[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Pemandangan Danau Toba dari Atas Ferry"][/caption]
Pada pukul 22:00 di Bukittinggi, kami dijemput oleh travel yang akan mengantar kami ke Prapat, Sumatera Utara, yang merupakan tempat penyeberangan menuju Pulau Samosir. Tidak seperti bayangan kami mengenai travel Bandung - Jakarta, travel lintas provinsi ini adalah mobil pribadi, Suzuki APV, yang digunakan sebagai moda transportasi lintas provinsi. Jangan khawatir dengan keamanannya, karena ini sudah menjadi moda transportasi utama lintas provinsi di Sumatera, selain bus. Sebagai informasi, moda kereta api masih belum banyak menghubungkan provinsi di Sumatera termasuk dari Sumatera Barat - Sumatera Utara - Banda Aceh.
Perjalanan malam kami lakukan untuk menghemat waktu liburan, karena perjalanan ini memakan waktu cukup lama, sekitar 17 jam perjalanan. Di jalan kami transit dua kali di tempat makan, yang pertama pada malam hari, kemudian sarapan di pagi hari. Kami juga membayar langsung kepada supir, saat itu tarif setiap orang adalah Rp 280.000. Nasib kami juga kurang beruntung saat itu karena mobil harus berhenti beberapa kali karena ban bocor.
Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya kami sampai di Parapat. Kami meminta diantarkan ke Pelabuhan Tiga Raja. Harap berhati-hati, karena di Parapat ada 2 Pelabuhan untuk menuju Pulau Samosir: Pelabuhan Ajibata dan Pelabuhn Tiga Raja. Pelabuhan Ajibata melayani penyeberangan ferry menuju Tomok, sementara Pelabuhan Tiga Raja melayani penyeberangan ferry menuju Tuktuk. Pusat lokasi penginapan berada di Tuktuk, sehingga kami mengambil ferry dari Pelabuhan Tiga Raja. Penyeberangan Tiga Raja - Tuktuk membutuhkan biaya Rp 15.000,00.
[caption id="attachment_348584" align="aligncenter" width="560" caption="Jadwal Penyeberangan Ferry Pelabuhan Tiga Raja - Tuktuk"]
Kesan pertama ketika saya melihat Danau Toba adalah danau ini sangat bersih, dengan permukaan air danau yang mengilat memantulkan sinar matahari. Sepanjang penyeberangan kami dimanjakan dengan pemandangan danau dan pegunungan yang sangat indah disertai dengan udara yang segar. Penyeberangan menuju Tuktuk memakan waktu selama 30 menit, dan kami langsung diantarkan menuju penginapan yang telah kami book sebelumnya.
Penginapan yang kami pilih adalah Hotel Carolina, yang memiliki review sangat baik dari internet. Hotel ini langsung menghadap Danau Toba dengan taman yang sangat indah. Di hotel ini juga terdapat area berenang di Danau Toba yang dibatasi oleh tali pembatas. Kami memesan 2 kamar kelas ekonomi, yang masing-masing berkapasitas untuk 2 orang. Harga yang ditawarkan pun sangat murah, Rp 180.000,00 per kamar. Restoran hotel pun menyediakan makanan yang sangat lezat. Sesampainya di hotel kami memilih untuk beristirahat karena hari sudah sore. Kami berencana untuk berkeliling Pulau Samosir di keesokan harinya.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali saya bangun dan melihat pemandangan Danau Toba yang begitu indah, saya berkeliling ke taman hotel, dan tergoda untuk terjun berenang di Danau Toba, suatu pengalaman yang menarik berenang di Danau Vulkanik terbesar di dunia! Air dingin Danau Toba sangat menyegarkan dan seketika menghilangkan rasa kantuk di pagi hari. Setelah puas berenang saya bersiap-siap untuk berkeliling Pulau Samosir.
[caption id="attachment_348573" align="aligncenter" width="630" caption="Berenang Pagi di Danau Toba"]
Pada pukul 08:00 kami berangkat mengelilingi Pulau Samosir dengan menggunakan sepeda motor. Kami menyewa 2 sepeda motor yang disediakan oleh pihak hotel, harga yang ditawarkan pun cukup terjangkau, Rp 100.000/motor/hari (8 jam). Untungnya mengajak teman dalam backpacking adalah biaya dapat ditanggung bersama. :)
Kami menilai perjalanan kami menuju Tomok. Di sana terdapat Makam Raja Sidabuntar yang dihiasi batu kuri melingkar di sampingnya. Suasana makam tersebut cukup membuat merinding, untung saja terdapat rombongan wisatawan lain sehingga suasana makan begitu ramai. Setelah itu dekat dengan lokasi makan, terdapat pertunjukan Tari Tradisional Sigale-Gale. Tari Sigale-Gale adalah tarian yang dilakukan oleh boneka menyerupai manusia. Boneka ini dapat bergerak dengan sendirinya mengikuti alunan musik yang diputar. Tarian ini memiliki sejarah yang sangat mistis, yaitu sebagai hiburan untuk seorang raja di Pulau Samosir yang anaknya baru saja meninggal. Sang Raja meminta dibuatkan boneka menyerupai anaknya, dan diisi ruh anaknya tersebut. Setelah diisi ruh, boneka itu langsung menari-nari. Namun jangan khawatir, saat ini tidak ada nuansa mistis dari pertunjukan Tari Sigale-Gale. Boneka ini sekarang dihubungkan dengan 16 tali dan digerakkan oleh dalang. Begitu pemandu pertunjukan memperkenalkan tarian ini.
[caption id="attachment_348575" align="aligncenter" width="420" caption="Makam Raja Sidabuntar"]
[caption id="attachment_348576" align="aligncenter" width="420" caption="Komplek Makam Raja Sidabuntar"]
[caption id="attachment_348577" align="aligncenter" width="560" caption="Berfoto Bersama Boneka Sigale - Gale"]
Kami melanjutkan perjalanan mengelilingi Pulau Samosir dari selatan, sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan ke arah Danau Toba dari berbagai sudut pandang yang begitu indah, kami juga menemukan air terjun yang sangat tinggi di pinggir jalan. Namun perjalanan ini ternyata sangat melelahkan karena tanpa kami sadari perjalanan mengelilingi Pulau Samosir total berjarak sekitar 90 Km, sehingga memakan waktu lama bagi kami untuk kembali ke lokasi penginapan di Tuk Tuk. Setelah perjalanan jauh sampailah kami di Museum Huta Bolon, di Simanindo. Di lokasi ini terdapat Rumah Adat Batak yang sangat orisinil, membuat kami merasa berada di tengah perkampungan adat Batak. Rumah adat berposisi sejajar berdiri tegak di kiri dan kanan gerbang masuk. Momen ini tidak kami lewatkan begitu saja tanpa berfoto. Di komplek museum ini juga terdapat bangunan menyerupai rumah adat tempat menyimpan berbagai barang tradisional Sumatera Utara. Di Simanindo juga kami berhenti sejenak di Pantai Parbaba, pantai pasir putih di tepi Danau Toba.
[caption id="attachment_348578" align="aligncenter" width="560" caption="Di Museum Huta Bolon, Simanindo"]
Saat itu sudah sekitar pukul 14:30, dan sudah mulai hujan gerimis. Kami melanjutkan perjalanan menuju satu tujuan terakhir, yaitu Rumah Siallagan dan Batu Kursi Persidangan di Ambarita, yang berada tidak jauh dari Tuktuk. Rumah Siallagan merupakan rumah adat batak, sama seperti Rumah Bolon, tetapi dengan desain yang agak berbeda pada bagian atapnya. Di komplek wisata ini juga terdapat Batu Kursi Persidangan, yang merupakan tempat para raja memutuskan keputusan penting pada zaman dahulu, termasuk keputusan menghukum mati tawanan. Kesan mistis pun kembali hadir di komplek wisata ini.
[caption id="attachment_348581" align="aligncenter" width="560" caption="Rumah Adat Siallagan dan Batu Kursi Persidangan"]
Setelah kami mengunjungi Rumah Siallagan, kami segera bergegas kembali ke Tuktuk. Kami menyempatkan berkunjung ke Rumah Makan Padang Islam yang berlokasi tidak jauh dari penginapan kami. Sebagai informasi, di Sumatera Utara terdapat beberapa rumah makan Islam, yang berarti rumah makan ini menyediakan masakan halal.
Sekitar pukul 17:00 kami sampai kembali di hotel. Pesan saya setelah perjalanan jauh hari ini adalah, lokasi wisata inti di Pulau Samosir adalah Tomok, Simanindo, dan Ambarita. Bagi wisatawan yang memiliki keterbatasan waktu, tidak perlu berputar mengelilingi Pulau Samosir karena perjalanan sangat jauh dan menghabiskan banyak waktu. Tetapi bagi yang bersantai, jika berkeliling Pulau Samosir maka akan mendapat pemandangan yang sangat indah.
Malam itu kami beristirahat karena keesokan harinya kami akan berangkat mengunjungi orangutan di Bukit Lawang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H