Diranah politik, seakan tak afdhol jika tidak menyempatkan waktu dan konsentrasi kita untuk menyimak perseteruan dua tokoh sentral yang lagi naik daun dinegri ini, perkembangan alur cerita dari kedua tokoh tersebut memang menjadi daya tarik tersendiri dikalangan masyarakat dan layak ditunggu, bahkan “keseruan mereka” sudah menjadi bahan pembicaraan hangat politik menjelang proses pemilihan umum Presiden Republik Indonesia saat ini, namun dibalik itu semua ternyata masih banyak kisah miris yang mengiringi perjalanannya sehingga menimbulkan masalah yang bisa dikatakan sudah sangat akut, hal ini disebabkan oleh isu black campaign yang semakin marak dilingkungan masyarakat belakangan ini, seperti kita ketahui bersama kejadian ini (black campaign) tak lepas dari adanya ambisi seorang oknum simpatisan dari salah satu pasangan capres-cawapres tertentu untuk memuluskan jalan menuju RI1. Berbagai strategi “busuk” pun ikut dimainkan demi merubah haluan serta menarik simpati masyarakat sebesar-besarnya, tentunya dengan penyebaran isu atau fakta yang secara substansi tidak ada kaitannya dengan pembahasan visi-misi dari para capres, motif utamanya pasti ingin menghacurkan elektabilitas lawan.
Ada keunikan tersendiri dibalik perilaku kecaman masyarakat saat ini terhadap isu-isu black campaign, proses asasmentasi disini harus kita sikapi dengan baik agar kita tidak terlalu jauh terjerumus arus black campaign yang seharusnya bisa dihindari. Sering kita temui komentar-komentar miring terhadap salah satu pasangan capres-cawapres yang bermunculan khususnya didunia maya (ghoib) adalah bukti nyata kalau kita sendiri masih belum bisa memahami betapa buruknya dampak black campaignbagi sistem demokrasi di Indonesia. Perdebatan secara terbuka memang tidak dilarang karena itu adalah pertanda kalau demokrasi di Indonesia sangatlah hidup, selain itu faktor keterbukaan informasi juga menjadi penentu sebuah perkembangan pola pikir seseorang dan pada akhirnya perdebatan atau pendiskusian itu akan terbentuk, namun masalah ini bukan hanya sekedar soal pro-kontra melainkan ada poin pokok yang patut diperhatikan dalam melakukan debat atau diskusi cerdas terhadap layak tidaknya capres-cawapres menjadi figure pemimpin negeri ini, adapun yang dimaksud adalah relevansi materi menurut visi-misi serta etika kita dalam menyampaikan pandangan terhadap keduanya (capres-cawapres). Dalam perkembangannya kalau saya lihat dari hari kehari komposisi tulisan kita lebih condong mengarah pada black campaign walaupun diperkuat oleh data dan fakta terutama dari media informasi diluar sana, lantas dimana posisi kita saat ini…? masih pro black campaign atau memang kita termasuk orang yang tidak memahami permasalahan yang lebih prinsip dari sekedar mengumbar-umbar “keburukan” masa lalu kedua pasangan capres-cawapres kita ?
Terbangunnya opini publik yang ada (liar) baik didunia maya dan nyata seharusnya bisa merefleksikan sikap kita yang selama ini tidak sadar dan asyik ikut “memperkeruh” suasana politik pada jalannya pilpres 2014. Kontradiksi seperti ini, setidaknya perlu komitmen cerdas dari segenap masyarakat untuk menghindari perilaku yang mengarah pada kategori black campaign minimal kita tidak terpancing media dan mampu memberikan tulisan/komentar yang proporsional tanpa harus mencari kambing hitam ditengah-tengah semak belukar.
Misalnya saja ada capres yang tersangkut masalah HAM, apakah kita pernah tahu kenapa itu bisa terjadi dan apakah penilaian kita atas kejadian tersebut cukup bijak jika kesalahan sepenuhnya ditujukan pada salah satu capres yang bersangkutan tanpa memperhitungkan bagaimana dengan sikap aktivis ’98 kala melakukan aksi apakah mereka menunjukan sikap kooperatif atau anarkis sehingga “memaksa” aparat untuk bertindak lebih represif dan tegas. Menurut saya sang empunya pun juga sudah menjalani proses hukum (tdak lari dari hukum) yang berakibat pada pemecatan, jadi apa yang bikin kurang puas ? harusnya yang perlu dikritisi adalah aparatur hukumnya kenapa vonis (putusan) tersebut membuat simpatisan no.2 merasa tidak puas ?
Begitupun juga dari pihak capres no.2 yang masih diungkit-ungkit pencapresannya oleh pendukung no.1 dimana beliau “nekat” meninggalkan Jakarta lebih cepat dari masa jabatannya dengan segala permasalahannya demi pencapresan sebagai RI-1, dari sini seharusnya kita juga lebih mengkritisi regulasi yang menurut saya juga sangat memberi peluang seorang pejabat untuk “meloncat” ke lain hati.
Itulah secuil “racun” yang masih menjadi isu sensitif dimasing-masing kubu pendukung, sebagai bagian dari masyarakat yang menganut system demokrasi berasaskan pancasila, seharusnya kita pun menyadari betapa “hebatnya” black campaign mempengaruhi tatanan kehidupan kita, oleh karena itu negeri ini sangat membutuhkan komitmen serta konsistensi yang kuat dalam memegang teguh rasa saling menghargai dan menghormati tanpa harus saling menghina sebagaimana terangkum dalam pancasila sebagai identitas masyarakat Indonesia. Atas kejadian ini pula kita dituntut untuk saling belajar memahami bahkan dari awal kita sendiri sudah “mendeklarasikan” untuk tidak akan menghadirkan apalagi menjadikan kegiatan black campaing sebagai nafas didalam sistem demokrasi bangsa Indonesia.
HIBURAN DULU AAAHHH......(antara 1 & 2)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H