Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cara Terbaik untuk Hidup

3 November 2019   09:32 Diperbarui: 9 Desember 2019   11:52 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimitri itu orang yang perfeksionis. Setelah ditinggal mati istrinya, dia menjadi lelaki apatis. Hilang sudah pamor mengagumkan seorang pengusaha kelas kakap penguasa jagat kota. Hilang pula sebagian sifat perfeksionisnya, menjadi tikus got paling got sedunia.

Sisirannya selalu rata dan licin. Tapi itu dulu. Pun lipatan bajunya barangkali lebih tajam dari mata silet. Kau bisa saja terluka bila bersinggungan dengan lengan baju itu. Karena kasus lipatan baju, tercatat sembilan buruh cuci dipecat dalam kurun waktu lima tahun. Lagi-lagi itu kisah lama.

Sekarang, meski tinggal di rumah besar, dia memilih menetap di loteng berukuran tiga kali tiga meter. Dia ingin meresapi suasana alam kubur. Pasti begitu sepi dan dingin.

Dia  sangat menikmatinya. Seperti menikmati tumpukan baju kotor  nan  bau. Seperti terbiasa dengan tumpahan minuman keras dan kopi yang menjadi kerak di lantai.

Dia berganti pakaian sekali tiga hari. Kemudian terbiar begitu saja di gantungan belakang pintu, berhimpitan dengan  celana dalam jorok, seperti seratus tahun belum dicuci.

Keterpurukan Dimitri bermula---seperti yang sudah saya katakan sebelum ini---setelah kematian istrinya. Dia tambah terpuruk kala seorang demi seorang pembantunya minggat. 

Maka ketika hanya dia dan Dorothe yang tinggal  di rumah besar itu, Dimitri memutuskan pindah ke loteng. Kucing hitam itu, sialnya, mati dilindas truk sampah.

Mereka terbiasa seakan bercerita, hingga Dimitri tetap merasa dibutuhkan di dunia fana ini. Kerap mereka berdiam di balkon sambil menikmati senja jatuh. Ada beberapa merpati yang pulang ke kandang. 

Saat itu Dimitri mengoleskan selai kacang ke sela roti. Sepotong dia berikan kepada Dorothea. Sepotong lagi dia lemparkan ke bawah, supaya burung merpati singgah. Sedangkan dia kembali menceracau sambil meminum yoghurt yang selalu dia selipkan di pinggang.

Haruskah sekarang dia berbicara dengan cermin? Tidak! Dia bukan kakek sihir yang setia berkata, "Wahai cermin ajaib, siapakah lelaki tertampan di dunia ini?"

Dia juga tidak ingin dicap gila, meski kesendirian lebih dekat dengan gila. Ketimbang gila---itu sangat memalukan--Dimitri lebih memilih bunuh diri. Tentu dengan cara perfesionis yang tidak meninggalkan jejak sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun