Dalam pendekatan konstruksi sosial atas realitas dikenal sebagai konstruksi sosial media massa. Karena kemampuan media massa yang dapat menjangkau khalayak secara masif, pembentukan konstruksi sosial juga berlangsung dengan cepat. Realitas yang terbentuk tersebut akhirnya membentuk opini massa. Dalam kasus tayangan mistisisme yang disajikan dengan berbagai bentuk program seperti reality show, realitas sengaja dibentuk melalui berbagai kesan mistis. Tayangan tersebut cenderung menunjukkan realita suatu keadaan yang kemudian dibenarkan oleh khalayak.Â
Pembenaran ini akan berdampak buruk apabila masyarakat yang terlalu sering terpapar tidak diikuti perkembangan pengetahuan. Dalam artian, masyarakat tertentu dengan literasi terbatas akan cenderung menganggap realitas yang ditunjukkan media adalah realitas sebenarnya. Jika sudah demikian, emosi berupa ketakutan berlebihan menjadi dampak dari adanya tayangan mistisisme.
Tak hanya membentuk realitas, kajian mistisisme yang erat kaitannya dengan dunia gaib serta hal-hal agamis menjadi dampak buruk lainnya. Menurut hasil penelitian yang ditulis oleh Dedy Awaluddin Jamil mengenai konstruksi sosial alam gaib dalam tayangan Dunia Lain, agama secara historis merupakan instrumentalis legistimasi yang terbesar dan efektif dalam tayangan reality show mistisisme. Agama kemudian melegistimasi realitas secara efektif dengan menghubungkan konstruksi-konstruksi realitas dari masyarakat.
Akibatnya, tayangan mistisisme akan melibatkan dengan lengket aktor-aktor yang berkaitan dengan keagamaan. Ini tentu saja bisa menjadi dampak baik dan buruk. Nilai tambahnya tayangan mistisisme bisa menjadi edukasi atau ajang untuk memperkuat keimanan yang disinyalir beberapa pihak disebabkan oleh pengetahuan tentang hal mistik.Â
Buruknya, romantisasi kemampuan para tokoh seperti para ustad, pendeta, atau mungkin yang lebih dekat dengan mistisisme seperti dukun akan terbentuk. Tentu saja romantisasi terhadap tokoh-tokoh tersebut bisa berdampak buruk karena mampu membuat sebagian khalayak mempercayai pernyataan mereka tanpa mempelajari hal-hal dasar dari apa yang dimiliki oleh tokoh-tokoh ini. Tak hanya menurunkan kepercayaan pada bidang keilmuan yang telah eksis dengan beragam penjelasan teoritis, mungkin saja mereka bisa mengesampingkan pengetahuan mengenai agama itu sendiri.
Tak hanya kedua dampak tersebut, tayangan mistisisme juga turut berkontribusi dalam penguatan mitos di masyarakat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Latifatussolikhah, disebutkan bahwa penayangan acara Dua Dunia di Dusun Kasuran memberikan informasi deskripsi mengenai mitos bahwa dusun tersebut pernah disinggahi Sunan Kalijaga yang tengah diguna-guna melalui kasur kapuk. Deskripsi tersebut turut menjelaskan mengenai lahirnya mitos larangan menggunakan kasur kapuk di masyarakat hingga saat ini. Tayangan ini turut memiliki pengaruh dalam memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap mitos yang beredar.
Saat ini tayangan mistisisme memang tidak sepopuler beberapa tahun lalu. Ditambah momen bulan Ramadan yang identik dengan pelaksanaan ibadah, masyarakat muslim membuat stasiun televisi berbondong-bondong menyajikan tayangan religi maupun hiburan di jam pagi. Namun, mistisisme pernah menjadi program yang mendulang kesuksesan sebagai penyumbang nafkah media televisi.Â
Komodifikasi yang dilakukan media terhadap nilai-nilai mistis memanfaatkan rasa ingin tahu dan isu kedekatan dengan kehidupan masyarakat. Prestasi beberapa program membuktikan keberhasilan komodifikasi tersebut. Meski demikian, lagi-lagi keuntungan yang didapat sering kali mengorbankan beberapa hal. Nyatanya program ini memiliki dampak negatif yang tak hanya untuk media terkait seperti konsekuensi pemberhentian tayang, namun juga realitas masyarakat akibat kepercayaan dan emosi berlebihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H