Asop juga bingung bisa mengoperasikan laptop. Berkas-berkas laporan cepat dia kerjakan. Berapa banyak angka-angka yang tidak masuk akal berhasil dia selipkan. Angka-angka yang semula sedikit, bisa diubahnya menjelma sangat besar. Dan dia tersenyum riang.
Dari hari ke hari dia merasa lebih kaya. Dia mulai sering bertamu orang-orang aneh. Lelaki-lelaki berdasi dan perempuan memakai blazer. Hanya dari telapak kaki sampai ujung leher mereka yang berwujud manusia. Tapi kepalanya tikus. Mendecit-decit mulut mereka. Juga Asop.Â
Dari loteng itu ratusan tikus masuk. Berpesta pora. Berdansa-dansi. Begitulah yang terjadi. Para tikus di seluruh kota berbondong-bondong tinggal di gedung itu. Bahkan di dalam komputer dan lemari brankas. Dari tikus got, tikus rumah, tikus angin, tikus sawah, hingga cecurut.Â
Bertambah seratus demi seratus tikus. Bertambah seribu demi seribu tikus. Malahan lebih satu juta. Hingga kerajaan tikus itu tiba-tiba goyah. Retak-retak dindingnya. Sebagian dinding menjadi bongkahan dan jatuh ke atas tanah.
Media mengaum memberitakan ini. Orang di seluruh kantor itu dijebloskan polisi ke penjara. Mereka didakwa lebih suka memelihara tikus ketimbang manusia. Hingga gedung itu pun dirubuhkan, agar orang melupakan sejarah orang-orang berotak tikus yang menggerogoti kota.Â
Tapi ada tiang pancang yang tetap kokoh berdiri. Dia berbentuk tikus yang sedang berdiri. Orang-orang kemudian sering memahatnya beberapa bagian, dan serpihan hasil pahatan dijadikan isim. Itulah yang sampai sekarang  yang dipergunakan mereka untuk menipu dunia. Maka jangan heran bila sekarang ada orang yang bisa memakan jalan tol, juga besi-besi jembatan dan behel gedung bertingkat tinggi.
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H