Perasaan ragu saat menggambarkan bahwa ada keraguan pada cara pembuatan sepasang sepatu itu, sepatu sebelah kanan menegaskan bahwa ia terbuat dari seekor kulit sapi. Namun, sebelah kiri menegaskan bahwa mereka terbuat tidak dari seekor kulit sapi yang sama. Terlihat jelas keraguan/bimbang yang tergambar dalam sepasang sepatu. Dan perasaan kecewa saat sang istri yang mencibir sepatu barunya.
Cerpen ini mencerminkan pandangan banyak pembaca tentang pengalaman membeli sepatu atau barang lainnya. Kebanyakan masyarakat saat ini menilai sebuah barang berdasarkan merek dan harganya. Semakin mahal merek tersebut, maka semakin tinggi pula nilainya. Selain itu, model dan warna juga berpengaruh terhadap kelas sosial seseorang. Apabila sebuah barang tidak sesuai dengan selera kelas sosial tertentu, maka barang itu dianggap tidak berkelas atau jelek.Seperti pada kutipan di bawah ini:
"Sesampainya di rumah, di Jakarta, kata sambutan pertama yang meluncur dari istriku bukanlah "Selamat Datang" atau pelukan atau apa, tetapi komentar ringkas, "Norak amat sepatumu. Dimana kau beli? Yang dulu mana?" Aku hentakkan kakiku ke lantai tiga kali dengan harapan agar sepatuku diam saja tidak usah tersinggung, tetapi kemudian aku sadar bahwa mereka pasti tidak memahami bahasa istriku. Aku tersenyum. Dan istriku akhirnya juga tersenyum, persis peserta konferensi di Amerika tempo hari. Perempuan biasanya mendewakan barang-barang "dari luar" tetapi kali ini istriku malah seperti mengejek. Iri hati? Tapi ia kan mendapat oleh-oleh juga, yang "dari luar"." (Halaman 4).
Dalam cerpen Sepasang Sepatu Tua, selain menggunakan bahasa Indonesia, cerpen ini juga menggunakan rumpun bahasa Roman, yaitu bahasa Prancis. Sapardi menggunakan bahasa Prancis bertujuan untuk memperkuat konteks cerpen ini, yaitu saat sepasang sepatu tua yang meributkan tempat asalnya. Bahasa Prancis yang digunakan yaitu berupa seni suara. Seni suara yang dikutip dalam cerpen ini ialah penggalan lagu kebangsaan negara Perancis.
"... Aku jelas sapi Jerman,kau entah api apa, mungkin sapi Prancis. Allons avant a la partie, Â le jour de gloire est arriv...". "Kau jangan menyinggung perasaanku! Lagu kebangsaan tak usah diikut-ikutkan!...". (Halaman 6).
Di akhir cerita, ketika sang istri dan anaknya memerintahkan sepasang sepatu tuanya untuk di buang saja dan akan diganti dengan sepasang sepatu yang lebih baik. Itu memang hanya sepasang sepatu tua, namun baginya sepatu itu sangat berharga karena setiap jejak langkahnya tersimpan di sela-sela telapak sepatu tua itu. Berat sekali rasa tuan itu untuk membuangnya bahkan mengganti dengan yang baru. Bahkan setelah kesedihan itu terjadi, akhirnya sangtuan mendapat kesedihan yang melanda, sebab istri dan anaknya akhirnya membuang sepasang sepatunya di tong sampah. Seperti pada kutipan di bawah ini:
"Tapi hari naas itu tiba juga akhirnya, seperti sudah semestinya demikian. Siang itu, sepulang dari ngajar, kulihat sepatuku tidak ada lagi di rak. Ketika aku mencarinya ke sana ke mari, anakku mendekat dan dengan sangat hati-hati tentu karena takut akan menyinggung perasaanku berkata bahwa ia sudah membelikanku sepatu baru. Bagus kok Pak, sungguh. Meskipun tidak dari luar. Ya, tadi sudah diambil tukang sampah, diangkut di gerobak" tambah istriku "Sepatu baru ini warnanya tidak norak, Pak"." (Halaman 7).
Perasaan sedih yang dialami tuan tersebut semakin dalam, karena istri dan anaknya membuang sepasang sepatu tua kesayangannya yang bahkan tidak dapat dicari kembali di toko manapun. Hal apapunyang disayangi, meski tua sekalipun tetap harus dihargai. Perbandingannya sama dengan hubungan manusia, kasih sayang antar manusia tidak akan bisa tergantikan. Oleh karena itu, penting menghargai setiap hubungan, maupun hal-hal di sekitar.
"Sepatu, istriku, dan aku, kami sama-sama sudah tua." (Halaman 6).
Cerpen Sepasang Sepatu Tua      merupakan salah satu cerita pendek yang terdapat didalam buku Sepasang Sepatu Tua. Cerpen ini mengisahkan sebuah kisah seorang tuan yang sangat menyayangi sepatu yang ia miliki meskipun sepatu itu sudah lusuh dan tidak layak digunakan. Melalui polemik perdebatan dan mempertahankan kesetiaanya pada sepatu tua itu meskipun ia mendapatkan banyak cibiran dari berbagai belah pihak. Cerpen ini mengangkat tema berupa kesetiaan dan pentingnya menghargai dalam hal apa pun.Dalam karya nya ini, Sapardi menggunakan sudut pandang orang pertama, sehingga pembaca dapat lebih mudah merasakan emosi, perasaan, serta segala masalah yang terjadi pada tokoh. Dengan menggunakan gaya bahasa personifikasi, cerpen ini dimuat dengan sangat apik.Cerpen begitu memikat.
      Â