di kafe malam itu
perempuan mengapit rindu dalam secangkir latte
ranum matanya memaku hujan turun pelan
harapnya lelaki itu hadir menyibak tirai
hujan mengulur perjumpaan ketika rinai betah
mengecup kening merengkuh bahu
memeluk harapan tentang nyala jingga
aku akan menikahimu  sebelum luruh usia
meninggalkan pada
kau mungkin sedang bermimpi
seperti para pemimpi yang terkurung sepi
melolong dalam bingar, Â beku gairah sungsang kelu
virus itu meluluh kota
tak ada yang menyemai kata di sini
nyawa satu-satu melayang
belum usia hangat berdenyar
dia tak akan kembali
lengkung tanah kini mengapit
mata itu berharap, bertahanlah untukku
untuk benih yang kutitip di janin, dari bibit air mata
di kafe malam itu
kau sendiri dalam ruang tanpa penghuni
menyeruput pekat kafein mengajak terbangun
semoga ini hanya mimpi berharap segera berlalu
tapi kau lihat hujan itu nyata
tanganmu bergetar meninggalkan jaga
tak ada orang yang berteriak
ketika hujan mengaminkan usia menyusulnya
orang-orang kehilangan
rindu merawa kota yang telah beku
diam
setelah
nyawa
Plg, 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H