Mohon tunggu...
Ridwan Maulana
Ridwan Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa institut agama islam Latifah mubarokiyah fakultas dakwah prodi ilmu tasawuf semester 5

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Riya Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin

22 Desember 2024   14:00 Diperbarui: 22 Desember 2024   13:56 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Riya Menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin

Riya adalah salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya bagi seorang Muslim. Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar Islam, dalam kitab monumental Ihya Ulumuddin, menjelaskan secara mendalam tentang riya, dampaknya, dan cara menghindarinya. Menurut beliau, riya adalah suatu perbuatan di mana seseorang melakukan amal ibadah atau kebaikan dengan tujuan mendapatkan pujian, penghormatan, atau perhatian dari orang lain, bukan semata-mata karena Allah.

Definisi dan Hakikat Riya

Imam Al-Ghazali mendefinisikan riya sebagai:

"Menampakkan ibadah dengan tujuan memperoleh kedudukan di hati manusia."

Artinya, riya terjadi ketika niat utama seseorang dalam melakukan amal berubah dari mencari keridhaan Allah menjadi mengharapkan pujian dan pengakuan dari manusia. Dalam Islam, amal yang tidak ikhlas karena Allah tidak akan diterima, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an:

"Dan mereka tidak diperintahkan, kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas." (QS. Al-Bayyinah: 5).

Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa riya adalah bentuk syirik kecil yang dapat merusak amal seseorang. Ia menyebutkan bahwa riya adalah sifat yang berasal dari cinta dunia, terutama cinta akan pujian dan penghormatan dari orang lain.

Tingkatan Riya Menurut Al-Ghazali

Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali membagi riya menjadi beberapa tingkatan berdasarkan objeknya:

Riya dalam Akidah

Ini adalah tingkatan riya yang paling berbahaya. Seseorang berpura-pura beriman kepada Allah dan menjalankan agama, tetapi sebenarnya hatinya tidak yakin atau hanya ingin mendapat keuntungan duniawi.

Riya dalam Ibadah

Contohnya adalah seseorang yang memperpanjang shalat, memperindah bacaan Al-Qur'an, atau memperbanyak sedekah semata-mata agar dipuji sebagai orang yang shalih.

Riya dalam Perilaku dan Akhlak

Seseorang memperlihatkan sikap rendah hati, dermawan, atau berbuat baik dengan niat untuk mendapatkan pujian atau kedudukan di mata manusia.

Riya dalam Perkataan

Ini terjadi ketika seseorang berbicara tentang ilmu agama atau amal kebaikan yang pernah dilakukan dengan maksud agar orang lain menganggapnya alim atau shalih.

Dampak Riya

Riya memiliki dampak yang sangat buruk, baik terhadap individu maupun masyarakat, antara lain:

Merusak Keikhlasan

Amal yang disertai riya tidak diterima oleh Allah, karena niatnya bukan untuk mencari ridha-Nya. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Menggugurkan Amal Kebaikan

Amal yang dilakukan karena riya dianggap sia-sia di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya:

"Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat riya." (QS. Al-Ma'un: 4-6).

Menimbulkan Penyakit Hati Lainnya

Riya dapat memicu sifat ujub (bangga diri) dan takabbur (sombong), yang semakin menjauhkan seseorang dari Allah.

Cara Menghindari Riya

Imam Al-Ghazali memberikan beberapa langkah untuk menghindari riya dalam amal ibadah, di antaranya:

Memperkuat Niat

Sebelum melakukan amal, pastikan niat benar-benar hanya untuk Allah. Setiap kali muncul keinginan untuk mencari pujian, segera luruskan niat.

Menyembunyikan Amal Kebaikan

Usahakan untuk tidak memamerkan amal ibadah. Misalnya, sedekah dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

"Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah salah satunya adalah seseorang yang bersedekah dengan tangan kanan sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan." (HR. Bukhari dan Muslim).

Menyadari Kecilnya Dunia

Ingat bahwa pujian manusia tidak akan membawa manfaat di akhirat. Yang lebih penting adalah keridhaan Allah semata.

Banyak Berdoa

Memohon kepada Allah agar senantiasa diberi keikhlasan dalam beribadah. Rasulullah SAW mengajarkan doa:

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang aku ketahui, dan aku memohon ampun atas apa yang tidak aku ketahui."

Kesimpulan

Riya adalah penyakit hati yang sangat halus dan berbahaya, karena ia dapat menggugurkan amal kebaikan seseorang. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menekankan pentingnya menjaga keikhlasan dalam setiap amal, baik ibadah maupun kebaikan lainnya. Dengan meluruskan niat dan memfokuskan diri pada keridhaan Allah, kita dapat terhindar dari sifat riya dan mencapai keberkahan dalam setiap amal yang kita lakukan.

Semoga kita semua senantiasa diberi keikhlasan dalam beribadah dan dijauhkan dari sifat riya. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun