Biak, Desember 2017
Pukul sembilan pagi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Biak Kota tidaklah terlalu sibuk, terlihat beberapa pasien dan dokter sedang lalu-lalang dalam komplek rumah sakit yang cukup luas yang tengah berbenah renovasi. Dalam sebuah gedung yang terletak di paling belakang kompleks, seorang dokter tampak sibuk rekam medis pasien di meja utama.Â
Di balik meja, Anda langsung bisa melihat ruangan dengan sepuluh bayi mungil yang tidur berdua-dua pada lima buah unit infant warmer (tempat tidur bayi dengan mesin penghangat di atasnya). Idealnya, satu infant warmer digunakan oleh satu bayi saja, namun hari ini tampaknya sedang overload pasien.Â
Di dalam ruangan ini juga terdapat empat inkubator yang juga penuh terisi. Kesembilan unit ini turut dilengkapi dengan berbagi alat-alat medis penunjang seperi CPAP bubble, ventilator mekanik, pompa untuk infus dan alat fototerapi.
Ruang inilah seorang bayi yang baru lahir (neonatus*) mendapatkan perawatan intensif, ruang ini disebut Ruang NICU (Neonatus Intensive Care Unit), yang merupakan bagian dari Unit Perinatologi.
Sebelum Unit Perinatologi terbentuk, perawatan intensif untuk bayi yang baru lahir digabungkan dengan bangsal anak. Ruangan berisi bayi berusia beberapa hari hingga remaja usia 17 tahun. Sebelum tahun 2011, neonatus yang sakit dirawat bersama di Ruang Anak (usia kurang dari 18 tahun).Â
Sedangkan neonatus yang sehat dirawat digabungkan dengan ibu di ruangan bersalin. Unit Perinatologi, terbentuk sejak 2011 berdiri sendiri, karena mempunyai fungsi yang berbeda dengan perawatan yang berbeda,Â
(*= Selanjutnya akan digunakan istilah 'neonatus' untuk menyebut bayi yang baru lahir kurang dari 28 hari).
Unit Perinatologi merupakan unit pelayanan khusus untuk neonatus dengan penanganan yang berbeda dari bayi normal, antara lain: bayi dengan gangguan pernafasan gawat yang memerlukan alat bantu nafas, neonatus dengan infeksi, bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) dan keadaan lain yang memerlukan monitoring ketat.Â
Tidak lama berselang, dua perawat nampak sibuk. Berbobot 1.200 gram, bayi Putri termasuk bayi dengan kondisi BBLR. Beratnya tidak sampai setengah dari berat badan bayi baru lahir (2.500-4.000 gram).Â
Suster Ruth dan Riani dengan sigap menangani bayi Putri, mereka memasangan alat bantu pernapasan yang selanjutnya dilakukan tindakan sesuai prosedur yaitu memasang infus di kaki, memberikan suntik dan jika perlu memasang selang lambung untuk pemberian asi.Â
Tidak sedramatis apa yang kita bayangkan terjadi di Ruang UGD, tetapi di Unit Perinatologi para perawat tetap melaksanakan tugasnya dengan profesional, sesuai dengan prosedur yang benar dan pastinya dengan penuh cinta kasih.
Bayi Yohanes sudah berada di dalam inkubator selama dua minggu. Setiap jam, perawat terus memonitor kondisi jabang yang lahir dengan bobot 1.215 gram.Â
Suster Mariani dari Tim Nutrisi Laktasi secara telaten memberi susu, mengganti popok, serta memberikan obat-obatan yang diperlukan. Observasi setiap jam terus dilakukan hingga tiga minggu.
Dalam situasi normal, Bayi Yohanes baru bisa pulang ke rumah ketika sudah mencapai berat 1.800 gram dan catatan kondisi lain, seperti: suhu badan stabil tanpa penghangat, sudah bernapas dengan stabil tanpa alat bantu pernapasan dan sudah bisa menghisap tanpa alat bantu selang lambung.Â
Lain lagi dengan penanganan yang dilakukan jika berat bayi di bawah 1.000 gram. Bayi akan tinggal lebih lama sampai sekitar dua bulan, karena biasanya bayi mengalami komplikasi dan membutuhkan penanganan yang lebih serius.Â
.
.
Program Kerjasama Unit Perinatologi RSUD BIAK dengan UNICEF dan Kementerian Kesehatan RI
Biak adalah sebuah pulau yang terletak di Teluk Cendrawasih di sebelah utara Pulau Papua, dengan Biak Kota sebagai kota terbesar di pulau ini. Dahulu nama Biak (v'iak) berasal dari bahasa setempat yang dipakai oleh pendudukan yang tinggal di pesisir pantai untuk menamakan penduduk yang tinggal di pedalaman.Â
Lambat laun Biak menjadi nama untuk penduduk dan daerah Biak. Keseluruhan pulau dengan penduduk 170.000 jiwa ini berpenduduk mayoritas keturunan Melanesia. Penduduk masih terpusat di Biak Kota (100.000 jiwa berdasarkan sensus tahun 2014) sebagai pusat ekonomi, dan juga akses kesehatan.Â
Pembangunan di tanah Papua memang lebih terlambat dari pada propinsi lainnya. Hal ini mengakibatkan kurangnya infrastruktur dan rendahnya kualitas SDM. Begitu juga permasalahan yang dihadapi RSUD Biak yaitu permasalahan yang paralel dengan keterlambatan pembangunan itu: dana yang terbatas dan kekurangan tenaga dokter yang profesional. Â
Digagas bersama oleh UNICEF dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2014, program NICU RSUD Biak bertujuan untuk meningkatkan keterampilan klinis dalam pengelolaan neonatus.
