Mohon tunggu...
Rifa Aulia Fahreza
Rifa Aulia Fahreza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa HI UPN "Veteran" Yogyakarta

Hello!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keterlibatan Indonesia dalam COP-27 Sebagai Implementasi Diplomasi Konferensi

15 Juni 2023   22:27 Diperbarui: 17 Juni 2023   20:08 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia saat ini dihadapkan pada perubahan iklim sebagai ancaman yang serius dan kompleks. Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan iklim telah berubah secara pesat sebagai keadaan darurat dan merupakan ancaman global yang membahayakan umat manusia. Suhu global yang diperkirakan naik sebanyak 2,7 derajat Celcius menjadi sebab adanya bencana alam dan kerusakan bumi. Gentingnya keadaan ini mendorong negara-negara di dunia untuk mengatasi isu perubahan iklim dengan melakukan kerja sama, salah satunya keterlibatan Indonesia dalam Conference of the Parties (COP) 27 yang diselenggarakan oleh United Nation Climate Change Conference (UNFCCC). 

Agenda tahunan tersebut dilaksanakan di Sharm el-Sheukh, Mesir pada 6 sampai dengan 18 November 2022. Sebelum diadakannya COP-27, terdapat dua laporan yang diterbitkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antar Pemerintah Tentang Perubahan Iklim. 

Laporan tersebut berisi tentang krisis iklim yang semakin meningkat, sehingga bisa menjadi bahaya besar bagi komunitas, pekerja, kehidupan, sampai budaya yang ada di muka bumi. Berikutnya, laporan mengenai perubahan iklim besar-besaran yang merupakan hal baru dan akan muncul secara cepat serta memberi dampak lebih parah. Bersamaan dengan laporan yang diterbitkan IPCC, Hoseung Lee, Ketua IPCC menyampaikan bahwa batas dari suhu global berada di angka 1,5 derajat Celsius, sehingga Hoseung menekankan adanya tindakan kolektif.

Pada konferensi iklim (COP-27), pemerintah berkumpul untuk membahas rencana apa saja yang perlu diambil untuk mengatasi krisis iklim. Kemudian, sebagai ciri khas diplomasi konferensi yang melibatkan para perwakilan negara, Indonesia mengirimkan delegasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin oleh Suahazil Nazara, Wakil Menteri Keuangan ke COP-27. Tema yang diusung dalam konferensi iklim ke-27 yaitu "Together for Implementation" dengan penjelasan lebih jauh bahwa dalam pelaksanaannya diperlukan adanya sinergisitas untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim dengan memperhatikan sisi fiskal sebagai cara untuk membenahi kebijakan ekonomi yang sudah ada sebelumnya.

Suahazil Nazara sebagai delegasi Indonesia turut menyampaikan komitmen penuh Indonesia untuk mengaplikasikan rencana adaptasi akibat perubahan iklim sebagai cara untuk menghindari risiko yang ditimbulkan dari adanya krisis iklim. Melalui upaya tersebut Indonesia juga akan berfokus kepada ketahanan (resilience) di berbagai sektor, antara lain sektor lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Posisi Indonesia mengenai isu perubahan iklim pada COP-27, di antaranya keinginan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca harus ditingkatkan, serta desakan kepada negara-negara maju untuk segera merealisasikan pendanaan sebesar USD 100 miliar per tahun kepada negara-negara berkembang. Tak hanya itu, Indonesia juga sepakat dengan dialog mengenai keuangan untuk Loss and Damage yang berada di bawah COP dan CMA. Pendanaan Loss and Damage dianggap sebagai akibat dari adanya pencemaran yang dilakukan oleh negara-negara yang lebih besar, sehingga negara-negara berkembang memiliki posisi lebih rentan untuk menanggung kerusakan dari perubahan iklim.

Dari ambisi yang disampaikan oleh Hoseung Lee dan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengenai batas kenaikan suhu global sebesar 1,5 derajat Celsius, COP-27 dirasa masih belum bisa memenuhi harapan tersebut. Menurut Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada, COP-27 belum menuai hasil yang maksimal mengenai pendanaan sebesar USD 100 miliar tersebut. 

