"Luruskan niat, Bapak dan ibu dikirim ke luar negeri untuk belajar. Manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, jangan sia-siakan uang rakyat," demikian pesan yang disampaikan menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Muhadjir Effendy, saat acara pelepasan pendidik dan  tenaga kependidikan ke Luar Negeri tahun 2019 di Plaza Insan Cendikia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
"Luruskan niat, Bapak dan ibu dikirim ke luar negeri untuk belajar. Manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, jangan sia-siakan uang rakyat," demikian pesan yang disampaikan menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Muhadjir Effendy, saat acara pelepasan pendidik dan  tenaga kependidikan ke Luar Negeri tahun 2019 di Plaza Insan Cendikia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Progam pendidikan dan pelatihan ke luar negeri ini memang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan. Para pendidik dan tenaga kependidikan diajak ke dunia luar untuk melihat pendidikan berlangsung di negara lain. PPPPTK Bahasa sebagai bagian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkesempatan mengirimka tenaga pendidik ke Malaysia, Jerman, Perancis, Mesir, dan China.
Kloter pertama yang diberangkatkan para pendidik dari bidang bahasa Indonesia, Inggris, dan Jepang. Para pendidikan ini menjadi delegasi PPPPTK Bahasa untuk menimba ilmu di University of Malaya, Malaysia. Mereka belajar tentang "Pembelajaran Berbasis HOTS dan Literasi". Proses belajar akan berlangsung selama 3 pekan mulai 2 s.d 22 Maret 2019. Selain pembelajaran di kelas, peserta juga mengeksplorasi pendidikan di Malaysia melalui observasi ke sekolah-sekolah di Malaysia khususnya sekolah vokasional.
Pembelajaran Berbasis HOTS dan literasi memang menjadi isu utama dunia pendidikan di Indonesia saat ini. Kurikulum 2013 mengamanatkan siswa untuk menggunakan pola pikir tingkat tinggi dan literasi. Hal itu diharapkan menjadi bekal bagi generasi penerus Indonesia dalam menjawab tantangan zaman dan era industri 4.0.
Untuk membantu guru dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa berbagai upaya dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baik melalui diskusi-diskusi  kecil pada forum musyawarah guru mata pelajaran, berbagai pelatihan di dalam negeri  dengan berbagai pola dan strategi pelatihan hingga belajar ke luar negeri.
Kembali pada catatan perjalanan delegasi pertama PPPTK Bahasa. Sesi perkuliahan hari pertama didampingi oleh Prof. Zahari Othman. Beliau salah seorang anggota Malaysian Mathematical Society dan member of Critical Thingking Foundation USA. Pada awal pertemuan pemikiran kami dihadapkan pada sebuah kitab besar ilmu pengetahuan yaitu surat Sad ayat 29 yang artinya "Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran." Sungguh sebuah pembuka kuliah yang penuh makna, ternyata al-Quran sudah mengajarkan kita untuk berpikir HOTS berabad lalu, tidak dengan mempertanyakan, tetapi justru berpikir agar mendapatkan hikmah dan berkah.
Belajar bersama Prof. Zahari Othman
Selanjutnya, sesuai keahlian pengajar, kami dihadapkan pada beberapa persoalan matematis. Berbagai bentangan titik-titik yang jika dihubungkan membentuk sebuah bentuk geometri hingga derat angka. Salah satu persoalan geometri yang harus kami pecahkan adalah "With six mathes construct four equalateral triangles. One complete match must make up one side of each triangle"Â Ya, barangkali bagi sebagian orang ini mudah dan bagi sebagian yang lain sulit memahaminya. Namun, ini masihlah logika matematika sederhana dengan memahami bahasa perintahnya secara baik.
Dari soal geometri, kami dihadapkan pada soalan deret angka salah satunya berikut, "You are no doubt familiar with the kind of number puzzles in which you try to figure out the pattern for order of number. Why are these numbers arranged ini this order? 8, 5, 4, 9, 1, 7, 6, 3, 2, 0". Bisakah Anda memecahkan soalan tersebut?Â
Baiklah, Anda tidak perlu mengernyitkan dahi atau menanyakannya pada matematikawan. Anda hanya perlu berpikir kritis dan kreatif, out of the box untuk memecahkan deret angka tersebut karena deret angka tersebut bukan deret angka biasa. Angka tersebut merupakan deretan inisial abjad setiap bilangannya dalam bahasa Inggris yaitu eight, five, four, nine, one, seven, six, three, two, zero.
Lihat, ternyata salah satu kriteria bisa disebut berpikir kritis adalah berpikir di luar kebiasaan, tidak selalu melihat matematika dengan angka, rumus, dan pola urutan begitu pula sebaliknya tidak hanya melihat bahasa dari deratan huruf dan kata-kata. Dengan demikian, untuk memecahkan sebuah masalah sejatinya tidak harus selalu menggunakan kacamata kuda, namun bisa melihat dari berbagai sisi sehingga seorang pemikir kritis dapat menjadi seorang problem solver alias pemberi solusi.
Selain mendedahkan kami pada logika matematika, profesor yang beristrikan mojang priyangan tersebut juga membentangkan logika bahasa. Sebuah teks dapat terbentuk melalui sebuah proses berpikir kritis melalui pengumpulan data atau informasi terkait masalah yang hendak diungkapkan. Informasi yang dikumpulkan berupa persamaan (compare) terkait informasi yang sedang dibahas.Â
Setelah mengumpulkan data persamaan dapat pula dikumpulkan data perbandingan (contrast). Melalui proses pengumpulan informasi seperti ini peserta didik dirangsang untuk berpikir kritis dan matematis. Data-data persamaan dan perbedaan yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi sebuah pola persamaan dan perbedaan yang signifikan sehingga menghasilkan sebuah simpulan dan interpretasi yang dapat dituangkan dalam sebuah teks utuh.
Lain dengan prof Zahari, pengajar pada paruh kedua pekan pertama adalah salah seorang murid Bloom, yaitu Professor Emiritus Dato Isahak Haron. Beliau tidak menghadapkan kami pada deretan angka yang rumit ataupun bentuk geometri. Namun, beliau membentangkan kepada kami sebuah analogi rumus matematika sebagai kunci keberhasilan pendidikan. Begini rumus yang ditulis beliau.
Makna analogi tersebut adalah jika y adalah keberhasilan sebuah pendidikan maka ia terbentuk dari pk (prior knowledge + quality teaching+time). Bekal pengetahuan awal merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran sebab bekal pengetahuan awal dapat menjadi elemen pembanding munculnya pikiran kritis dan kreatif dari peserta didik.
Dengan kata lain, teori, formula, bahan ciptaan baru mungkin saja berasal dari hasil pemikiran kritis atau kontemplasi pengetahuan lama. Faktor penentu berikutnya yang akan menambah perbaikan kualitas belajar adalah waktu. Barangkali sudah menjadi hal jamak dalam dunia pendidikan. Para pendidik kurang terampil dalam memanajemen waktu sehingga terbuang sia-sia untuk hal yang tidak membuat siswa berpikir kritis.
Dengan kata lain, sia-sialah siswa seharian berada di sekolah, tetapi hanya mendengarkan informasi dari guru saja. Ibarat gelas kosong yang hanya dituangkan air, tanpa proses infused dari pengetahuan lama dan pengetahuan barunya.
Bagaimana dengan pk (prior knowledge)? Ia sejatinya didapat dengan menjumlahkan X1Â membaca atau mencari sendiri pengetahuan melalui berbagai sarana baik dengan membaca ataupun berselancar di dunia maya dengan X2 stimulus dari guru dengan menggali pengetahuan apa yang sudah dimiliki oleh siswanya terkait materi yang akan diajarkan.
Sementara itu, qt (quality teaching) diperolehan dengan menjumlahkan kurikulum (qurriculum sequencial) yang ditata dengan apik sehingga jelas materi mana yang harus diberikan terlebih dahulu sesuai dengan hierarki pengetahuan dan kemahiran siswa ditambah dengan wt (way of teaching) yang merupakan penyampaian materi dengan penuh gaya yang menarik dan merangsang siswa untuk berpikir dan berkreasi ditambahkan lagi dengan memberikan kesempatan berlatih dan bereksperimen pada siswa melalui experience (ex).
Faktor waktu juga menjadi penentu keberhasilan sebuah pendidikan, elemen waktu (time) dibangun melalui time on task ditambahkan dengan focus. Time on task berkenaan dengan keterampilan pendidik untuk merancang dan mengefektifkan waktu serta kedisiplinannya dalam menjalankan rancangan pembelajaran yang telah disusun ditambah dengan tetap menjaga fokus pada materi yang diajarkan sehingga waktu dan materi tidak terbuang sia-sia.Â
Belajar bersama Prof. Emiritus Dato Isahak Haron
Mengambil butir-butir hikmah dari dua pendekar matematika dan pedagogi tersebut, dapat dianalogikan HOTS sebagai sebuah garis persinggungan antara mathematical thingking dan language thingking. Berpikir matematis mensyaratkan kemampuan memahami perintah, membuat generalisasi secara hierarkis dalam rangka memecahkan masalah yang sulit untuk kemudian membuat prakiraan (estimation), merancang pemecahan dan membuktikannya.
Sementara itu, berpikir secara bahasa membangun sikap keterbukaan untuk membandingkan dan mempertentangkan (open compare and contras). Kemampuan untuk menemukan data-data yang menampilkan kemiripan, mendetailkan perbedaan satu demi satu sehingga dapat memformulasikan kemiripan dan perbedaan yang signifikan sehingga menghasilkan sebuah simpulan dan interpretasi yang komprehensif.
Dan, kemudian menjadi tugas kitalah, para pendidik untuk menyinggungkan atau bahkan mempertemukan titik berpikir matematis dan berpikir linguis pada peserta didik sehingga muncullah sikap kritis dan kreatif mereka sebagai sebuah rutinitas keterampilan berpikir yang dapat diintegrasikan dan digunakan dalam beraneka jenis konteks dalam rangka menjawab tantangan zaman. [RR]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H