Indonesia adalah negara dengan beragam potensi sumber daya alam yang melimpah dan seharusnya dapat dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat, di lihat dari sisi geografis Indonesia memiliki lautan yang sangat luas serta lahan yang sangat subur, namun sejauh ini pemanfaatan yang dilakukan masih sangat minim walaupun banyak kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan untuk membantu menopang industri khususnya ketahanan pangan nasional.
Usaha kecil dan menengah (UKM) memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia padahal jika mengenal lebih jauh dan dalam, peran UKM bukanlah sekedar pendukung dalam kontribusi ekonomi nasional. Data BPS menunjukkan bahwa UKM dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Setiap unit investasi pada sektor UKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar (UB).
Ketahanan pangan nasional menjadi sangat penting dan perlu mendapat prioritas penanganan dalam program pembangunan nasional. Â Ketahanan pangan meliputi tiga hal, yaitu ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Banyak tantangan yang dihadapi dalam mencapai ketahanan pangan. Tantangan pertama adalah kebutuhan pangan dunia semakin tinggi karena pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi.
Selama ini peran umkm dalam sektor pangan dilepaskan pada hukum ekonomi dan pemerintah mengintervensi jika terjadi kelangkaan.
Seharusnya pemerintah pusat dan daerah dapat bersinergi untuk meningkatkan hasil produksi, yaitu dengan cara jaminan penyerapan yang terstandarisasi. apa itu artinya? seberapapun hasil produksi yang dihasilkan umkm maka pemerintah wajib membeli dengan harga yang sudah disepakati, dan pemerintah melalui BUMN dan/ BUMD mengatur pendistribusiannya baik dalam negeri maupun luar negeri.
Harapannya pelaku umkm akan fokus pada produksi tanpa harus memikirkan kemana mereka harus menjual, dan kebijakan ini juga tentu akan merangsang masyarakat lain yang asalnya tidak tertarik, menjadi bagian dari ketahanan pangan itu sendiri. Hal ini juga tentu akan memotong sikus makelar atau pihak ke-3 yang menikmati keuntungan dari perihnya keringat ukm dan tingginya harga beli dari konsumen. Setidaknya pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah menerapkan konsep ini melalui petani milenial, namun hal baik ini seharusnya dapat dilakukan ditingkat nasional.
Tentu kebijakan ini bukan tanpa persoalan, setidaknya ada beberapa permasalahan yang akan muncul:
- Potensi terjadinya over supply. Dapat diantisipasi dengan sistem kuota.
- Daya tahan hasil produksi. Harus dikelola dengan manajemen waktu.
- Pemerintah tidak cukup dana. Melibatkan pihak ke-3 untuk manajemen keuangannya.
Poin dari tulisan ini adalah bagaimana pemerintah dapat mengelaborasi potensi yang ada dengan kebutuhan yang nyata, ketahanan pangan bukan hanya objeknya namun juka pelakunya. Diharapkan pangan kita kuat, produksi maksimal, pengganguran berkurang dan ekport meningkat.
Apa ada yang tidak sependapat? Diskusi di kolom komentar kuy!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H