Mohon tunggu...
Ridwan Sank
Ridwan Sank Mohon Tunggu... Konsultan - Ridwan Sank Hipnovator

Ridwan Sank adalah seorang Penulis Buku, Public Trainer & Hipnoterapis, juga Founder TEH (The Ethnic Hypnoaura) yaitu Mesmerisme Aura Ala Sunda . Silahkan kunjungi web saya www.ridwansank.co.id, WA/Telp. 081310831118

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Vaginismus, Gangguan Vagina Terkunci, Siksaan Bagi Para Istri

18 September 2015   21:30 Diperbarui: 18 September 2015   21:39 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah Anda ditakut takuti oleh teman atau saudara bahwa malam pertama adalah hal yang menyakitkan bagi para wanita ?

Atau pernah kah Anda mengalami trauma seksual sebelum menjalani pernikahan ?

 

Kedua contoh pertanyan  di atas adalah faktor penyebab terjadinya vaginismus yang dialami oleh wanita. Namun sayangnya banyak dari mereka di dunia ini yang tidak menyadari bahkan tidak tahu sama sekali  tentang  informasi gangguan ini.

 

Mungkin banyak orang yang bertanya apa yang dimaksud dengan istilah ini ?

 

Secara sederhananya, vaginismus adalah kondisi dimana vagina terkunci dan menegang, sehingga tidak bisa menerima benda apa pun untuk dimasuki, salah satunya oleh penis.

Seperti dijelaskan di www.hipnopasutri.blogspot.com, banyak faktor penyebab mengapa wanita mengalami gangguan ini, diantaranya adalah karena si wanita  mungkin tanpa sadar, mengingkari dirinya, pasangannya, atau kenikmatan dalam keintiman seksual, takut hamil, kecemasan, masalah hubungan, dan pernah mengalami trauma seksual.

Dalam model Masters dan Johnson, penyebab disfungsi seksual dihipotesis memiliki satu antesenden historis atau lebih, yaitu:

1. Faktor Psikis :

  •  Trauma psikoseksual. Beberapa disfungsi dapat ditelusuri ke perkosaan atau peristiwa penistaan lain. Pengalaman seksual yang traumatik, misalnya wanita yang mengalami perkosaan baik pada masa anak-anak, remaja maupun dewasa. Kalau pengalaman yang mengerikan itu terjadi setelah wanita menikah, dapat juga terjadi vaginismus sekunder.
  • Kekolotan dalam beragama. Pendidikan agama yang konservatif memandang dengan rasa curiga pada seksualitas yang dilakukan untuk mendapat kesenangan.
  • Kecenderungan homoseksual. Dapat dipahami bila kenikmatan seksual menjadi kurang jika seseorang yang memiliki kecenderungan homoseksual mencoba melakukan hubungan heteroseksual.
  • Konseling yang tidak adekuat. Kalimat ini merupakan eufimisme untuk berbagai komentar yang disampaikan oleh para profesional yang tidak benar dan destruktif. Contohnya seorang pemuka agama  yang mengatakan bahwa disfungsi ereksi merupakan hukuman Tuhan atas dosa-dosanya.
  • Konsumsi alkohol yang berlebihan. seperti dikatakan Shakespeare dalam Macbeth, “Ia mendorong hasrat, namun melemahkan performa” (aksi II, adegan 3).
  • Penyebab Biologis. Masters dan Johnson pada tahun 1970 telah menyadarkan kita tentang faktor-faktor somatik yang berkontribusi terhadap disfungsi seksual. 

2. Beberapa faktor fisik, seperti : 

  • Gangguan selaput dara, termasuk sisanya yang tertarik kalau terjadi penetrasi penis.
  • Infeksi yang menimbulkan luka di sekitar lubang vagina atau labia. 
  • Bekas robekan karena melahirkan yang tidak sembuh dengan baik.

3. Faktor-faktor sosiokultural. 

  • Ekspektasi dan kekhawatiran pada perempuan berbeda dengan laki-laki dan merupakan suatu fungsi kelas sosial. Contohnya, laki-laki diberkahi, bahkan dituntut oleh masyarakat untuk mengembangkan ekspresivitas seksual dan untuk mengambil inisiatif. Terlepas dari perubahan yang diakibatkan oleh gerakan feminis selama lebih dari 30 tahun, namun tetap menjadi pertanyaan apakah hal ini juga terjadi pada perempuan.