Program ini juga memiliki misi untuk menekan angka kematian neonatus hingga di bawah target nasional Kemenkes: 16 bayi (yang juga bagian dari Millenium Development Goal and Sustainable Development Goal). Unit Perinatologi juga memiliki misi untuk meningkatkan angka kesuksesan ibu menyusui dan imunisasi.
Adalah dr. Windhi Kresnawati yang telah mengabdi untuk program ini di RSUD Biak sejak tahun 2014. Dr. Windhi menceritakan pengalamannya menangani bayi Agung dengan berat badan rendah yang ekstrim, dengan berat hanya 600 gram, bayi yang oleh warga lokal dianggap sebagai kelainan dengan kemungkinan hidup yang hampir nihil.Â
Tetapi berkat dedikasi yang luar biasa dari dr. Windhi dan tim Unit Perinatologi, puluhan bayi seperti bayi Agung kini menjadi saksi nyata keberhasilan program ini.
Suster Dorce 'Kak Oce' Datu sebagai team leader mengepalai empat Sub Unit (Tim) Perinatologi yaitu: Resusitasi Darurat, Nutrisi Laktasi, Pengendalian Infeksi dan Patient Safety. Masing-masing tim memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda, dengan jumlah total 17 perawat.Â
Di kota kecil seperti Biak, higienitas ternyata belumlah menjadi standar kegiatan sehari-hari. Dalam rangka pengendalian infeksi dengan ketat, para perawat tetap harus saling mengingatkan untuk terus menjaga hand hygene dengan mencuci tangan sebelum tindakan (yang sesuai dengan sesuai standar WHO). Terbukti, hal kecil seperti terbiasa cuci tangan dapat menurunkan angka kematian.
Bersahabat dengan Keterbatasan
Secara geografis, penduduk Papua banyak menempati kota-kota pada wilayah pesisir pantai, terpencar di pulau-pulau kecil dan tinggal terisolir di pedalaman yang jauh dari kota dengan transportasi yang sulit. Berbagai kendala timbul akibat tantangan geografis ini.Â
Tetapi seperti yang disinggung di atas, kendala dana menjadi kendala utama dalam pengadaan alat-alat dan berbagai fasilitas di RSUD Biak. Unit Perinatologi merupakan bukti nyata bahwa peningkatan pelayanan dan keseriusan tenaga kesehatan bisa mengatasi problem klasik dana.
Dengan keterbatasan ini, Unit Perinatologi mencoba beberapa cara untuk meningkatkan pelayanan. Sebagai contoh salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan membuat alat CPAP bubble modifikasi secara manual.
Selain keterbatasan fasilitas, keterbatasan kualitas SDM perawat juga menjadi penghambat. Kualitas pelayanan, pengetahuan dan kerjasama tim para perawat harus terus-menerus dijaga dan ditingkatkan.Â
Cara sederhana yang kerap dilakukan Dr. Windhi yaitu bermain kuis internal Unit Perinatologi secara berkala untuk meningkatkan motivasi perawat untuk terus belajar akan bidang Perinatologi.
Langkah-langkah yang nampak sederhana itu, dilakukan secara konsisten, terbukti berhasil meningkatkan performa Unit Perinatologi. Angka kematian neonatus terus menurun dari 32/1.000 (angka kelahiran hidup) pada tahun 2014 menjadi 12/1.000 pada tahun 2017, yang telah melampaui angka target nasional yaitu 15/1.000).
Dengan keberhasilan program Unit Perinatologi di RSUD Biak ini, Kemenkes berinisiatif untuk menjadikan program ini sebagai program percontohan untuk seluruh kawasan di Propinsi Papua Barat dan Papua. Keberhasilan program ini diyakini tidak hanya bergantung pada fasilitas dengan teknologi canggih dan dokter ahli terbaik dari penjuru negeri ini, melainkan justru lebih kepada sikap proaktif para dokter dan perawat untuk terus konsisten belajar dan berbakti.
Wangi cat basah sekilas masih tercium di sepanjang jalan di penjuru kompleks rumah sakit. Kini, penampilan baru RSUD telah terlihat lebih bersih dan fresh. Semoga dengan penampilan baru ini RSUD Biak juga terus meningkatkan kualitas pelayanan dan para perawat. Dan terakhir, dan mungkin yang paling utama, adalah mengajak serta masyarakat Biak untuk hidup sehat, setiap saat. Â (R.)
Teks dan foto oleh: Rifan Oktavianus @rocktavianus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H