Sekretaris Jenderal PBB juga turut menyampaikan bahwa pendanaan tersebut masih lamban dan belum terealisasi sejak tahun 2009. Kegagalan tersebut disebabkan karena adanya komitmen minim di antara negara-negara maju. Pada kenyataannya, negara berkembang seperti Indonesia-lah yang harus menanggung kerusakan akibat perubahan iklim.

Namun demikian, Indonesia tetap memperlihatkan solidaritasnya terhadap COP-27 dengan bekerja sama dengan dua negara pemilik hutan hujan terbesar lainnya, seperti Brazil dan Republik Demokratik Kongo yang tergabung dalam kemitraan "Rainforest Protection Pact". Dengan luasnya hutan hujan tropis yang dimiliki ketiga negara tersebut diharapkan dapat menyerap lebih banyak karbon sesuai dengan fungsi ekosistem hutan hujan tropis. Selain itu, dengan adanya "Rainforest Protection Pact" juga sebagai bentuk dukungan Indonesia untuk melestarikan flora dan fauna. 

Kemitraan selanjutnya yang melibatkan Indonesia adalah Kemitraan Transisi Energi Indonesia. Bergabungnya Indonesia dalam kemitraan tersebut merupakan hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan di Bali dan bertepatan dengan diadakannya COP-27. Indonesia dan negara-negara G20 lainnya sepakat untuk mengadakan pendanaan transisi energi dengan target investasi sebesar USD 20 miliar.

Manfaat yang didapat oleh Indonesia melalui konferensi iklim COP-27, antara lain perlindungan sumber daya alam dan lingkungan. Melalui keterlibatan Indonesia dalam COP-27 yang diselenggarakan UNFCCC diharapkan dapat menjaga keanekaragaman hayati, mengurangi deforestasi, dan meningkatkan konservasi alam secara keseluruhan. Kemudian, dengan berpartisipasi secara aktif Indonesia dapat memperkuat kebijakan domestiknya mengenai perubahan iklim.

Indonesia dapat mengambil langkah-langkah penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mempromosikan energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, dan mengurangi deforestasi. Hal ini akan membantu Indonesia mencapai tujuannya dalam mengurangi emisi dan mengatasi dampak perubahan iklim. Melalui COP-27, Indonesia memiliki peluang besar untuk terlibat dalam proses transfer teknologi. Berkembangnya Iptek dapat digunakan oleh Indonesia sebagai cara untuk mengembangkan solusi ramah lingkungan. Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, Indonesia dapat memperkuat hubungan diplomasi dengan negara-negara lain melalui kerja sama atau kemitraan.

Referensi:

https://ditjenppi.menlhk.go.id/berita-ppi/4372-cop27.html

https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/55665/apa-yang-perlu-kamu-ketahui-tentang-cop-27/?utm_term=&utm_campaign=GPTH-Drive+Traffic+:+Dynamic+Ad&utm_source=adwords&utm_medium=ppc&hsa_acc=2641717568&hsa_cam=18316300486&hsa_grp=136380207810&hsa_ad=621355663851&hsa_src=g&hsa_tgt=aud-825998457256:dsa-19959388920&hsa_kw=&hsa_mt=&hsa_net=adwords&hsa_ver=3&gad=1&gclid=Cj0KCQjw7aqkBhDPARIsAKGa0oKWVG-SSz15DSxN_zxzviQGGSWVrx1IEwBDIkUY_w7-t7FATg-k23IaAmaQEALw_wcB

https://fiskal.kemenkeu.go.id/files/siaran-pers/file/1668322232_sp167-mewakili-indonesia-dalam-cop-27,-wamenkeu-dorong-perlunya-integrasi-isu-perubahan-iklim-ke-dalam-dokumen-perencanaan-pembangunan.pdf

https://journal.untar.ac.id/index.php/PSERINA/article/view/18538

https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/siaran-pers/COP-27,-Wamenkeu-Dorong-Perlunya-Integrasi-Isu

https://pslh.ugm.ac.id/hasil-cop-27-kepedulian-minus-ambisi-iklim/#:~:text=Hasil%20utama%20yang%20dianggap%20positif,mengalami%20kerugian%20akibat%20perubahan%20iklim.

https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/dari-istana/indonesia-tawarkan-tiga-poin-solusi-perubahan-iklim-di-ktt-cop-ke-27

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun