Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sederhana yang Dirindukan

9 November 2019   13:26 Diperbarui: 9 November 2019   13:31 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau terkadang merasa bodoh karena salah memilih istri. Seorang perempuan yang sangat mengerti bagaimana mengelola dapur dan meja makan. Tapi sangat tidak faham bagaimana menyenangkan suami di kasur. Apalagi urusan mengurus badan agar tak mirip ondel-ondel dan berbau masam.

Dia juga gagap bergaul. Tak bisa dikedepankan. Di kalangan istri pejabat, dia hanya sebagai pelengkap penderita. Dia seringkali dianggap orang pembantu rumah tanggamu. 

Mustahil seorang pejabat tajir lagi gagah, lagi  tampan, memiliki istri tak berkelas begitu. Sementara bukan hanya rekan bisnis, bahkan anak buahmu, rata-rata memiliki istri yang menarik dan memikat. Tak jarang kau ingin  memiliki salah seorang di antara istri mereka. Ini sangat gila!

Sekali waktu terbit pikiran nakalmu bagaimana seandainya menambah istri. Kau telah memiliki seseorang yang faham urusan dapur dan meja makan. Seseorang lagi sangat lihay urusan kasur, pun sangat bisa dikedepankan. Tapi buru-buru kau hapus pikiran nakal itu. Kau tahu betul kondisi mendiang ayahmu yang memiliki istri dua. 

Kau teramat sering mendengar keluhan ibumu karena sang ayah lebih senang dan sering bersama istri mudanya yang cantik dan sintal,  ketimbang dengan seorang istri  kendor yang sering keluar masuk bengkel, yaitu ibumu.

"Ma, bagaimana sesekali kau pergi ke salon. Ya, sekedar refreshing," katamu suatu malam ketika berada di peraduan setelah melakukannya. Melakukan dengan rasa hambar, dan kau terpaksa  sebab kewajiban suami menafkahi batin istri.

Sebenarnya kata refreshing itu hanya penghalus. Kau  ingin mengatakan istrimu tak bisa merawat badan, apalagi mau dibilang cantik. Tapi dia kepala batu. Baginya pergi ke salon tak lebih membuang-buang uang. Kalau pun ada uang kalian berlebih, bukankan lebih baik diberikan kepada orang miskin agar ada pertinggal untuk akhirat?

Kau sekali lagi tak habis pikir mengapa memiliki istri seperti dia. Imbasnya kau mulai sering menerima ajakan rekan bisnis pergi ke bar, hanya untuk melihat para maskot bermain di atas catwalk. Kendati begitu, kau selalu menolak untuk berbuat lebih jauh  kecuali sekadar minum minuman keras dan tertawa haha hihi. 

Bukan kau tak ingin. Kau sangat ingin, tapi takut akan bernasib sama seperti kawanmu yang mati muda karena virus HIV.

Pada malam ini, tetiba kau harus bersikap manis terhadap istrimu. Ayah mertua sedang bertamu. Menginap di rumahmu sehari dua. Saat kalian sedang menonton televisi usai makan, ayah mertua mengatakan kau sangat pintar memilih istri. Pintar memilih istri? Heh, bukankah karena istrimu anak kandungnya? Tentu saja itu wajar sekali.

Ayah mertua mengatakan, pertama karena istrimu sangat lihay memasak. Kalau tidak ingat usia, mungkin si tua itu akan nambah nasi tiga piring. Ya, ya. Dia memang benar. Istrimu sukses besar---dengan kelihayannya memasak---membuat perutmu membuncit. Kau terpaksa gonta-ganti celana sebab banyak yang sempit.

Kau bagai congekan karena si ayah mertua terus-terusan memuji anaknya. Selain istrimu lihay memasak, dia juga bisa mengurus anak. Bukankah sekarang mereka sedang belajar? Mereka juga penurut, tidak pernah membantah orangtua. Selain itu mereka selalu rangking di sekolahnya. Sementara cucu si ayah mertua yang lain bukan main durhakanya kepada orangtua. Hari-hari mereka selalu disibukkan game online. Alhasil urusan sekolah mereka jeblok.

Andai lelaki tua itu tidak cepat minggat dari rumahmu, mungkin kepalamu bisa pecah. Bullshit untuk setiap ucapannya! 

