokoh lain dalam mempertahankan kesetiaanya pada sepatu tua itu, ia mendapatkan banyak cibiran dari berbagai belah pihak. Seperti terdapat pada kutipan:

"Aku selalu menolak gagasan istri dan anakku untuk membuang sepasang sepatu itu meskipun terus-terang saja semakin jarang juga kupakai, terutama kalau ke perhatelan temanten."Pak, sepatunya buang saja, deh. Jangan setiap kali manggil tukang sepatu untuk memperbaikinya. Malu, kan? Dikira nggak mampu beli sepatu baru.". (Halaman 6).

Dari kutipan diatas terdapat cibiran ataupun celaan yang dilontarkan sang istri dan anaknya terhadap sepatunya. Bahwa sepatu tua itu sudah tak layak pakai. Namun, meskipun begitu ia masih saja tetap menyayangi sepatu tua miliknya itu.

Cerpen ini menggambarkan cerita dengan menggunakan benda mati di sekitar kita. Sapardi tidak hanya memberi ruang pada benda saja, terdapat juga pesan-pesan yang ingin disampaikan. Melalui kisah Sepasang Sepatu Tua, pembaca dapat memperoleh pelajaran untuk selalu menghargai setiap benda yang sudah dipakai, karena benda tersebut menjadi saksi dari perjalanan hidup pemiliknya. Yang menjadi daya tarik utama dalam cerpen ini yaitu terdapat pada penceritaan berdasarkan personifikasi benda yaitu sepatu. 

Gambaran obrolan sepasang sepatu tua membuat pembaca berpetualang dalam imajinasinya sendiri.Terkadang, kita selalu membayangkan bagaimana jika benda-benda mati disekitar dapat berbicara, apa yang mereka bicarakan, dan bagaimana perasaan setiap benda tersebut terhadap pemiliknya. Halini dapat dijumpai dalam cerpen Sepasang Sepatu Tua. Namun, pada bagian isi cerita masih berat untuk dicerna sehingga memerlukan waktu untuk memaknai isi dari cerpen ini

"Aku merasa lega. Selama hampir sebulan dalam perjalanan selanjutnya di negeri itu, aku selalu mendengarkan cakap kedua sepatu itu. Meskipun bukan aku yang diajak bicara, meskipun tidak memahami sepatah kata pun yang mereka bicarakan, aku dengan gembira berpindah dari hotel ke hotel sebab merasa dalam perjalanan tidak sendirian saja." (Halaman 3).

Dalam kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerpenSepasang Sepatu Tua menggunakan sudut pandang orang pertama, sehingga pembaca dapat lebih mudah merasakan emosi, perasaan, serta segala masalah yang terjadi pada tokoh. Pembaca seolah berperan sebagai tokoh "Aku" dan melakukan peristiwa yang terjadi dalam cerita. Sapardi seolah memberi tahu bahwa apa saja yang disayangi, meski tua sekalipun tetap harus dihargai. Perbandingannya sama dengan hubungan manusia, kasih sayang antar manusia tidak akan bisa tergantikan. Oleh karena itu, penting menghargai setiap hubungan, maupun hal-hal di sekitar.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa cerpen Sepasang Sepatu Tuadikemas dengan sangat apik dan memudahkan pembaca merasakan emosi dan perasaan, seperti perasaan sedih, gembira, ragu, kecewa. Perasaan sedih tergambarketika sang istri dan anaknya memerintahkan untuk membuang sepasang sepatu yang sudah usang.Perasaan gembira saat ia melihat sepasang sepatuyang cocok untuk dirinya dan jugawarna sepatu yang menjadi daya tarik kebahagiaan dengan warnamerah kecoklatan sebagai warnakesayangannya. Perasaan bahagiajuga tergambar ketika sepasangsepatu akhirnya dipilih oleh seorang tuan yang juga sangat menjagamereka. 

Perasaan ragu saat menggambarkan bahwa ada keraguan pada cara pembuatan sepasang sepatu itu, sepatu sebelah kanan menegaskan bahwa ia terbuat dari seekor kulit sapi. Namun, sebelah kiri menegaskan bahwa mereka terbuat tidak dari seekor kulit sapi yang sama. Terlihat jelas keraguan/bimbang yang tergambar dalam sepasang sepatu. Dan perasaan kecewa saat sang istri yang mencibir sepatu barunya.

Cerpen ini mencerminkan pandangan banyak pembaca tentang pengalaman membeli sepatu atau barang lainnya. Kebanyakan masyarakat saat ini menilai sebuah barang berdasarkan merek dan harganya. Semakin mahal merek tersebut, maka semakin tinggi pula nilainya. Selain itu, model dan warna juga berpengaruh terhadap kelas sosial seseorang. Apabila sebuah barang tidak sesuai dengan selera kelas sosial tertentu, maka barang itu dianggap tidak berkelas atau jelek.Seperti pada kutipan di bawah ini:

"Sesampainya di rumah, di Jakarta, kata sambutan pertama yang meluncur dari istriku bukanlah "Selamat Datang" atau pelukan atau apa, tetapi komentar ringkas, "Norak amat sepatumu. Dimana kau beli? Yang dulu mana?" Aku hentakkan kakiku ke lantai tiga kali dengan harapan agar sepatuku diam saja tidak usah tersinggung, tetapi kemudian aku sadar bahwa mereka pasti tidak memahami bahasa istriku. Aku tersenyum. Dan istriku akhirnya juga tersenyum, persis peserta konferensi di Amerika tempo hari. Perempuan biasanya mendewakan barang-barang "dari luar" tetapi kali ini istriku malah seperti mengejek. Iri hati? Tapi ia kan mendapat oleh-oleh juga, yang "dari luar"." (Halaman 4).

Dalam cerpen Sepasang Sepatu Tua, selain menggunakan bahasa Indonesia, cerpen ini juga menggunakan rumpun bahasa Roman, yaitu bahasa Prancis. Sapardi menggunakan bahasa Prancis bertujuan untuk memperkuat konteks cerpen ini, yaitu saat sepasang sepatu tua yang meributkan tempat asalnya. Bahasa Prancis yang digunakan yaitu berupa seni suara. Seni suara yang dikutip dalam cerpen ini ialah penggalan lagu kebangsaan negara Perancis.

"... Aku jelas sapi Jerman,kau entah api apa, mungkin sapi Prancis. Allons avant a la partie,  le jour de gloire est arriv...". "Kau jangan menyinggung perasaanku! Lagu kebangsaan tak usah diikut-ikutkan!...". (Halaman 6).

Di akhir cerita, ketika sang istri dan anaknya memerintahkan sepasang sepatu tuanya untuk di buang saja dan akan diganti dengan sepasang sepatu yang lebih baik. Itu memang hanya sepasang sepatu tua, namun baginya sepatu itu sangat berharga karena setiap jejak langkahnya tersimpan di sela-sela telapak sepatu tua itu. Berat sekali rasa tuan itu untuk membuangnya bahkan mengganti dengan yang baru. Bahkan setelah kesedihan itu terjadi, akhirnya sangtuan mendapat kesedihan yang melanda, sebab istri dan anaknya akhirnya membuang sepasang sepatunya di tong sampah. Seperti pada kutipan di bawah ini:

"Tapi hari naas itu tiba juga akhirnya, seperti sudah semestinya demikian. Siang itu, sepulang dari ngajar, kulihat sepatuku tidak ada lagi di rak. Ketika aku mencarinya ke sana ke mari, anakku mendekat dan dengan sangat hati-hati tentu karena takut akan menyinggung perasaanku berkata bahwa ia sudah membelikanku sepatu baru. Bagus kok Pak, sungguh. Meskipun tidak dari luar. Ya, tadi sudah diambil tukang sampah, diangkut di gerobak" tambah istriku "Sepatu baru ini warnanya tidak norak, Pak"." (Halaman 7).

Perasaan sedih yang dialami tuan tersebut semakin dalam, karena istri dan anaknya membuang sepasang sepatu tua kesayangannya yang bahkan tidak dapat dicari kembali di toko manapun. Hal apapunyang disayangi, meski tua sekalipun tetap harus dihargai. Perbandingannya sama dengan hubungan manusia, kasih sayang antar manusia tidak akan bisa tergantikan. Oleh karena itu, penting menghargai setiap hubungan, maupun hal-hal di sekitar.

"Sepatu, istriku, dan aku, kami sama-sama sudah tua." (Halaman 6).

Cerpen Sepasang Sepatu Tua           merupakan salah satu cerita pendek yang terdapat didalam buku Sepasang Sepatu Tua. Cerpen ini mengisahkan sebuah kisah seorang tuan yang sangat menyayangi sepatu yang ia miliki meskipun sepatu itu sudah lusuh dan tidak layak digunakan. Melalui polemik perdebatan dan mempertahankan kesetiaanya pada sepatu tua itu meskipun ia mendapatkan banyak cibiran dari berbagai belah pihak. Cerpen ini mengangkat tema berupa kesetiaan dan pentingnya menghargai dalam hal apa pun.Dalam karya nya ini, Sapardi menggunakan sudut pandang orang pertama, sehingga pembaca dapat lebih mudah merasakan emosi, perasaan, serta segala masalah yang terjadi pada tokoh. Dengan menggunakan gaya bahasa personifikasi, cerpen ini dimuat dengan sangat apik.Cerpen begitu memikat.

             

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun