Meraih sebotol minuman bersoda di kulkas. Mungkin dia bisa menenangkan pikiran yang sedang kacau. Ketika mendengar suara besi jatuh, aku baru sadar ada Sonya duduk di dekat meja makan. Dia sedang mengupas mangga. Aku mencoba tersenyum meski mungkin ibarat seringaian. Mungkinkah dia mengetahui apa yang kupikirkan?Â
Aku bergegas menuju kamar mandi. Begitu saja terpaku di depan cermin. Begitu saja teringat sesuatu. Ya, aku tahu contoh bibir siapa yang ada di lemari itu. Ya, itu benar-benar contoh bibirku.
Aku mulai was-was. Aku teringat buku harianku tiba-tiba ada yang mengeluarkannya dari laci meja kerja. Aku teringat ada satu lembar kertasnya yang terlipat. Aku teringat pernah menuliskan obsesiku ingin memiliki bibir Poppy. Aku teringat pisau dapur yang terjatuh dari tangan Sonya. Aku teringat..., mati aku!Â
Apakah istriku itu akan berbuat macam-macam? Ya, pasti dia hanya ingin berbuat satu macam, yakni mengerat bibir bawahku yang hobi jajan.
Aku menjadi lebih sering diam. Saat duduk di teras sambil menikmati senja, aku hanya mematung, membiarkan Sonya bercerita panjang-lebar. Saat di meja makan, dan dia berhasil memasak gulai kesukaanku, aku hanya membisu, membebaskannya menyendukkan gulai daun ubi tumbuk ke pingganku. Dan ketika menuju peraduan, rasa was-wasku memuncak. Aku hapal gelagat istriku pastilah menginginkan sesuatu. Atau sesuatu yang lain? Mungkin saja dia sudah meletakkan sebilah pisau di bawah bantal.
Meski aku mencoba tetap terjaga, akhirnya aku terlena. Aku sekonyong tersentak karena ada benda dingin menyentuh bibirku. Saat membuka mata, Sonya sudah menindihku. Wajahnya menjelma hantu yang paling menakutkan sejagat.
***
"Dan aku tersentak. Ternyata cuma mimpi. Tapi seperti kenyataan dan selalu berulang setiap malam selama seminggu ini," ucap lelaki itu  sambil meraup rambut. Wajahnya tampak kuyu.
Oh, ya, sebelum lupa, saya ingin memperkenalkan lelaki itu. Dia Donal, lelaki yang menempati rumah nomor 03 di Lorong Rona. Dia lelaki tampan, tinggi 175 cm, berkacamata minus, beristrikan perempuan cantik yang tak pernah neko-neko.Â
Sayang sekali dia itu kumbang jalang. Meski sudah memiliki bunga di jambangan, namun masih suka hinggap di bunga sembarang.
"Kau sih yang salah," ucap saya kesal. "Sudah tahu musim wabah, bibirmu masih suka jajan."
"Berarti kalau wabah sudah lewat, aku boleh jajan lagi, kan?" Donal tetap saja bajingan.