Saya mewawancarai Novira (24), guru sekolah dasar islam swasta di Karawang yang menerapkan school from home. Pelaksanaan pembelajaran daring untuk siswa SD tentu berbeda dengan para mahasiswa di atas. Di SD, para orang tua akan dikirimkan tugas sekolah oleh guru melalui Whatsapp Grup. Ini dilakukan karena SD tempat Novira mengajar tidak memperbolehkan muridnya untuk menggunakan telepon genggam.
Tugas yang diberikan antara lain adalah tugas-tugas sesuai mata pelajar sekolah, adab kepada orang tua, urutan solat dan kedisiplinan waktu. Nantinya tugas yang sudah dikerjakan akan difoto atau dividiokan oleh orang tua murid, lalu dikirimkan kembali melalui Whatsapp Grup.
Selain itu, orang tua juga akan diberikan daftar kegiatan yang harus dilakukan oleh anak seperti bangun tidur sebelum adzan subuh, merapikan tempat tidur, solat dhuha, solat lima waktu, menghapal Al-quran, mengerjakan proyek yang diberikan oleh guru, mengisi jurnal harian, tidur siang, wudhu sebelum tidur, dan tidur pukul 20.00. Nantinya, setiap pukul 20.00, orang tua harus men-checklist semua kegiatan yang dilakukan oleh anak tersebut. Jika anak tidak melakukannya, maka orang tua harus memberikan tanda silang sebagai tanda bahwa anak tidak melakukan kegiatan yang sudah diperintahkan oleh sekolah.
Tujuan dari pemberian tugas tersebut adalah untuk mengetahui apa saja yang anak murid lakukan dirumahnya dan untuk lebih mempererat hubungan antara orang tua dan anak. "Biasanya orang tua hanya bertemu dengan anaknya saat berangkat dan pulang kerja saja, dengan adanya tugasnya ini tentu diharapkan supaya hubungan antara anak dan orang tua semakin erat," tutup Novira.
Namun hal berbeda dirasakan oleh Rika (34) sebagai orang tua dari tiga anak yang masih berusia delapan, enam, dan empat tahun sekaligus guru di sebuah sekolah Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD di Jakarta.
Sebagai guru, Rika memberikan modul pembelajaran khusus dari PAUD tempatnya mengajar yang berisi kegiatan seperti mencocokkan gambar, mewarnai, menggunting, dan menyusun puzzle serta modul pembelajaran dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang berupa perintah untuk melakukan kegiatan seperti mengelompokkan koin, memasukan beras dari wadah ke dalam botol, dan memasak nasi.
Tujuan Rika sebagai guru dalam memberikan modul pembelajaran ternyata berbeda dengan Novira. Tujuan Rika dalam memberikan modul justru hanya untuk mengisi kegiatan anak dirumah, dan untuk mencapai tujuan kurikulum.
Berbeda dengan Novira yang bertujuan untuk mempererat hubungan antara anak dan orang tua. Karena menurut Rika, PAUD hanyalah lembaga pendidikan yang juga mempunyai tujuan tertentu yang harus dicapai oleh anak muridnya.
Sebagai orang tua, Rika juga menganggap bahwa school from home tidak berdampak pada hubungan anak dan orang tua yang semakin erat. Rika beralasan demikian karena anak melihat dirinya sebagai figur ibu, bukan sebagai figur guru. Perbedaan persepsi ini yang membuat anak menjadi kurang bisa diarahkan saat belajar dari rumah.
"Anak kurang bisa menempatkan diri di depan ibunya. Karena pola komunikasi antara anak dengan guru dan anak dengan orang tua berbeda. Kalau anak ke guru kan melihatnya untuk belajar dan mendengarkan. Kalau sama ibu, anak jadinya bermain walaupun tetap belajar. Tapi tetap saja ada penolakan dari anaknya. Malah ada friksi dan perdebatan yang besar. Jadi orang tua harus lebih bisa merangkul anak," tukas Rika saat dihubungi melalui video call via Whatsapp.
Sampai saat ini vaksin untuk menyembuhkan Covid-19 belum ditemukan. Akibatnya masyarakat terpaksa melakukan semua kegiatannya dari rumah. Orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab tetap harus mendukung proses belajar mengajar anaknya.