Solidaritas Sosial:
Kedua kebiasaan puasa ini mendorong solidaritas sosial. Mereka yang beragama Islam berpuasa bersama dan sering mengadakan buka puasa bersama, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani pada hari Paskah. Proses puasa ini menciptakan hubungan antarumat beragama. Tradisi toleransi di Kabupaten Lembata adalah Berbuka Puasa Bersama. Tradisi ini tidak saja berlaku bagi umat Islam, namun umat Nasrani dalam satu perkampungan, hubungan sosial ini sudah terjadi sejak lama. Di beberkan salah seorang tokoh Nasrani bahwa bahwa tradidi berbuka puasa bersama bukan hal yang baru di sini, karena saudara-saudara saya pun ada yang beragama Islam (Watan) dan kebetulan saya beragama Nasrani. Kita saling memberi, bertukar makanan seperti umbi-umbian dan sayur-sayuran dari kami yang beragama Nasrani (Kiwan) dan saudara-saudara kami Islam memberikan kami ikan, garam dll. Begitulah cara kami saling menghargai, toh begitu persoalan keyakinan kami berjalan sesuai keyakinan masing-masing.
Pengendalian Diri:
Puasa melatih kemampuan individu untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu. Ini tentunya berdampak positif pada kehidupan sosial. Individu yang mampu mengendalikan diri akan lebih bisa menjaga ketertiban dan harmoni sosial. Oleh karena itu, puasa menjadi alat pengendalian diri yang menuntut seseorang untuk mengontrol dirinya untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan. Semua yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa puasa bukan hanya sebuah ibadah yang mengharuskan seseorang untuk menahan keinginan, dahaga, dan lapar atau sesuatu yang dapat membatalkan puasa
Transformasi Sosial:
Puasa dapat menjadi sarana transformasi sosial. Melalui pengalaman menahan lapar dan dahaga, individu diharapkan menjadi lebih peka terhadap kondisi sosial di sekitarnya. Â Mereka terdorong untuk berbagi dan peduli kepada sesama yang kurang mampu. Puasa membawa perubahan sosial dan spiritual yang tidak dapat diukur. Umat tidak hanya diajarkan untuk lebih dekat kepada Allah melalui ibadah dan doa, tetapi juga belajar untuk berbagi dan mengasihi sesama, terutama mereka yang kurang mampu.
Dengan memaksimalkan pengamalan berpuasa, kita dapat menunjukkan rasa syukur kita atas nikmat-Nya dengan berpuasa. Kita juga harus menjadikan puasa sebagai cara untuk mencapai ketakwaan yang termanifestasi dalam akhlak dan amal kita dengan menjadikan agama yang kita yakini sebagai satu-satunya petunjuk bagi kehidupan manusia. Jika tidak, kita tidak akan dapat memanfaatkan dan mensyukuri nikmat-Nya.
Reproduksi Makna Religius:
Kedua tradisi puasa ini mereproduksi makna religius dalam masyarakat. Â Praktik puasa diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga nilai-nilai agama tetap terpelihara. Puasa adalah salah satu simbol agama yang sering disalah artikan. Imam Al-Ghazali memberikan beberapa penjelasan tentang hal ini, yang membantu kita mendapatkan keutamaan puasa seutuhnya. Salah satu peringatan pertama yang beliau berikan adalah agar kita tidak membatasi jumlah puasa kita kerjakan, justru yang terjadi kita akan kehilangan kesempatan untuk memperindah masa depan akhirat dengan berbagai hal sunah, termasuk puasa sunah, jika kita memahami ini.
Jika seseorang berhasil mengontrol nafsunya setelah berpuasa terutama dalam Ramadhan (Islam) dan Prapaskah (Nasrani) dan seterusnya, dia benar-benar beruntung karena telah dekat dengan derajat takwa, tujuan dari puasa itu sendiri.
Perbandingan Ramadhan dan Puasa Prapaskah