Mohon tunggu...
Politik

Demi Kursi, Penguasa Minta Dibeking Koruptor?

10 Februari 2017   14:12 Diperbarui: 10 Februari 2017   14:30 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rekrutmen para terpidana dan mantan terpidana koruptor untuk memperkuat benteng politik juga demikian. Tindakan memperalat Anas adalah warisan pola rekrumen yang sudah diterapkan oleh PDIP dan Golkar. Di tubuh DPP PDIP, kader-kader tersangkut korupsi  diberi tempat strategis. Ambil contoh Rokhmin Dahuri (Ketua Bidang Kemaritiman), Bambang Dwi Hartono (Ketua Bidang Pemenangan Pemilu), Idham Samawi (Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi), dan Olly Dondokambey (Bendahara Umum). Kondisi serupa terjadi di Golkar dengan memosisikan dua residivis koruptor Nurdin Halid dan Fahd A Rafiq di tempat terhormat.

Skenario Antasari dan Ahok

Fenomena salah kaprah terjadi pula di Jalan Merdeka. Seorang bekas terhukum kasus pembunuhan disambut hormat di istana negara. Padahal sebagai penerima grasi, secara tak langsung Atasari telah mendapuk diri bersalah. Jika Antasari mengaku bersih, mestinya dia tak mengajukan grasi melainkan mengupayakan Peninjauan Kembali kasusnya.

Wajar bila publik menilai ada deal-deal politik. Pasalnya, belakangan Antasari mulai menyerang SBY. Bukan cuma mendukung Ahok-Djarot, dia diberi kursi terdepan di kubu paslon petanaha. Padahal, sebebas dulu, Antasari pernah menyatakan hendak fokus menikmati kebebasannya. Apa yang mendorong Antasari turun gunung kalau bukan terikat deal-deal politik dengan penguasa?

Dugaan tangan-tangan tak terlihat (invisible hand) dalam membela terdakwa penista agama Ahok juga tak bisa dipungkiri. Kendati sempat dipatahkan protes jutaan umat Islam, misi penyelamatan Ahok terus berlanjut. Bahkan, ketika Ahok tersandung pelecehan Kiyai Ma’ruf Amin, Luhut Binsar Padjaitan bersama Kapolda dan Pangdam Jaya menyambangi kediaman Ketua MUI. Publik bertanya, apa urusan Menko Kemaritimin dengan gejolak sosial-politik?

Sekarang, Mendagri mencari-cari alasan agar Ahok tak perlu dinonaktifkan selepas masa cuti kampanyenya selesai. Padahal sekelas mantan Ketua MK Hamdan Zoelva menyebut seharusnya Ahok sudah dinonaktifkan sejak menyandang status terdakwa.

Penganakemasan Ahok tak terlepas dari kepentingan Pemilu 2019. Sebagai basis PDIP, kursi pemimpin Jakarta tak boleh jatuh ke tangan parpol lain. Sementara Jokowi mencemaskan munculkan sosok capres penantangnya dari kursi gubernur DKI Jakarta.

Demikianlah tren pelanggengan kekuasan di negeri kita. Sungguh tak masuk nalar ketika koruptor, bekas terhukum kasus pembunuh sampai terdakwa penista agama dibela habis-habisan. Tetapi itulah yang marak. Sebagai penutup, ada baiknya kita menerunginapi nasihat Ronggowarsito.

Walaupun kelihatan beruntung orang yang gila itu

Masih lebih beruntung orang yang ingat dan waspada

Salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun