Oleh: Rifal Yoga Pratama, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Selasa, 5 Juli 2022
__________
Harapan Indonesia pasca pandemi tentu menginginkan agar perekonomian kembali pulih. Pemerintah turut percaya diri jika peluang itu dapat menjadi akseptabilitas bagi masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS), juga melihat kondisi pemulihan ekonomi Indonesia saat ini termasuk dalam kategori cukup kuat (dilansir oleh FEB UB, Optimisme Menjaga Peluang 2022)
Namun data tersebut belum tentu 100% optimis dapat dirasakan oleh sejumlah calon entrepreneur muda saat ini. Apalagi dampak pasca pandemi menjadikan modal tabungan semakin cupet dan pas-pasan. Ibaratnya mau berkarya tapi masih mikir.
Mungkin banyak diantara kaula muda generasi Y (milenial) atau generasi Z yang ingin mencoba peruntungan menjadi seorang entrepreneur pasca pandemi.Â
tercatat banyak usaha-usah baru sebelum pandemi, seperti minuman kekinian Boba, coffee shop makanan Korea, dan jenis kuliner kekinian lainnya yang mayoritas dipelopori entrepreneur muda/milenial. Namun tidak sedikit pula yang merugi dan bangkrut, sesaat maupun sesudah pandemi.
Setelah digempur pandemi, tak sedikit kaula muda ini yang memiliki keinginan mencoba usaha baru, namun masih mikir apakah optimis bakal langgeng rintisannya, ataukah tenggelam karena hype sementara.Â
Kemudian ada pertanyaan sentimen yang mengganggu fikiran, mengenai pedagang sembako dan kebutuhan pokok mengalami kestabilan dan juga pedagang mie ayam, bakso, sate dan jenis-jenis kuliner konvensional lainnya masih tetap awet dan eksis hingga saat ini.
Gaya dan cara berfikir tersebut menandakan bahwa kaula muda kini sudah mulai kritis. Dibenak mereka mempertanyakan, apakah startup harusnya membuat gebrakan dengan gaya konvensional? Ataukah tetap membuat inovasi baru / kontemporer?