Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Keluarga Kelinci

25 November 2019   12:38 Diperbarui: 25 November 2019   12:56 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

Sebelum cerita kulanjutkan, baiklah aku katakan sekelimut kisah kami. Namaku Amel, sedangkan dia adalah saudara kembarku, Asop. Saat berusia lima tahun, kami dipisahkan Om Santo, kenalan Ayah, yang belum memiliki anak, meski sudah menikah selama lima belas tahun.

Singkat cerita, Ayah merelakan Asop menjadi anak angkat Om Santo. Ayah sengaja tak menawarkan aku, karena dalam keluarga kelinci kami, akulah satu-satunya yang kelak akan diserahkan tahta dapur. Konon saudaraku cap lonceng semua. Jujur,  sampai sekarang aku masih lebih senang bermain sepak bola ketimbang memasak.

Nah, ide gila ini yang memaksaku nekad mengajak Asop bekerjasama. Aku ingin sesekali terbebas dari kutukan keluarga kelinci. Hmm, bayangkan bagaimana asyiknya tinggal di keluarga kaya. Aku akan memiliki kamar sendiri tanpa musuh. Kamar mandi ada dua. Satu milik bakal Ayah dan Ibu, karena mereka mungkin lebih sering mandi bersama.

Aku seringkali memergoki orangtuaku berdua di kamar mandi. Ayah menahan tawa  melihat wajahku yang memelas menahan pup, sekaligus menutupi rasa kikuknya. Sementara Ibu tersipu, melanjutkan cuciannya yang nanggung.

Kamar satunya pastilah untuk bakal putri yang cantik. Eh, salah. Maksudku bakal putra tertampan. Bukankah aku sekarang menjelma Asop? Beruntung sekali dadaku belum tumbuh, hingga penyamaran ini lebih mudah dikerjakan.

"Tapi kau janji bahwa ini hanya sebulan, kan? Aku tak ingin berbohong terus-terusan. Berbohong itu dosa, tahu!" Asop protes. Aku tertawa, karena Asop ternyata lebih cantik ketika menjadi diriku.

"Pokoknya setiap  pulang sekolah kita bertemu untuk menceritakan yang kita alami. Setuju?" Aku menyalaminya. Asop agak ragu-ragu mengangguk. Uhuuuy!

***

Apa yang kubayangkan menjadi kenyataan. Awalnya sih Om Santo dan Tante agak curiga ketika melihat ada yang berbeda dari anak angkatnya. Berhubung aku tak hanya jago silat, sekaligus silat lidah, maka mereka mempercayai kalau aku adalah Asop. Mulailah drama mengasyikkan kualami. 

Wangi semerbak makanan menyambut di ruang makan. Agar mereka tak bertanya macam-macam, aku lebih dulu menjelaskan bahwa aku ada ekstra kurikuler. Jadi, aku pulang terlambat.

Aku ingin menjerit ketika melihat gurami asam manis begitu menggoda. Aku teringat di keluarga kelinci, paling tidak sekali seminggu, ikan menjadi menu makan kami. Ikan yang paling kecil dan miskin kataku. Tepat sekali bila kau sudah menebak menu itu  adalah ikan teri sambal yang kerasnya sama dengan batang korek api.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun