Hatinya sangat terpukul ketika Dion mengakui perselingkuhan yang telah dilakukannya.Â
"Keputusan yang aku ambil ini sudah bulat Dion, mungkin maaf akan selalu ada untukmu, tapi tidak mungkin lagi kita dapat bersama", ucap Resti memandang Dion yang terduduk lesu dihadapannya. "Kepercayaan dan ketulusan hatiku telah engkau cabik-cabik menjadi serpihan yang tiada terbentuk sekarang ini" ucap Resti dengan mata berkaca-kaca. Ada kemarahan yang luar biasa di sinar matanya yang berkaca- kaca itu.Â
Dion terdiam sambil mengusap-usap wajahnya berkali- kali. Hatinya bergidik melihat sinar kemarahan di mata Resti yang sebenarnya masih sangat dicintainya. Ada sesal yang tiada habis- habisnya kenapa perselingkuhan itu dilakukannya. Dengan Dina sahabat Resti.
"Kenapa aku sambut godaan Dina yang memang diam- diam menyukaiku", ucap hati Dion penuh sesal.
Kini, sesal kemudian memang tiada berguna. Keputusan Resti  memang harus diterimanya dengan rela. Meski ada sejuta sesal yang tiada akan ada habisnya. Harus kehilangan Resti.
Wanita pujaan hatinya.
Â
***
Â
Resti menghela nafas panjang. "Harus kehilangan kamu Dion itu sungguh tiada pernah terpikirkan dalam kehidupan aku", bisik hatinya.Â
"Karena kamu Dion, mimpiku ternyata tidak jadi indah ... ". Diliriknya jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, pukul 14:35. "Sebaiknya aku pulang, sore ini aku ingin pulang lebih cepat dan merebahkan tubuh yang lelah ini", ucapnya dalam hati sambil melangkahkan kakinya menuju basement dimana mobil honda Jazz merah miliknya diparkir.