 

Prevalensi / Terapi Disfungsi Seksual

Kepeloporan karya Masters dan Johnsons (1970) dalam penanganan disfungsi seksual disampaikan dalam Fokus Penemuan 14.4 selama lebih dari 30 tahun terakhir para terapis dan peneliti telah mengurai laporan awal tersebut dan menyusun berbagai prosedur baru bagi para ahli klinis yang ingin memperbaiki kehidupan para pasien yang mengalami disfungsi seksual. Kami akan menjelaskan beberapa strategi dan prosedur yang memperluas karya Masters dan Johnsons. Seorang hipnoterapis dapat memilih satu teknik saja untuk satu kasus tertentu, namun karakteristik disfungsi seksual yang kompleks dan multi segi biasanya memerlukan beberapa teknik, diantaranya

  1. Mengurangi kecemasan. Jauh sebelum publikasi program terapi Masters da Johnsons, para terapis perilaku memahami bahwa para klien disfungsi seksual membutuhkan pemaparan bertahap dan sistematis pada spek-aspek situasi seksual yang yang memicu kecemasan. Desentisisasi sistematis dan desentisisasi in vivo (desentisisasi dengan situasi kehidupan nyata) dari Wolpe telah digunakan dengan cukup berhasil (Anderson, 1983; Hogan 1978; Wolpe 1958), terutama jika dikombinasikan dengan pelatihan keterampilan. Contohnya, seorang wanita yang mengalami vaginismus pertama-tama dapat berlatih relaksasi menggunakan teknik hipnosis, kemudian berlatih memasukan jarinya atau dilator ke dalam vaginanya, dimulai dengan sedikit memasukan jarinya dan secara bertahap semakin dalam (Leiblum, 1997).. 
  2. Masturbasi terarah. Kami telah meyebutkan sebelumnya bahwa wanita yang mengalami gangguan orgasme sering kali kurang memiliki pengetahuan tentang anatomis seksual mereka sendiri. masturbasi terarah yang diciptakan oleh LoPiccolo dan Lobitz (1972) merupakan suatu terapi multi langkah yang melengkapi program Masters dan Johnson.Langkah pertama adalah si perempuan mengamati dengan teliti tubuhnya tanpa busana, termasuk alat kelaminnya, dan mengidentifikasi berbagai bagian dengan bantuan diagram. Berikutnya, ia diinstruksikan untuk menyentuh kelaminnya dan menemukan bagian yang menghasilkan kenikmatan. Setelah langkah tersebut selesai, ia kemudian meningkatkan intensitas masturbasinya dengan fantasi erotis. Jika orgasme belum dicapai pada saat itu, ia diminta membeli vibrator dan diajari bagaimana menggunakannnya dalam masturbasi. Terakhir, pasangannya terlibat dalam terapi ini, pertama-tama mengamati pasangannya melakukan masturbasi, kemudian melakukan pada pasangannya apa yang sebelumnya dilakukan sendiri oleh pasangannya, dan terakhir melakukan kontak kelamin dalam posisi yang memungkinkannya untuk menstimulasi kelamin perempuan tersebut secara manual atau dengan menggunakan vibrator. Masturbasi terarah tampaknya secara signifikan meningkatkan efektivitas penanganan gangguan orgasme (O’Donohue, Dopke & Swingen, 1997) dan juga membantu dalam penanganan gangguan nafsu seksual (Renshaw, 2001). 
  3. Prosedur untuk Mengubah Sikap dan Pikiran. Dalam teknik yang disebut prosedur kesadaran sensori, klien didorong untuk merasakan sensasi menyenangkan yang menyertai gairah seksual sejak dari permulaan. Contohnya :Sebagai cara untuk mengantarkan individu ke perasaan yang benar-benar sensual dan seksual. Terapi perilaku rasional emotif mencoba mengubah pikiran “harus” menjadi pikiran yang tidak terlalu menuntut diri sendiri, pikiran “Saya Harus” yang sering kali menimbulkan masalah bagi orang-orang yang mengalami disfungsi seksual. Hipnoterapis harus mencoba mengurangi tekanan yang dirasakan oleh laki-laki yang mengalami disfungsi ereksi dengan menggugat keyakinannya bahwa kontak kelamin merupakan satu-satunya bentuk aktivitas seksual yang sejati. Kaplan (1997) merekomendasikan beberapa prosedur untuk mencoba meningkatkan daya tarik seks. Ia meminta kliennya berfantasi erotik dan memberi mereka tugas untuk menjalin hubungan dan berkencan, seperti berlibur di akhir minggu. 
  4. Pelatihan Keterampilan dan Komunikasi. Untuk meningkatkan keterampilan seksual dan komunikasi, para hipnoterapis memberikan bahan-bahan tertulis dan menunjukkan kepada klien rekaman video dan film yang secara eksplisit mendemonstrasikan teknik-teknik seksual (McMullen & Rosen, 1979). Hal yang sangat penting untuk berbagai disfungsi seksual adalah mendorong pasangan untuk saling mengkomunikasikan apa yang mereka sukai dan tidak sukai (Hawton, Catalan, & Fragg, 1992; Rosen, Leiblum, & Spector, 1994). Bila digabungkan, pelatihan keterampilan dan komunikasi juga memaparkan pasien pada hal-hal yang memicu timbulnya kecemasan –seperti melihat pasangannya tanpa busana- yang memungkinkan timbulnya efek yang mendesensitisasi. Mengatakan kepada pasangan apa yang disukainya dalam berhubungan seks sering kali menjadi lebih sulit karena adanya ketegangan yang lebih dari sekedar terkait dengan hubungan seksual, yang akan membawa kita ke strategi berikutnya. 
  5. Terapi pasangan. Disfungsi seksual seringkali menyatu denga perkawinan yang bermasalah, dan pasangan yang bermasalah biasanya membutuhkan pelatihan khusus dalam keterampilan komunikasi nonseksual (Rosen, 2000). Seperti disebutkan sebelumnya, berbagai artikel mutakhir tentang terapi seks menekankan kebutuhan terhadap sebuah perspektif sistem, yaitu hipnoterapis perlu memahami bahwa masalah seksual menyatu dengan berbagai faktor hubungan interpersonal yang kompleks (Wylie, 1997). Kadang suatu terapi yang memfokuskan pada isu-isu nonseksual, seperti masalah dengan mertua atau pengasuhan anak, penting dan pada tempatnya –apakah sebagai tambahan untuk atau bahkan tipe terapi seks Masters dan Johnson.  
  6. Teknik dan Perspektif Psikodinamika. Seorang laki-laki mungkin tidak langsung mengakui bahwa ia tidak dapat mengalami ereksi. Dalam kasus ini terapis harus menemukan petunjuk dalam penuturannya. Seorang wanita dapat merasa enggan memulai hubungan seks karena, meskipun ia tidak mengatakan secara langsung kepada terapis, ia menganggap asertivitas semacam itu tidak pantas dan tidak sesuai dengan peran perempuan menurut pandangan tradisionalnya. Dalam kasus semacam itu pandangan psikodinamika umum yang menyatakan bahwa klien sering kali tidak mampu menyampaikan dengan jelas masalah yang benar-benar mengganggu mereka kepada terapis dapat membantu pengukuran dan perencanaan yang tepat untuk terapi perilaku (Kaplan, 1974). Tidak diragukan berbagai elemen terapi psikodinamika dapat ditemukan di banyak praktik terapi seks, sekalipun biasanya berbagai elemen tersebut tidak dikemukakan secara eksplisit oleh para terapis ketika membahas teknik-teknik yang mereka gunakan dalam berbagai jurnal atau dengan para kolega.
  7. Teknik Hipnoterapi. Berdasarkan pengalaman saya sebagai praktisi hipnoterapi dan sudah beberapa kali menangani vaginismus, teknik ini dinilai lebih aman dan efektif, karena menggabungkan beberapa teknik di atas dengan cara aman dan nyaman. Saat proses di hipnoterapi, pasien akan didiagnosa terlebih dahulu untuk mencari tahu akar penyebab gangguan ini, kemudian diberikan tes cognitive behaviour untuk selanjutnya ditentukan teknik terapeutik yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Namun Anda harus berhati-hati dalam memilih hipnoterapis, khususnya masalah ini karena berkaitan dengan organ intim dan privasi anda, jadi pastikan untuk memilih hipnoterapis yang berkompeten dan telah memiliki jam terbang yang tinggi. Ada cara yang paling mudah untuk mengetahui hipnoterapis berkompeten, apakah dia pernah menjadi nara sumber di stasiun TV? Hal ini bisa menjadi refensi yang mudah dan efektif bagi Anda, sehingga saat proses hipnoterapi berlangsung Anda merasa aman dan nyaman.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun