Mohon tunggu...
rifa syauqi
rifa syauqi Mohon Tunggu... Model - mahasiswa

hobi saya berenang dan bermain basket

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Pengambilan Keputusan dalam Kebijakan Pemerintah

25 Juni 2024   18:47 Diperbarui: 25 Juni 2024   18:56 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hal kebijakan ini, Pemerintah perlu mensosialisasikan secara rinci terkait mengapa pentingnya mengambil keputusan yang memfasilitasi akses perumahan layak bagi masyarakat melalui program tabungan perumahan rakyat agar memperoleh dukungan dari masyarakat dan tidak dinilai sebagai upaya yang membebankan. Konsep pengambilan keputusan yang perlu di pertimbangkan dalam hal ini melibatkan analisis kebutuhan perumahan, ketersediaan dana, dan kebijakan regulasi. Solusi yang relevan mencakup peningkatan aksesibilitas dan fleksibilitas program tabungan perumahan, serta peningkatan koordinasi antara lembaga keuangan dan pemerintah daerah. Pemerintah perlu menyelaraskan kebijakan tabungan perumahan rakyat dengan kebutuhan riil masyarakat dan pasar perumahan. Ini dapat mencakup penyediaan insentif keuangan dan fasilitas yang memungkinkan akses perumahan yang terjangkau bagi semua kalangan masyarakat.

Pemerintah Batalkan Kenaikan UKT  : After Effect Mendikbudristek Nadiem Makarim Usulkan Kenaikan UKT Berlaku bagi Mahasiswa Baru.Belakangan ini, ramai isu diperbincangkan tentang adanya PTN yang menaikkan biaya UKT. UKT adalah biaya kuliah yang wajib dibayar mahasiswa di setiap semester. Merespons kenaikan UKT PTN, Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tjitjik Tjahjandarie mengatakan, hal ini lumrah terjadi. Menurut Tjitjik, ada beberapa faktor yang mengakibatkan naiknya UKT di PTN. Mulai dari peningkatan mutu pendidikan, peningkatan biaya ekonomi, hingga adanya penerapan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Adanya isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) 2024/2025 di beberapa kampus perguruan tinggi memancing penolakan keras dari berbagai pihak, terutama mahasiswa. Dalam beberapa waktu belakangan, mahasiswa di berbagai daerah melakukan demonstrasi sebagai bentuk protes atas kenaikan UKT yang dinilai sangat memberatkan.

Melihat gelombang penolakan tersebut, pemerintah akhirnya memutuskan untuk membatalkan kenaikan UKT. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makariem, setelah menindaklanjuti masukan masyarakat terkait implementasi UKT tahun ajaran 2024/2025 dan sejumlah koordinasi dengan perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk PTN berbadan hukum (PTN-BH).

Berdasarkan isu tersebut dapat dikaji bahwa pemerintah Indonesia memutuskan untuk membatalkan rencana kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) karena adanya penolakan keras  terhadap kebijakan tersebut di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa. Keputusan tersebut diambil sebagai bagian dari proses yang mencakup identifikasi permasalahan terkait peningkatan biaya pendidikan di beberapa perguruan tinggi negeri dan analisis menyeluruh mengenai penyebab kenaikan UKT seperti kenaikan biaya operasional dan penerapan kampus merdeka belajar (MBKM) termasuk mengevaluasi cara-cara alternatif untuk menanggapi tanggapan masyarakat. Setelah berkonsultasi dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk universitas, Pemerintah memutuskan untuk mengambil langkah mundur dan membatalkan rencana kenaikan UKT. Keputusan ini dibuat dengan mempertimbangkan keadilan sosial, dampak ekonomi terhadap siswa, dan menghindari ketegangan lebih lanjut di masyarakat. Oleh karena itu, langkah ini mencerminkan tanggung jawab pemerintah untuk menanggapi tuntutan masyarakat dan menjaga keseimbangan antara kebijakan pendidikan inklusif dan berkelanjutan.

Pembebasan Lahan di Papua: Mengelola Konflik dan Kesejahteraan Masyarakat Lokal

Beberapa hari terakhir, jutaan pengguna media sosial, khususnya Instagram, menggaungkan pesan melalui tanda pagar atau tagar #AllEyesonPapua. Tagar tersebut digaungkan untuk melihat permasalahan yang tengah terjadi di Papua, terutama terkait ancaman deforestasi. Melalui tagar tersebut, publik diharapkan bisa memberikan dukungan kepada masyarakat adat di Papua yang berjuang melindungi hutannya dari ekspansi perkebunan sawit. Seruan untuk melindungi hutan Papua juga disampaikan oleh masyarakat Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan Moi di Sorong, Papua Barat Daya, saat menggelar aksi bersama perwakilan organisasi masyarakat sipil di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Senin (27/5/2024). Suku Awyu saat ini sedang menggugat pemerintah provinsi karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asia Lestari yang mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektar (Pandu, 2024).

Isu pembebasan lahan di Papua seringkali memicu konflik antara kepentingan pemerintah, industri, dan masyarakat adat. Konsep pengambilan keputusan dalam konteks ini mencakup evaluasi dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi dari kebijakan pembebasan lahan. Solusi yang relevan termasuk dialog partnership dan konsultasi dengan masyarakat lokal, penguatan mekanisme perlindungan hak-hak adat, dan implementasi proses pembebasan lahan yang transparan dan adil. Hal tersebut dapat mencakup peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pembangunan proyek-proyek yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka.

Evaluasi dan solusi secara umum

Dalam pengambilan keputusan terkait pembebasan lahan di Papua keberlanjutan lingkungan menjadi krusial. Pemerintah harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan masyarakat lokal serta mengikuti prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Terkait Isu tabungan perumahan rakyat (TAPERA) dan pembebasan lahan di Papua menyoroti pentingnya memperhatikan kesejahteraan sosial masyarakat yang terkena dampak. Keputusan pemerintah harus memperhitungkan kebutuhan dan hak-hak masyarakat, serta memastikan bahwa kebijakan yang diambil memberikan manfaat yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam semua aspek pengambilan keputusan, transparansi dan partisipasi publik menjadi kunci. Pemerintah harus terbuka terhadap masukan dan kekhawatiran masyarakat serta memastikan bahwa kebijakan yang diambil didasarkan pada data yang akurat dan proses yang transparan.

Cyert, R. M., & March, J. G. (1963). "A Behavioral Theory of the Firm." Dalam "Decision Making" oleh Bazerman (2006). David A. Harrison (Ed.). John Wiley & Sons.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun