Mohon tunggu...
Cerpen

[Kartini RTC] Namamu Kartini, nduk

20 April 2015   21:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:52 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rien Anggra Handoko, Nomor 26

*

Tini termenung di depan jendela kamarnya. Pikirannya mengembara kemana-mana, teringat pada almarhumah simboknya yang telah tertidur dengan damai jauh di desa.

"Lihatlah mbok, ini tini anakmu, perempuan desa yang telah sukses meraih cita cita dan cinta". "Lihatlah mbok, anakmu sekarang adalah seorang dosen di perguruan tinggi Negeri terkenal yang ada di kota Surabaya".

"Lihatlah mbok, anakmu sekarang telah menjadi seorang ibu dari tiga jagoan yang tampan- tampan seperti ayahnya".

"Lihatlah mbok, anakmu yang selalu ingat akan petuah dan nasehatmu". Tini menggumam sendiri, berbicara pada dirinya sendiri.

**

Namanya Kartini. Simboknya memberi nama Kartini, karena ingin anak perempuan satu satunya itu bisa menjadi seperti Kartini, Raden Ajeng Kartini. Perempuan penulis buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Perempuan yang telah berjasa bagi kaum perempuan di negeri ini. Bagi perempuan desa itu, simboknya Kartini, sosok Kartini adalah sosok perempuan Indonesia yang bisa menginspirasi para perempuan di Indonesia dimanapun dia berada. Simboknya Kartini adalah anak Kepala Desa, yang merupakan bunga desa dan menjadi kebanggaan para perempuan di desanya. Meskipun cita-citanya menjadi guru tidak pernah dicapainya, ia merupakan perempuan panutan bagi perempuan di desanya. Betapa rajin dan sabarnya ia mengajari membaca dan menulis teman - teman perempuan di desanya. Simboknya Kartini sangat mengharapkan, Kartini buah hatinya bisa menjadi sosok perempuan kebanggaan jiwanya.

***

Malam semakin larut, Tini merasa belum mengantuk. Rumahnya sudah sepi, suami dan anak -anaknya sudah tidur. Masih diingatnya dengan jelas, wejangan dan kalimat demi kalimat yang di ucapkan simboknya sebelum dia meneruskan sekolahnya di kota.

"Namamu Kartini nduk …, jadilah seperti sosok Kartini ya nduk ….". "Meskipun kamu nanti jadi perempuan yang sukses dan cita-cintamu bisa tercapai, kamu jangan pernah melupakan bahwa kamu itu seorang perempuan jawa".

"Perempuan itu simbol keluarga, nduk…., tentu saja dengan segala peran dan tanggung jawab yang diembannya, seorang perempuan harus tetap menjaga kesopanan dan manut pada aturan suami nduk".

"Ingat ya nduk …., seorang perempuan selain menjadi simbol budaya bangsa, ia juga sebagai contoh peradaban bagi anak -anaknya".

"Membesarkan anaknya dengan sejuta kasih sayang dihatinya, membimbing, menjadi panutan, selalu memberikan contoh yang baik, menjadikan buah hatinya menjadi anak yang cerdas dan unggul di bidangnya masing- masing".

"Seorang perempuan itu nduk …., tidak boleh mengerjakan sesuatu yang seharusnyadikerjakan laki- laki, seorang perempuan seharusnya saling berdampingan, saling mengisi dengan laki- laki dan menyadari fungsi dan perannya masing-masing".

"Karena itulah hakekat perempuan diciptakan". "Kerjasama perempuan dan laki-laki adalah untuk membangun peradaban yang hakiki, bukan meninggalkan fungsi masing- masing". " Ingat itunduk .... !".

****

Pikiran Tini masih mengembara kemana- mana. Teringat dengan jelas olehnya, sosok seorang simboknya yang tersenyum bahagia melihat putri tunggalnya berhasil meraih cita- citanya sebagai dosen yang telah lulus S2 dengan nilai cumlaude. Senyum bahagia terakhirnya. Di rumah putri satu-satunya, Kartini.

Tini menggumam, hatinya sedih mengingat semua itu. "Mbok, engkaulah sebenarnya kartini dihatiku .... dijiwaku".

"Terimakasih mbok, aku bangga, aku bahagia menjadi putrimu".

Aku bahagia ... Aku bangga dengan namaku. "Namamu Kartini, nduk". Kalimat itu akan selalu terngiang-ngiang disepanjang hidupku.

Keterangan:

Nduk [Bahasa jawa]

Nama panggilan bagi seorang anak perempuan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun