wisuda jenjang TK-SMA dengan dibuatkan edaran resmi SK Mendikbud, Pak! Meresahkan sekali. Tolong, Pak!”
“Assalamualaikum Pak. Mohon hapuskanBegitu celotehan para orang tua murid mengenai adanya acara wisuda yang dianggap memerlukan pengeluaran biaya yang tinggi untuk perlengkapan wisuda seperti kebaya, make up, dan penyewaan gedung.
Akhir-akhir ini, banyak protes mengenai tradisi wisuda untuk anak-anak TK hingga SMA yang beredar di media sosial. Para orang tua murid tak gentar menyuarakan dan mendesak tradisi wisuda itu untuk segera dihapus karena biayanya yang memberatkan.
Protes yang dilontarkan oleh orang tua murid tidak hanya berkaitan dengan aspek finansial. Mereka juga menyuarakan keprihatinan terhadap perasaan anak-anak mereka. Beberapa orang tua berpendapat bahwa tradisi wisuda di usia dini dapat memberikan tekanan pada anak-anak yang belum siap menghadapi acara formal seperti itu. Mereka menganggap bahwa momen tersebut seharusnya diisi dengan kegiatan yang lebih bermakna dan mendukung perkembangan anak.
Wisuda TK-SMA sebaiknya dihapus karena menguras dana yang banyak untuk perlengkapan wisuda seperti sewa kebaya/jas, salon, dan sebagainya. Anak usia dini seharusnya lebih fokus pada seremoni yang mendukung penyaluran kreasi siswa, bukan menghadapi tekanan finansial yang tidak perlu.
Dikutip dari website kemendikbudristek, Suharti berpendapat bahwa esensi dari kegiatan wisuda harus diperhatikan. Beliau menekankan bahwa wisuda seharusnya menjadi bekal bagi peserta didik untuk melangkah menuju pendidikan yang lebih tinggi. Wisuda dapat menjadi momen penting dalam membangun rasa percaya diri, memotivasi anak-anak untuk terus belajar, dan menghargai pencapaian mereka selama masa pendidikan.
Selain itu, para pendukung juga menggarisbawahi pentingnya meningkatkan kualitas pembelajaran dan layanan pendidikan kepada peserta didik. Mereka berpendapat bahwa fokus seharusnya diberikan pada peningkatan mutu pendidikan, baik dari segi kurikulum, metode pengajaran, maupun pengembangan potensi anak. Wisuda dapat menjadi salah satu bentuk apresiasi atas upaya dan prestasi yang telah dicapai oleh peserta didik dalam proses belajar-mengajar.
Sikap Gibran, putra Joko Widodo, yang menyerahkan persoalan wisuda kepada orang tua murid dan sekolah juga dapat menjadi pendukung tradisi wisuda yang lebih sederhana. Menurutnya, jika wisuda tetap dilakukan, tidak perlu mengadakan acara di hotel yang mewah atau mengeluarkan biaya yang tinggi. Hal ini mengisyaratkan bahwa wisuda dapat diselenggarakan dengan cara yang lebih sederhana, tanpa menimbulkan beban finansial yang berlebihan bagi orang tua.
Wisuda Berkedok Pungli
Dalam beberapa kasus, para wali murid telah mengungkapkan keprihatinan mereka terkait biaya yang harus dikeluarkan untuk wisuda TK-SMA. Salah satu wali murid menyatakan bahwa nuansa pelepasan akhir tahun seharusnya diarahkan pada seremoni yang mendukung penyaluran kreasi siswa, bukan fokus pada pengeluaran besar untuk perlengkapan wisuda. Memiliki seragam sederhana dan merayakan keberhasilan akademik anak-anak dapat menjadi alternatif yang lebih baik.
Seluruh biaya yang terkait dengan wisuda, seperti penyewaan kebaya/jas dan salon, dapat memberatkan para orang tua, terutama yang tidak mampu secara finansial. Fenomena ini sering kali memicu keluhan masyarakat terkait praktik pungutan liar (pungli). Menghapus tradisi wisuda TK-SMA dapat mengurangi tekanan finansial yang dirasakan oleh orang tua murid.
Pungutan liar semacam ini tidak hanya memberikan tekanan finansial yang berlebihan pada orang tua murid, tetapi juga menyimpang dari tujuan utama dunia pendidikan. Menghapus tradisi wisuda TK-SMA dapat mengurangi tekanan finansial yang dirasakan oleh orang tua dan meminimalisir praktik pungli yang merugikan. Orang tua tidak seharusnya diberatkan dengan urusan yang tidak relevan dengan pendidikan, seperti pembayaran uang wisuda, uang terima kasih, uang wisata perpisahan, dan lain sebagainya.
Ubaid, salah satu pihak yang mengungkapkan kekhawatiran ini, mengatakan bahwa segala bentuk pungutan liar tersebut tidak memiliki relevansi dengan dunia pendidikan. Ia menegaskan bahwa praktik seperti itu hanya merupakan jenis modus pungli yang tidak patut diterima. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah untuk memberantas praktik pungli dan menjaga integritas serta esensi dari dunia pendidikan.
Dalam menghadapi permasalahan ini, perlu kerjasama antara pihak sekolah, orang tua murid, dan pihak terkait lainnya. Langkah-langkah yang dapat diambil termasuk penegakan aturan yang jelas dan transparan terkait biaya-biaya terkait wisuda, sosialisasi kepada orang tua mengenai hak dan kewajiban mereka, serta pengawasan yang ketat untuk mencegah praktik pungli. Hal ini akan menjaga integritas tradisi wisuda dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Dalam konteks ini, saya mendukung penghapusan wisuda TK hingga SMA sebagai upaya untuk mengurangi beban finansial yang tidak perlu bagi orang tua murid. Acara perpisahan siswa TK hingga SMA dapat tetap diselenggarakan dengan seragam sekolah yang sederhana, tanpa perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk perlengkapan wisuda. Wisuda bukanlah hal yang wajib dilakukan, sehingga fokus dapat lebih ditempatkan pada penghargaan terhadap prestasi akademik dan pengembangan kreativitas anak usia dini.
Dengan menghapus wisuda TK-SMA, kita dapat memperkuat esensi pendidikan anak usia dini yang lebih berfokus pada proses belajar dan kreativitas, tanpa memberikan beban finansial yang tidak perlu kepada orang tua murid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H