Maka solusi selanjutnya adalah pengajuan Isbat Nikah ke pengadilan, karena pernikahan kedua orangtuanya tidak tercatat dengan konsekuensi tidak bisa membuat akta nikah.Â
Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat dapat memperoleh perlindungan hukum dengan produk dari peradilan agama yaitu berupa penetapan isbat nikah pada putusan pengadilan agama yang akan berakibat hukum terhadap anak-anak yang dilahirkan.Â
Yang mendasari hal tersebut adalah  Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yang bunyinya "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah".
Konsekuensi dan akibat hukum dari penetapan isbat nikah, yang harus diterima dan diberikan orangtua kepada anak yang harus diterima dan diberikan anak kepada orangtua adalah sebagaimana yang tertuang dalam pasal 45-49 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang merupakan hak dan kewajiban antara orangtua dan anak.Â
Cara melakukan pengajuan atau prosedur pengajuan permohonan isbat nikah pada dasarnya sama dengan perkara-perkara lainnya, yaitu pihak yang berkepentingan sebagai subjek hukum mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama dalam wilayah hukumnya.Â
Tentunya permohonan tersebut harus memenuhi ketentuan syarat formil permohonan, yaitu adanya identitas, rumusan dalil dalam surat gugatan dan hal yang dimintakan penggugat kepada hakim untuk dikabulkan (posita dan petitum).Â
Setelah itu, Pengadilan akan mengeluarkan penetapan setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.
Setelah surat penetapan isbat nikah dari pengadilan sudah diterima, lalu si A dan C selaku orangtua mengajukan pembuatan akta kelahiran anaknya ke Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) setempat untuk dilakukan pencatatan dengan melampirkan surat penetepan isbat nikah dari pengadilan tersebut. dengan demikian anak dari hasil pernikahan sirri antara si A dan C tetap bisa mengemban pendidikan.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat, terimakasih.
Referensi
Kompilasi Hukum Islam (KHI).