Baiklah, Anda tidak perlu mengernyitkan dahi atau menanyakannya pada matematikawan. Anda hanya perlu berpikir kritis dan kreatif, out of the box untuk memecahkan deret angka tersebut karena deret angka tersebut bukan deret angka biasa. Angka tersebut merupakan deretan inisial abjad setiap bilangannya dalam bahasa Inggris yaitu eight, five, four, nine, one, seven, six, three, two, zero.
Lihat, ternyata salah satu kriteria bisa disebut berpikir kritis adalah berpikir di luar kebiasaan, tidak selalu melihat matematika dengan angka, rumus, dan pola urutan begitu pula sebaliknya tidak hanya melihat bahasa dari deratan huruf dan kata-kata. Dengan demikian, untuk memecahkan sebuah masalah sejatinya tidak harus selalu menggunakan kacamata kuda, namun bisa melihat dari berbagai sisi sehingga seorang pemikir kritis dapat menjadi seorang problem solver alias pemberi solusi.
Selain mendedahkan kami pada logika matematika, profesor yang beristrikan mojang priyangan tersebut juga membentangkan logika bahasa. Sebuah teks dapat terbentuk melalui sebuah proses berpikir kritis melalui pengumpulan data atau informasi terkait masalah yang hendak diungkapkan. Informasi yang dikumpulkan berupa persamaan (compare) terkait informasi yang sedang dibahas.Â
Setelah mengumpulkan data persamaan dapat pula dikumpulkan data perbandingan (contrast). Melalui proses pengumpulan informasi seperti ini peserta didik dirangsang untuk berpikir kritis dan matematis. Data-data persamaan dan perbedaan yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi sebuah pola persamaan dan perbedaan yang signifikan sehingga menghasilkan sebuah simpulan dan interpretasi yang dapat dituangkan dalam sebuah teks utuh.
Lain dengan prof Zahari, pengajar pada paruh kedua pekan pertama adalah salah seorang murid Bloom, yaitu Professor Emiritus Dato Isahak Haron. Beliau tidak menghadapkan kami pada deretan angka yang rumit ataupun bentuk geometri. Namun, beliau membentangkan kepada kami sebuah analogi rumus matematika sebagai kunci keberhasilan pendidikan. Begini rumus yang ditulis beliau.
Makna analogi tersebut adalah jika y adalah keberhasilan sebuah pendidikan maka ia terbentuk dari pk (prior knowledge + quality teaching+time). Bekal pengetahuan awal merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran sebab bekal pengetahuan awal dapat menjadi elemen pembanding munculnya pikiran kritis dan kreatif dari peserta didik.
Dengan kata lain, teori, formula, bahan ciptaan baru mungkin saja berasal dari hasil pemikiran kritis atau kontemplasi pengetahuan lama. Faktor penentu berikutnya yang akan menambah perbaikan kualitas belajar adalah waktu. Barangkali sudah menjadi hal jamak dalam dunia pendidikan. Para pendidik kurang terampil dalam memanajemen waktu sehingga terbuang sia-sia untuk hal yang tidak membuat siswa berpikir kritis.
Dengan kata lain, sia-sialah siswa seharian berada di sekolah, tetapi hanya mendengarkan informasi dari guru saja. Ibarat gelas kosong yang hanya dituangkan air, tanpa proses infused dari pengetahuan lama dan pengetahuan barunya.
Bagaimana dengan pk (prior knowledge)? Ia sejatinya didapat dengan menjumlahkan X1Â membaca atau mencari sendiri pengetahuan melalui berbagai sarana baik dengan membaca ataupun berselancar di dunia maya dengan X2 stimulus dari guru dengan menggali pengetahuan apa yang sudah dimiliki oleh siswanya terkait materi yang akan diajarkan.
Sementara itu, qt (quality teaching) diperolehan dengan menjumlahkan kurikulum (qurriculum sequencial) yang ditata dengan apik sehingga jelas materi mana yang harus diberikan terlebih dahulu sesuai dengan hierarki pengetahuan dan kemahiran siswa ditambah dengan wt (way of teaching) yang merupakan penyampaian materi dengan penuh gaya yang menarik dan merangsang siswa untuk berpikir dan berkreasi ditambahkan lagi dengan memberikan kesempatan berlatih dan bereksperimen pada siswa melalui experience (ex).
Faktor waktu juga menjadi penentu keberhasilan sebuah pendidikan, elemen waktu (time) dibangun melalui time on task ditambahkan dengan focus. Time on task berkenaan dengan keterampilan pendidik untuk merancang dan mengefektifkan waktu serta kedisiplinannya dalam menjalankan rancangan pembelajaran yang telah disusun ditambah dengan tetap menjaga fokus pada materi yang diajarkan sehingga waktu dan materi tidak terbuang sia-sia.Â