Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Aku Kehilangan Napasmu Sebelum Hari Genapkan Ceria, Bumi Ini Amat Menginginkanmu, Rin

25 Februari 2020   11:02 Diperbarui: 25 Februari 2020   15:53 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang tertinggal pada jejak liar
pertemanan  dalam sulur instalasi
kau seakan buncahan  kata-kata bunga
dalam balutan magis media kau raut semangat
seakan tak ada luka, hujan hanya merayu
ketika kau dekat gigil itu menghangat
di pintu lupa aku alpa membaca
setiap yang tersirat dari kata, kau simpan apik di balik
tawa

Setelah kepergianmu, Rin
aku melihat luka itu melata
kau mungkin kesal dengan hidup yang kau jalani
larut dalam bau obat
bau suntik dan belitan selang saling-silang
akankah kau hidup lebih lama
atau lama hidup dalam derita
aku membayangkanmu meratapi dinding rumah sakit
mesin-mesin yang merawat cara hidup
syair batu yang tak mungkin kau lupa
menghitung detik demi detik hingga detak berhenti gerak
kau meninggalkan peta kenangan dari lusinan kalimat membunuhku

Ada yang tertinggal, tercecer di bilik rasa, Rin
izinkan aku melariknya dalam lirik yang mericik
seperti hujan air mata puas memamah gugur kamboja
sebuah keniscayaaan dari buah kepasrahan
kata-kata terakhirmu sebelum pamit;

Aku pernah kehilangan, beberapa kali. Kemudian tumbang, setumbang-tumbangnya. Sejarak setahun bukan waktu yang lama untuk kembali berkisah indah.

Tidakkah kau tau, sebuah kehilangan panjang itu membuat aku banyak berpikir, bahwa dunia ini tercipta bukan hanya untukku?

Sebab seluruh raga ini hanya terdiri dari banyaknya pil-pil, pembentuk aku masih bernapas dan menciptakan lagi hal baru kepada dunia, namun tidak menemukan arti disebalik napas yang kumiliki.

Semuanya ini adalah sebuah ketiadaan yang terlampau fatamorgana, membuat cairan bening singgahi hari-hariku yang terasa begitu pahit untuk kuhidangkan bersama pagi yang menyapa dengan segala panoramanya.

Sempat melepaskan bait kegagalan, "bumi, aku tidak ingin hidup!" namun kau datang membentuk sebuah doa-doa panjang, yang mana akhirnya kutumpahkan kembali semua doa-doa di atas sujudku yang paling damai, demi permintaan untuk berjuang dan memenuhi panggilan cinta.

"Ya aku mencintaimu dari sudut kegagalan ini."
by : Erin

Izinkan aku melabuhkan doa di pusara
dermaga kehidupan tak lagi membaca
tapi aku tetap mengingat pertinggalmu
titik-titik usia yang pernah singgah
sebelum kabut menutupmu, Adel, Delia, Erin
menutup buku

Ujung pasrah, 25022020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun