Mohon tunggu...
rifal yoga
rifal yoga Mohon Tunggu... Wiraswasta - Panggil saya nopal

Setiap orang suci memiliki masa lalu, dan setiap pendosa memiliki masa depan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Pertanyaan yang Mengganggu Calon Entrepreneur Muda Pasca Pandemi, Konsep Bisnis Kontemporer vs Konvensional

5 Juli 2022   20:53 Diperbarui: 5 Juli 2022   21:00 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Oleh: Rifal Yoga Pratama, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Selasa, 5 Juli 2022

__________

Harapan Indonesia pasca pandemi tentu menginginkan agar perekonomian kembali pulih. Pemerintah turut percaya diri jika peluang itu dapat menjadi akseptabilitas bagi masyarakat.

Badan Pusat Statistik (BPS), juga melihat kondisi pemulihan ekonomi Indonesia saat ini termasuk dalam kategori cukup kuat (dilansir oleh FEB UB, Optimisme Menjaga Peluang 2022)

Namun data tersebut belum tentu 100% optimis dapat dirasakan oleh sejumlah calon entrepreneur muda saat ini. Apalagi dampak pasca pandemi menjadikan modal tabungan semakin cupet dan pas-pasan. Ibaratnya mau berkarya tapi masih mikir.

Mungkin banyak diantara kaula muda generasi Y (milenial) atau generasi Z yang ingin mencoba peruntungan menjadi seorang entrepreneur pasca pandemi. 

tercatat banyak usaha-usah baru sebelum pandemi, seperti minuman kekinian Boba, coffee shop makanan Korea, dan jenis kuliner kekinian lainnya yang mayoritas dipelopori entrepreneur muda/milenial. Namun tidak sedikit pula yang merugi dan bangkrut, sesaat maupun sesudah pandemi.

Setelah digempur pandemi, tak sedikit kaula muda ini yang memiliki keinginan mencoba usaha baru, namun masih mikir apakah optimis bakal langgeng rintisannya, ataukah tenggelam karena hype sementara. 

Kemudian ada pertanyaan sentimen yang mengganggu fikiran, mengenai pedagang sembako dan kebutuhan pokok mengalami kestabilan dan juga pedagang mie ayam, bakso, sate dan jenis-jenis kuliner konvensional lainnya masih tetap awet dan eksis hingga saat ini.

Gaya dan cara berfikir tersebut menandakan bahwa kaula muda kini sudah mulai kritis. Dibenak mereka mempertanyakan, apakah startup harusnya membuat gebrakan dengan gaya konvensional? Ataukah tetap membuat inovasi baru / kontemporer?

Dengan sikap kritis tersebut sangat menarik jika dipahami lebih dalam. Tidak hanya modal semangat dan ambisi. Alih-alih ingin membuka bisnis kekinian namun takut jika bangkrut, beresiko atau mandeg ditengah jalan. Kita menyadari bahwa pandemi tempo hari memiliki traumatis tersendiri bagi entrepreneur muda. Ekspetasinya dalam membangun usaha kekinian bagi mereka adalah keren, beda daripada yang lain, dan estetis dimata masyarakat.

Maka sebelum menganalisa lebih jauh, sebagai calon entrepreneur muda sesekali harus melihat dari sisi realistis ketimbang idealis. Karena untuk membangun kantong yang tebal perlu backup dana, entah dari investor ataupun orang terdekat kita. Tentunya kita tidak ingin merugikan banyak pihak.

Model bisnis start up dengan gaya atau desain konvensional menurut saya lebih tepat jika pertimbangannya karena resiko.

Membuat kesan atau nuansa sederhana dalam bisnis bukan berarti menghambat idealisme kita.

Jika kita Ingin membangun brand baru dengan konsep konvensional itu lebih baik dan tidak beresiko kenapa kita tidak mencoba? misal ingin membuat brand baru dengan merk "Mie Ayam Pak Tarno" dengan konsep biasa-biasa saja, lebih awet dan berpotensi menghasilkan uang.

Ataukah masih terobsesi dengan konsep kekinian/kontemporer dengan merk "Mie Ngaconan" karena merasa sedikit kompetitor, atau dengan konsep desain interiornya yg lebih kece misalnya.

Justru tantangannya ialah menggugat fikiran-fikiran kritis tersebut yang kadang menjamur karena tak kunjung terimplementasi pasca pandemi.

Kondisi ini perlu diarahkan dan digiatkan oleh tokoh-tokoh UMKM. Agar calon entrepreneur muda tidak hanya melihat peluang dari sisi kontemporernya. Tapi juga melihat dari sisi konvensionalnya; kebutuhan dan juga keawetan.

Terlepas dari strategi bisnis, kembali lagi yang menjadi pertimbangan apakah tetap menjaga idealisme atau bersikap realistis? Ingin melihat potensi cuan atau ingin dianggap keren tapi beresiko?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun