Istilah gapyear biasa disematkan bagi mereka yang memilih menunda masuk kuliah untuk satu atau dua tahun. Ada banyak alasan, salah satunya dari hasil Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).Â
Bagi sebagian orang, pengumuman ini menjadi suatu 'patokan' untuk keputusan selanjutnya. Mereka yang belum beruntung di seleksi ini umumnya masih akan mencoba di seleksi mandiri tiap perguruan tinggi negeri (PTN) ataupun berpindah ke perguruan tinggi swasta (PTS).Â
Namun, ada juga yang berhenti mencoba untuk sementara dan tidak mendaftar di seleksi mandiri. Biasanya faktor ekonomi ataupun nilai UTBK yang dirasa kurang membuat mereka memilih nge-gapyear.
Selain SBMPTN, ada juga yang memutuskan untuk gapyear setelah gagal di seleksi mandiri. Hal ini, tentunya karena seleksi mandiri menjadi gerbang penerimaan terakhir di universitas. Dengan demikian, seseorang terpaksa untuk tidak kuliah pada tahun pendaftaran tersebut.
Masih ada banyak sekali alasan lainnya yang membuat seseorang memutuskan untuk gapyear. Ada yang karena belum siap secara ekonomi, ingin rehat sejenak, atau ingin bekerja untuk sementara waktu, dan lain-lain.
Lalu seperti apa suka duka dan perjuangan selama masa gapyear tersebut? Di artikel blog ini, saya akan menjelaskan tentang pengalaman dan pandangan pribadi tentang gapyear. Semoga penjelasan ini bisa dipahami dengan baik untuk kamu yang berencana gapyear, ataupun masyarakat secara umum.
1. Melawan Stigma
Tidak bisa dipungkiri bahwa stigma di masyarakat tentang gapyear cenderung negatif. Khususnya untuk mereka yang gapyear karena gagal di SBMPTN atau seleksi mandiri (kalau gapyear karena mau bekerja, mungkin lain lagi).
Ada yang menganggap mereka (gapyear) bodoh karena gagal seleksi sehingga enggak jadi kuliah. Nyatanya, banyak teman-teman yang nilainya bagus, tetapi memilih gapyear karena tidak lolos seleksi. Lalu ada teman-teman yang nilainya lebih rendah berbangga diri (mungkin) sampai kebablasan karena lolos seleksi.Â
Bagaimana bisa? perlu dijelaskan, bahwa SBMPTN ataupun seleksi mandiri itu berdasarkan pilihan program studi (prodi), bukan keseluruhan peserta.Â
Sebagai contoh, teman-teman yang gagal masuk Fakultas Kedokteran biasanya punya nilai bagus, tetapi karena persaingannya juga ketat, maka nilai bagus tersebut akan tergeser oleh nilai yang lebih bagus lagi. Lain program studi yang dipilih akan lain lagi persaingannya.Â
Jadi, sebaiknya hasil seleksi SBMPTN atau seleksi mandiri jangan dijadikan patokan untuk mengukur kemampuan seseorang.
Saya gapyear karena gagal seleksi, gagal karena kurang persiapan, gagal karena salah strategi (mungkin). Meskipun gapyear identik dengan kegagalan, tetapi gapyear sebenarnya tentang sebuah keputusan.Â
Saya memilih gapyear untuk berusaha meraih cita-cita melalui prodi yang saya inginkan, memang tidak ada jaminan tercapai, tetapi apa salahnya berjuang dan mencoba? Andaipun belum juga berhasil, setidaknya sudah mendapatkan pengalaman.
2. Kesendirian
Inilah yang sehari-hari dirasakan. Saat kalian memutuskan untuk gapyear, maka kalian juga harus bersiap 'kehilangan' teman. Hal ini, karena teman-teman kalian yang enggak gapyear pasti akan memiliki kesibukan sendiri dan kawan yang baru di kampus atau tempat kerjanya.Â
Mungkin ada yang berkata "walau tidak punya teman, tetapi masih punya Tuhan". Ini memang benar, selama masa gapyear juga akan terasa lebih banyak waktu untuk beribadah dan berdoa.Â
Namun, saya menyarankan kamu yang akan gapyear untuk mencari teman. Kendatipun tidak bisa menemani sehari-hari, teman yang kamu percayai bisa menjadi tempat untuk "ya semacam berkeluh kesah".Â
Lebih disarankan lagi kalau teman sesama gapyear, kalian bisa cari di twitter atau media sosial lain. Selain karena sefrekuensi, teman sesama gapyear bisa saling berbagi ilmu atau belajar bersama untuk seleksi di tahun depan.
3. Memanfaatkan Waktu
Satu tahun itu waktu yang cukup lama. Pada waktu inilah kamu bisa memanfaatkan dengan baik, sehingga gapyear tidak melulu tentang kesedihan. Kalian bebas memakai waktu ini, untuk menekuni hobi, untuk memahami diri, untuk bepergian ke sana kemari.Â
Jika ada yang berkeinginan menabung untuk kuliah, boleh banget bekerja untuk sementara. Namun, yang perlu diingat adalah jangan lengah dan berlebihan. Kembali kepada tujuan, tetap utamakan belajar.Â
Bagi yang bekerja juga sama, ada baiknya kalian membuat semacam usaha sendiri, misalnya berjualan. Saya tidak menyarankan kalian bekerja sebagai karyawan, kecuali bisa membagi waktu dan sanggup menerima konsekuensinya.
Secara singkat, seperti itulah pandangan dan pengalaman saya dalam satu tahun masa gapyear. Ada banyak cerita yang bisa kamu dapatkan. Yang paling enaknya itu kamu dengan leluasa memakai waktu yang ada sesuai kemauan.Â
Sedangkan, yang enggak enak itu ketika ada pertanyaan "kerja/kuliah di mana?" Pada masa gapyear, status kita tidak jelas pelajar atau pekerja, kasarnya memang kita disebut pengangguran. Namun, sebenarnya kita dalam keadaan sedang berusaha. Jadi, cobalah untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan mudah dipahami.
Pilih gapyear untuk berjuang masuk di prodi yang diinginkan atau mencoba kuliah dengan masuk prodi yang tidak diinginkan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kembali kepada kemampuan kamu. Jika prodi yang tidak kamu inginkan tersebut masih ada kaitan dengan prodi yang kamu inginkan, maka boleh saja mencobanya.Â
Setelah itu, kamu memiliki hak untuk tetap berada di situ karena sudah nyaman atau keluar dan mendaftar lagi di prodi yang kamu inginkan. Saya sendiri tidak melakukan hal itu karena memang masih kekeuh untuk berjuang masuk prodi yang saya inginkan.Â
Selain itu, jika saya memilih prodi yang tidak saya inginkan dengan 'cari aman,' maka ada kemungkinan saya membayar biaya kuliah untuk hal yang tidak saya minati dan tentunya saya merasa bersalah karena mengambil kesempatan orang lain yang ingin sekali masuk prodi tersebut.
Ada sebuah twit yang dikirim berisi pesan untuk hari ini. Ya, hari ini adalah pengumuman SBMPTN 2021. Di pesan tersebut tertulis bahwa gapyear bukan menjadi masalah untuk mengejar mimpi.
"Walau harus gapyear pun gamasalah untuk mengejar mimpi kamu. --dari aku yang menyesal maksa kuliah dan tidak memilih gapyear." sepenggal twit dari seseorang melalui @sbmptnfess.
Dari sini kita belajar bahwa gapyear itu tidak buruk dan tidak salah. Setiap orang memiliki jalan untuk bisa meraih cita-cita melalui prodi dan universitas yang diinginkan.Â
Bagi kamu angkatan 2020, termasuk saya, kita masih memiliki kesempatan satu tahun lagi untuk gapyear dan mengikuti seleksi tahun depan. Bagi angkatan 2021, kalian masih memiliki waktu dua tahun untuk gapyear serta mengikuti seleksi tahun 2022 dan 2023. Kesempatan ini merupakan hak dan keputusan kalian sendiri. Semoga diberikan hasil yang terbaik untuk hari ini, aku kamu kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI