Mohon tunggu...
Mochamad RidzkyPratama
Mochamad RidzkyPratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (20107030065)

Wazzup dude. A melancholy pragmatis. Sleepy head with slanted eyes.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Budaya "Ghosting" Antar Remaja Memicu Gangguan Psikis

2 Maret 2021   14:00 Diperbarui: 6 Maret 2021   00:18 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://journal.sociolla.com/lifestyle

Menurut kebanyakan orang, masa remaja merupakan masa-masa yan paling Indah. Saat masa-masa remaja, seseorang akan mulai mencari jati dirinya. Lantas, apa itu masa remaja? Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi atau masa perubahan anak menjadi seorang dewasa. Pada masa ini terjadi banyak perubahan yang dialami oleh anak baik itu perubahan biologis, fisik, sikap, psikis, mental, emosional serta psikososial. Pada masa ini, seseorang tidak bisa dikatakan sebagai seorang anak-anak dan tidak pula dapat dikatakan sebagai seorang dewasa.

Menurut WHO (World Health Organization) remaja merupakan orang yang berada pada tahap transisi masa kanak-kanak dan dewasa. Rentang usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Siti Sundari (Pakar Remaja di Indonesia) masa remaja adalah sebuah masa peralihan dari masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Rentang usia remaja untuk perempuan adalah 12 tahun sampai dengan 21 tahun sedangkan rentang usia remaja laki-laki adalah 13 tahun sampai dengan 22 tahun.

Saat melalui masa ini, remaja cenderung sering melakukan sikap pemberontakan, hal ini adalah wajar karena hal ini merupakan proses alami remaja untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Remaja seringkali memberontak sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan dari orangtua dan lingkungan sekitarnya. Hal ini juga dilakukan karena kestabilan emosi mereka belum matang dan juga mereka masih mencari jati diri mereka. Oleh karena itu, pada masa-masa ini, lingkungan sekitar serta pergaulan mereka akan mempengaruhi jati diri mereka serta dapat menumbuhkan sikap yang akan dimilikinya ketika dewasa nanti.

Dalam proses mencari jati dirinya, biasanya remaja juga akan merasakan jatuh cinta, atau lebih dikenal dengan istilah 'cinta monyet'. Dikarenakan umur yang belum matang dan emosi yang belum stabil, dari tahap pendekatan (PDKT) hingga berpacaran, remaja pasti tidak akan lepas dari yang namanya konflik dengan pasangan dan atau calon pasangannya. Salah satu konflik yang umum dirasakan adalah ghosting.

Apa itu ghosting? Dikutip dari tribunnews ghosting merupakan istilah dalam Bahasa Inggris yang berarti berbayang. Namun dalam percintaan, istilah ghosting adalah suatu kondisi di mana gebetan tiba-tiba menghilang begitu saja tanpa adanya kejelasan, padahal sebelumnya komunikasi yang dilakukan kedua pihak ini berjalan lancar tanpa masalah. Perilaku ghosting juga kerap dikenal dengan istilah PHP (Pemberi Harapan Palsu). Karena biasanya korban ghosting sudah mengharapkan hubungan yang lebih dari sekedar teman tetapi kandas tanpa adanya kejelasan. Stereotip pelaku ghosting lebih melekat pada gender laki-laki, walaupun kenyataannya tidak sedikit perilaku ghosting dilakukan oleh perempuan.

Lantas, apa alasan seseorang melakukan ghosting?

Biasanya ghosting dilakukan karena kejenuhan, adanya perasaan sesaat, tidak benar-benar suka, merasa tidak percaya diri, dan masih belum siap berkomitmen. Selain itu ghosting juga bisa disebabkan karena seseorang masih labil dan melihat seseorang yang lebih baik, atau karena sibuk dan tidak ingin mendapat kekangan dari seseorang.

https://journal.sociolla.com/lifestyle
https://journal.sociolla.com/lifestyle

Seperti hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa pelaku ghosting:

" Alasanku cuma pengen ngetes dia aja, serius atau enggak." Ujar Hani, mahasiswi keperawatan.

"Bosen aja sama orang itu, bosen karena susah ketemu atau obrolannya suka ga jelas" ucap Adit, mahasiswa perhotelan.

Dari pemaparan yang dijelaskan tadi, dapat disimpulkan terdapat banyak faktor. bisa karena tidak ada niatan serius, merasa tidak cocok, takut berkomitmen, bosan dan masih banyak lagi factor penyebab terjadinya perilaku ghosting.

Perbuatan mengghosting tentunya memiliki dampak psikis terhadap si korban. Berikut penulis sebutkan dampak ghosting terhadap psikis korban baik dari sumber orang lain maupun pengalaman pribadi.

https://kabarlumajang.pikiran-rakyat.com/gaya-hidup/pr-42577556/simak-4-gejala-depresi-yang-mengancam-diri-dan-orang-di-sekitar
https://kabarlumajang.pikiran-rakyat.com/gaya-hidup/pr-42577556/simak-4-gejala-depresi-yang-mengancam-diri-dan-orang-di-sekitar

1. Membuat depresi.

Hal ini dikarenakan si korban ghosting sudah memberikan segalanya kepada gebetannya tetapi malah dighsoting. Hal ini dapat menyebabkan overthinking berlebihan, akibatnya korban lama kelamaan akan mengalami depresi apalagi bila korban usianya masih labil dan emosinya masih belum stabil.

2. Menurunkan kepercayaan diri.

Seseorang yang ditinggalkan tiba-tiba tanpa keterangan yang jelas mengapa ia ditinggalkan akan bertanya-tanya apa yang kurang dari dirinya sehingga ia ditinggalkan. Akibatnya, kepercayaan dirinya lama kelamaan akan pudar.

3. Mengalami trauma.

Saat pelaku mengghosting seseorang adalah orang yang memulai pendekatan terlebih dahulu, maka korban akan memiliki keyakinan baru bahwasanya seseorang yang mendekatinya akan meninggalkannya suatu saat nanti. Para korban akan memiliki persepsi “Semua cowok/cewek sama aja”. Hal ini membuat korban takut untuk menjalani hubungan Kembali.

4. Menyalahkan diri sendiri.

Saat pertama dighosting, korban akan berpikir keras mengapa ia ditinggalkan. Hingga ia memiliki pola piker bahwasanya ia yang bersalah, ia memiliki persepsi “yang tersakiti akan pergi di kemudian hari”.

5. Membuat korban ingin balas dendam.

Balas dendam disini bukan dalam konteks balas dendam terhadap si pelaku. Tetapi, si korban akan mendekati atau membiarkan orang lain mendekatinya lalu si korban tadi akan mengghosting orang yang didekati atau mendekatinya. Hal ini ia lakukan karena ia ingin orang lain merasakan apa yang ia rasakan.

.

.

.

.

https://kumparan.com/millennial/anak-muda-di-bawah-usia-26-alami-risiko-masalah-mental-yang-parah-1qhWcD3pvA0
https://kumparan.com/millennial/anak-muda-di-bawah-usia-26-alami-risiko-masalah-mental-yang-parah-1qhWcD3pvA0

Lantas apa yang dirasakan oleh korban ghosting?

Berikut hasil wawancara dengan beberapa korban ghosting

"Kesal dan malu" ujar Alief, karyawan hotel.

"Rasanya bingung, sedih, dan kecewa, jadi bertanya-tanya aja", ucap Caca, seorang pelajar SMA.

"Pertama yang aku rasain bingung dan kecewa, aku berpikir ini orang kenapa, ada masalah apa sama aku? Tapi semakin kesini hal itu wajar dan menurut aku di dalam proses PDKT mungkin karena ada hal yang kurang cocok antara satu sama lain." Ujar Devi, mahasiswi manajemen.

https://azbigmedia.com/lifestyle/consumer-news/pulling-the-sheet-back-on-ghosting/
https://azbigmedia.com/lifestyle/consumer-news/pulling-the-sheet-back-on-ghosting/
Nah, dapat kita simpulkan perbuatan ghosting sangat umum terjadi dalam masa PDKT para remaja. Hal ini wajar terjadi di seumuran mereka karena psikis,emosi dan usia mereka yang masih labil. Tetapi, banyak dampak negatif yang dirasakan oleh para korban. Saya sebagai penulis disini berpesan, jangan melakukan perbuatan tersebut. Karena sesungguhnya karma menantimu.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun