Keputusan Pemkot Surabaya tentang kewajiban rapid test ini tetunya membuat banyak peserta merasa keberatan. Terlebih biaya yang dikeluarkan untuk rapid test tidaklah murah. Selain itu, hasil rapid test nyatanya tidak sepenuhnya akurat, sehingga bagi mereka yang reaktif belum tentu positif virus korona.
Salah satu peserta UTBK di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang tidak ingin disebutkan namanya menceritakan bahwa dirinya reaktif rapid test. Itu artinya dia tidak dapat mengikuti UTBK sesuai dengan yang sudah dijadwalkan. Meski demikian, dia akan menjalani swab test untuk memastikannya. Apabila hasilnya negatif, maka dia dapat mengikuti UTBK dengan jadwal yang baru.
"Saya akan menjalani swab test. Semoga negatif. Kalau negatif masih bisa rescheduled." Ujarnya ketika dihubungi melalui twitter.
Meski sebelumnya merasa kaget atas hasil rapid test yang reaktif serta aturan yang dikeluarkan Pemkot Surabaya. Dia dapat memakluminya karena kondisi di Surabaya yang zona merah. Namun, sangat menyayangkan informasi yang diumumkan terkesan mendadak.
"Untuk saran kedepannya saya harap sebisa mungkin jangan memberikan pengumuman terlalu mendadak dan kalau bisa pemkot memberikan fasilitas rapid gratis kepada peserta UTBK di Surabaya, mengingat biayanya yang mahal." Pungkasnya.
Segala perubahan aturan UTBK tahun ini yang diumumkan mepet seringkali membuat dilema bagi para pesertanya. Namun, semua dapat memakluminya, mengingat keadaan pandemi Covid-19 di Indonesia yang masih tinggi. Tentunya kita semua tidak ingin pelaksanaan UTBK yang menjadi syarat seleksi masuk perguruan tinggi negeri ini malah menjadi wadah penyebaran atau klaster baru virus korona.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H