Sekiranya istrimu pembangkang, kau sudah punya senjata untuk mence... Ah, jangan sampai. Itu terlalu kejam. Pilihan terbaik adalah menghadiahinya madu.

Kau tersenyum nakal. Kau selalu teringat seorang penjual pecel yang tubuhnya rata-rata maju---kecuali giginya---pun pikirannya sangat maju urusan cinta, membuatmu kesengsem. Apakah dia berhasil mengulek hatimu? Atau, ya aku tahu, kau tergoda pada goyangannya saat menyiapkan pecel pesananmu.

Tapi kau amat terkejut ketika Ruhum mengundangmu ke suatu club malam. Lebih terkejut lagi ketika melihat wajahnya yang kusut. Dia sangat kacau. 

Setahu kamu proyek-proyeknya belakangan ini selalu berhasil. Pundi-pundi hartanya di berbagai bank selalu meningkat setiap waktu. Lalu apa yang membuatnya gundah? Dia juga memiliki istri modis yang berhasil merawat kecantikannya. Istri yang nyaris sempurna.  Lalu apa yang membuatnya kacau?

Kau coba mengorek  rahasia yang dia sembunyikan. Namun ketimbang mengungkapkan rahasia kegundahan itu, dia malahan menyuruh kamu duduk.

"Siapa nama istrimu?" Dia bertanya serius. Kau setengah heran menyebutkan nama istrimu. "Ya, Ratmi. Nama yang katamu kampungan. Nama yang mengutuk istrimu sehingga hanya faham dapur dan meja makan."

Kau tersenyum. Mengira Ruhum hanya bercanda. Namun tatapannya serius. Dia mengucapkan selamat kepadamu. Untuk apa, ya?

"Beruntunglah kau memiliki istri yang nyaris sempurna. Tidak seperti istriku," lanjutnya.

"Istrimu yang super cantik itu? Ah, kau mengada-ada, Um."

Entah kenapa dia tetiba memelukmu sambil sesunggukan. Istrinya yang cantik dan dibanggakannya ke mana-mana itu, ternyata hanya cantik di luar, berulat di dalam. 

Dia mempercayai kesetiaan istrinya seratus persen. Padahal selangkah saja dia meninggalkan rumah, dia telah kehilangan marwah seorang istri. Tadi malam saat pulang dari luar kota, dia menemukan istrinya tengah bergelut dengan seorang lelaki.

"Aku sangat tak percaya dia tega melakukan itu, setelah apa yang kulakukan selama ini. Dan tambah tak percaya, dia malahan menganggap apa yang diperbuatnya biasa-biasa saja." Ruhum menyeka air matanya.

Hampir tiga jam kalian berbincang. Kau memutuskan pulang ke rumah. Ruhum mengajuk turut serta. Kalian sampai di rumahmu sekitar pukul satu dini hari. Setiap Sabtu malam, kemacetan di kotamu semakin gila-gilaan.

Ruhum terkejut melihat Ratmi dengan mata mengantuk langsung menyambut dengan dua gelas  susu hangat. Setengah jam kemudian Ratmi mengatakan masakan sudah dihangatkan. Lalu dia kembali tidur.

Kau dan Ruhum makan dengan lahap. Nasi di baskom hampir tandas. Ruhum bersendawa. Dia berbisik mengatakan kau harus hati-hati.

"Hati-hati kenapa?" Kau tertawa sumbang.

"Hati-hati kalau istrimu kugaet. Baru sekali ini setelah menikah, aku makan dengan sangat lahap," canda Ruhum. Wajah kusutnya seakan sirna.

Meskipun kawanmu itu hanya bercanda, tetiba kau menjadi risau. Kau mulai berkomitmen menjaga Ratmi dengan sepenuh cintamu. Kau baru merasa mendapat anugerah dari Tuhan, istri yang cantik luar dalam. Sungguh, kau sangat terlambat bersyukur. Tapi dari pada tidak pernah bersyukur, tentu lebih baik terlambat.

0h, ya.  Sebelum saya lupa, saya ingin mengucapkan selamat atas kelahiran anak kalian yang ketiga. Tunggu hadiah dariku. Ini rahasia lho.

Asia, 091119

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun