Mohon tunggu...
Ridwan Luhur Pambudi
Ridwan Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Lainnya - Unpad - Jurnalistik '21

Numismatik • Astronomi • Mitigasi • Multimedia #BudayaSadarBencana #SantaiPakaiNonTunai

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

GeNose Tak Salah, Kebijakan yang Bermasalah

3 Juli 2021   12:00 Diperbarui: 3 Juli 2021   12:09 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat resmi dilaksanakan mulai hari ini di Jawa dan Bali. Pelaksanaan PPKM Darurat ini sebagai akibat adanya lonjakan kasus covid-19 setelah lebaran tahun ini. Tingkat keterisian rumah sakit yang tinggi, bahkan banyak di antaranya sudah penuh memaksa pemerintah harus menarik 'rem' lebih kuat dengan pembatasan lebih ketat.

Ada perubahan kebijakan pada PPKM kali ini. Jika sebelumnya tes GeNose ditetapkan menjadi salah satu syarat perjalanan, kali ini GeNose dicoret dari daftar tersebut. Sementara itu, untuk tes usap antigen masih diakui sebagai syarat perjalanan.

Sebelum alat tes buatan Universitas Gadjah Mada ini dicoret, telah beredar kabar yang menyebutkan bahwa sebaiknya GeNose tidak lagi digunakan. Sejumlah pakar beranggapan bahwa tingkat akurasi GeNose terbilang rendah, bahkan ada yang menyebut jika penggunaan GeNose menjadi dalang lonjakan kasus covid ini.

Dikutip dari CNBC Indonesia, Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riyono meragukan efektivitas penggunaan GeNose sebagai alat screening covid-19. Dia beranggapan hasil GeNose belum teruji.

"Kalau menggunakan GeNose itu berbahaya juga sebenarnya karena tingkat akurasinya diragukan. Kalau tidak tahu penumpang itu benar-benar bebas dari virus atau tidak," kata Pandu kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/6/2021).

Sementara itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito enggan berkomentar lebih jauh mengenai tidak masuknya GeNose sebagai syarat perjalanan. Dia meminta masyarakat bersabar menunggu informasi selanjutnya.

"Terkait revisi kebijakan pelaku perjalanan mohon menunggu rilis resminya. Pada prinsipnya perubahan kebijakan yang ada dilakukan berdasarkan hasil monev (monitoring dan evaluasi) di lapangan, (apakah GeNose akan digunakan atau tidak) sedang dalam pembahasan," kata Wiku saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/7/2021) siang.

Seandainya kekurangakuratan GeNose menjadi salah satu penyebab lonjakan kasus, bisakah kita menyalahkan alat tersebut?

Jika kita mengingat jauh ke belakang, saat awal covid-19 masuk Indonesia, kita masih mengenal yang namanya Surat Keterangan Sehat dari dokter. Surat ini menjadi salah satu syarat mengikuti sebuah acara, salah satunya ketika saya mengikuti ujian masuk perguruan tinggi tahun lalu.

Selain Surat Keterangan Sehat, adapula rapid test antibodi. Harganya jauh lebih mahal dari biaya pembuatan surat sehat, tetapi tingkat akurasinya dinilai jauh lebih baik pada saat itu.

Pada pertengahan tahun 2020, dikenalkan rapid test antigen yang dirasa akurasinya jauh lebih tinggi dari rapid test antibodi, harganya pun lebih mahal. Secara perlahan, rapid test antigen menggantikan rapid test antibodi. Saat ini pula, rapid test antibodi tak lagi diakui keakuratannya.

Pada awal tahun ini, Universitas Gadjah Mada membawa terobosan baru. Mereka memperkenalkan alat pendeteksi covid-19 dengan nama GeNose C19. Alat ini dinilai bisa mendeteksi paparan covid-19 hanya dengan embusan napas seseorang. Setelah resmi mendapat izin edar, GeNose disebar ke berbagai stasiun kereta api sebagai syarat perjalanan. Kehadiran GeNose disambut baik masyarakat. Harga tes GeNose juga jauh lebih murah daripada rapid test antigen.

Setelah beberapa bulan digunakan, kini GeNose ditentang. Masyarakat dianjurkan kembali lebih percaya pada tes usap atau rapid test antigen. Harga rapid test antigen saat ini juga bisa dibilang jatuh. Beberapa media melaporkan adanya persaingan harga. Dari sebelumnya berkisar ratusan ribu, saat ini ada yang mematok rapid test antigen di harga puluhan ribu saja.

Dengan demikian, sebenarnya kita tak bisa menyalahkan GeNose. Kebijakan pemerintah lah yang dari awal bermasalah.

Sejak awal pandemi, pemerintah tak mau melakukan lockdown. Akibatnya, mobilitas masyarakat tetap tinggi. Tuntutan pekerjaan membuat masyarakat harus berlalu-lalang. Kantor masih buka, industri terus berjalan. Mau tak mau para pekerja harus melakukan tes kesehatan agar bisa melakukan aktivitas pulang pergi.

Harga rapid test yang tinggi membuat masyarakat keberatan. Lalu ketika GeNose hadir denga harga yang jauh lebih murah, tentunya sangat membantu bagi masyarakat. Kini ketika harga rapid test antigen rontok, GeNose 'dibuang'. Jika sejak awal akurasi GeNose rendah, mangapa digunakan? Lalu jika akurasi rapid test antigen tinggi, mengapa tidak melakukan pengadaan yang banyak di awal agar harga bisa terjangkau masyarakat?

Sekarang tersisa rapid test antigen dan tes usap PCR. Pemerintah sendiri masih mengakui tes usap PCR menjadi hasil kunci seseorang terpapar covid-19 atau tidak. Rapid test antigen sendiri digunakan sebagai screening dan tentunya akurasi lebih rendah dari tes usap PCR.

Jika kita kembali bicara akurasi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa rapid test antigen akan bernasib sama seperti GeNose. Maka selayaknya kebijakan pemerintah harus memberikan keadilan. 

Apabila tak ingin lockdown karena anggaran habis, memaksa masyarakat tetap bekerja dan suatu tes menjadi syarat perjalanannya, maka ringankanlah biayanya. Tidak seharusnya masyarakat diberi beban, karena dari pekerjaan merekalah anggaran negara itu didapat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun