klotok-klotok"-nya yang khas saat diseduh, bukan sekedar minuman. Di balik secangkir kopi hitam pekat itu, tersimpan kisah panjang tentang tradisi, komunitas, dan cita rasa yang tak lekang oleh waktu.Mulai dari proses pembuatan kopi yang masih menggunakan cara tradisional, hingga suasana warung kopi yang sederhana namun hangat, Kopi Klotok menawarkan pengalaman unik yang sulit ditemukan di tempat lain. Wawancara dengan para pelanggan setia dan pemilik warung kopi akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang mengapa Kopi Klotok begitu istimewa.
Di tengah gempuran kedai kopi modern dengan segala ragamnya, ada satu minuman tradisional yang tetap eksis dan memikat hati penikmatnya. Kopi Klotok, dengan suara "klotok-klotok"-nya yang khas saat diseduh, bukan sekedar minuman. Di balik secangkir kopi hitam pekat itu, tersimpan kisah panjang tentang tradisi, komunitas, dan cita rasa yang tak lekang oleh waktu.
Kopi Klotok, dengan proses pembuatannya yang unik, membawa kita pada perjalanan waktu. Bubuk kopi dimasukkan ke dalam panci bersama air, lalu direbus di atas tungku arang hingga mendidih. Suara "klotok-klotok" inilah yang menjadi ciri khas dan memberikan nama pada minuman ini. Proses pembuatan yang sederhana namun penuh makna ini telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Jawa.
"Dulu, nenek saya sering membuat kopi klotok untuk menyambut tamu," kenang Mbah Karto, seorang warga asli Yogyakarta yang sudah puluhan tahun menikmati Kopi Klotok. "Bagi kami, Kopi Klotok bukan hanya minuman, tapi juga simbol keabadian dan kehangatan."
Kopi Klotok bukan sekedar minuman yang menghangatkan tubuh, tetapi juga menjadi media untuk mempererat silaturahmi. Warung kopi Klotok menjadi tempat berkumpulnya berbagai kalangan, dari anak muda hingga orang tua, dari petani hingga pekerja kantoran. Di sini, mereka saling berbagi cerita, bertukar pikiran, dan membangun hubungan sosial.
"Warung kopi ini seperti rumah kedua bagi saya," ujar Pak Ahmad, seorang pelanggan setia warung Kopi Klotok. "Selain menikmati kopi yang enak, saya juga bisa bertemu dengan teman-teman lama dan mendapatkan informasi terbaru."
Popularitas Kopi Klotok tidak hanya dikenal di kalangan masyarakat lokal, tetapi juga menarik minat wisatawan. Banyak wisatawan yang penasaran ingin mencoba minuman tradisional ini. Keunikan rasa dan suasana warung kopi yang khas menjadi daya tarik tersendiri.
"Saya sengaja datang ke Yogyakarta untuk mencoba Kopi Klotok," kata Ana, seorang wisatawan asal Jakarta. "Rasanya berbeda dengan kopi yang biasa saya minum. Lebih kuat dan berkarakter."
Meskipun popularitasnya terus meningkat, Kopi Klotok menghadapi tantangan untuk tetap bertahan di tengah gempuran minuman modern. Perubahan gaya hidup dan munculnya tren baru menjadi ancaman bagi keberadaan minuman tradisional ini.
Namun, sejumlah pihak berupaya untuk melestarikan Kopi Klotok. Beberapa warung kopi Klotok telah melakukan inovasi dengan menyajikan menu-menu baru yang memadukan Kopi Klotok dengan bahan-bahan lokal lainnya. Selain itu, sejumlah komunitas pecinta kopi juga aktif mempromosikan Kopi Klotok melalui berbagai kegiatan, seperti workshop dan festival kopi.
Kopi Klotok bukan hanya sekedar minuman, tetapi juga menjadi simbol ketahanan budaya Jawa. Dengan melestarikan tradisi pembuatan dan penyajiannya, kita turut melestarikan warisan budaya nenek moyang.
Bagi generasi muda, Kopi Klotok bisa menjadi inspirasi untuk menciptakan inovasi baru yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Dengan demikian, Kopi Klotok tidak hanya akan tetap eksis, tetapi juga dapat menjadi salah satu ikon budaya Indonesia yang diakui dunia.
"Menu lodeh kami angkat di tempat yang representatif, dengan konsep rumah eyang di desa, zaman sekarang kebanyakan eyang sudah tinggal di kota," ucap Sri Handayani pemilik Waroeng Kopi Klothok
Sayur lodeh yang disajikan pun cukup beragam, mulai dari lodeh tempe hingga jipang. Ada pula alternatif sayur tanpa santan yang setiap hari berbeda, seperti sayur asem, sop, dan oseng-oseng.
Lauk-pauk yang bisa dipilih meliputi tempe goreng dan telur dadar krispi. Nasi yang disediakan juga ada dua macam, yakni putih dan merah. Semua itu diletakkan di sebuah meja kayu yang berfungsi seperti meja makan di rumah.
Tidak ketinggalan, sambal terasi yang masih berada di cobek juga diletakkan di meja makan yang sama. Soal rasa, lodeh di tempat ini tidak bisa diremehkan. Gurih dengan tingkat kekentalan santan yang pas, tidak terlalu encer ataupun menggumpal.
Yani Menyebutkan Waroeng Kopi Klotok memiliki 35 karyawan yang terbagi dalam dua shif dan sudah bekerja sejak pukul 05.00 WIB. Persiapan meracik bahan dilakukan pada malam hari menjelang tutup.
"Jadi sewaktu pagi hanya tinggal memasak dan memasukkan bumbu saja," ujar perempuan yang memilih mengundurkan diri dari pekerjaan selama 28 tahun sebagai karyawan bank swasta dan memilih wirausaha kuliner Yogyakarta, terutama menu sayur lodeh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H