oleh Liavita Rahmawati, Mohamad Rifan
"Dihari itu, butir-butir Pancasila tercicil dalam sebuah buku, tepatnya 75 tahun yang lalu. Pancasila lahir dengan semangat yang tak redup, 5 pilar digagas skaligus sebagai ide kerangka negara dia termaktub, namun apakah Ia didesain pula dengan semangat untuk bertahan hidup."
Frasa diatas menjadi sindiran mungkin bagi saya sebagai penulis. kegelisahan diri menjawab bahwa Pancasila tidak didesain untuk bertahan hidup mungkin ada benarnya.
Mungkin saja pula, karena dalam kelima butirnya sangat berlawanan dengan kata "silaturrahmi" sehingga kebijakan "Phisical Distancing" menjadi kelakar yang sukar dilaksanakan. Tak heran banyak yang kembali ke kampung halaman tanpa pikir panjang masalah penularan.
Meskipun ya.. tidak dipungkiri Proyek-proyek membumikan Pancasila mulai dari sautan toleransi. hingga tertanam pada sugesti masing-masing pribadi menjadi konsekuensi dari Sebuah Falsafah Negeri. Namun, ditengah Pandemi Pancasila seakan mati tak bisa berdiri.
Pertanyaan lain hadir lagi, apakah Pancasila yang acapkali dilirik oleh jajaran Pemerintah hingga Masyarakat sebagai nilai yang konsisten untuk dijalani?
Mulai dari kegagapan kebijakan hingga kebingungan kondisi ekonomi, Kiranya memaksa Pancasila harus beradaptasi di tengah pandemi.
Dalam pandangan saya, Pancasila digagas dengan jiwa kemanusiaan dan persatuan. Semangat Pancasila didesain sedemikian rupa untuk dapat beradaptasi di segala medan, termasuk pula ditengah krisis kesehatan.
Tak dipungkiri bahwa adaptasi yang dilakukan oleh Pancasila harus diwanti-wanti oleh bangsa. Setidaknya adaptasi tersebut terelakan dalam 4 (empat) sila secara sederhana.
Tidak perlu dibahas bahwa "Ketuhanan Yang Maha Esa" sudah melakukan adaptasinya diawal pandemi. Pembatasan tata cara beribadah agar tidak terikat dari symbol keagamaan merupakan langkah adaptasi dari Sila ini.
Selanjutnya adaptasi yang perlu dilakukan ada pada sila "Kemanusiaan yang Adil dan beradab." Pada dasarnya sila ini juga membahas tentang norma sosial atau perlikau. Tidak perlu kita sanggah bahwa sila ini juga ikut mewarnai kalimat "tidak ingat keluarga maka tak punya adab". Ditengah pandemi, sila ini mungkin ingin beradaptasi, agar menjiwai rakyat untuk membatasi nafsu bermigrasi ditengah polemik pulang kampung dan mudik menjadi relavan untuk dilaksanakan.