"Mak cantik amat!" ucapnya bangga.
"Emak siapa dulu!" sambut perempuan itu sambil tersenyum lebar. Terbayang di matanya, Rojaki perlahan memasukkan selingkar cincin emas belah rotan ke jemarinya. Seorang Titis akhirnya akan melepaskan pekerjaan kotor yang dari dulu ingin dia tinggalkan. Dia tidak mau Ato, bocah kecil itu, merasa malu memiliki emak seperti dia. Emak yang setiap hari memasukkan lelaki beragam ke kamar busuk berlapik tipis. Apa kata orang : emakmu p-e-*-e-k! Bajingan!
"Mak jadi bertemu dengan Bang Rojaki? Asyik, akhirnya Ato punya bapak seperti teman-teman."
Perempuan berkulit hitam manis itu mengecup ubun-ubun Ato. "Doakan Emak ya, Nak!"
Senja itu Titis akan sumringah melebihi biasanya. Kalau sebelumnya ada lelaki yang mendekatinya, lalu berbincang sejenak, lalu masuk rumah, melihat mata kecewa Ato, melunaskan pertarungan di lapik tipis. Tapi senja itu dia akan memperoleh suami yang akan menemaninya mengayuh bahtera rumah tangga. Dia akan mempersembahkan kepada Ato seorang bapak yang tidak akan berganti-ganti. Dia pasti bangga meneriakkan : emakku bukan lagi p-e-*-e-k!
***
Di bawah pohon randu meranggas, Titis menikmati malam yang mulai jatuh. Dia takjub melihat langit, alangkah indahnya. Ke mana saja Titis selama ini sehingga tidak menyadari panorama itu?
Sebentar lagi dia akan memiliki suami. Ya, dia memang sudah sering memilikinya, suami paruh waktu, yang salah seorang kebablasan membubuhkan tanda tangan di rahimnya, lalu lahirlah Ato tanpa seorang bapak. Namun ke manakah lelaki yang dijanjikan itu? Apakah dia tetap pembohong seperti yang sudah? Menelepon pun tidak!
"Hai, cantik amat, Tis!" Seorang lelaki berambut gondrong menyapanya. Titis dapat menebak arti dari kata "cantik amat", pasti dia ada maunya. Pasti lelaki gondrong itu sedang banyak duit.
"Cantik amat? Tapi aku mulai bosan!"
"Bosan kenapa? Di sini mulai banyak nyamuk, lho!"