Mohon tunggu...
Ridwan Luhur Pambudi
Ridwan Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Lainnya - Unpad - Jurnalistik '21

Numismatik • Astronomi • Mitigasi • Multimedia #BudayaSadarBencana #SantaiPakaiNonTunai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

#14TahunGempaJogja, Eling lan Waspada

28 Mei 2020   17:33 Diperbarui: 29 Mei 2020   13:57 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rekaman seismogram gempa susulan yang terus terjadi (Geofon/BMG)

Gempa bumi besar yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2006 lalu masih membekas dalam ingatan warga DIY dan sekitarnya. Hari ini, atau tepat 14 tahun berlalu, melalui tagar #14TahunGempaJogja, warganet mengenang peristiwa tersebut lewat cuitan twitter. Tagar tersebut juga berhasil menduduki trending topik pertama twitter Indonesia pada pagi tadi.

Gempa yang terjadi tentunya mengagetkan masyarakat Yogyakarta. Mengingat saat itu Gunung Merapi sedang aktif, membuat semua mata seolah sedang tertuju pada bencana gunung api saja. 

Dikutip dari Geomagz KemenESDM, Pada 24- 27 April 2006, di sela-sela presentasi sebuah simposium berkenaan dengan aktivitas Gunung Merapi, penulis mengingatkan bahwa Yogya tidak hanya rawan terhadap bencana gunung api, tetapi juga gempa bumi, sebagaimana pada abad 19 pernah terjadi gempa besar yang meluluhlantakkan Kota Yogya.

Ketika itu reaksi sebagian besar peserta tertegun seperti tidak pernah mendengar cerita tentang bencana gempa abad 19 itu. Memang, 14 tahun yang lalu Merapi mulai memuntahkan semburan piroklastikanya pada 11 Mei 2006, menyebabkan sekitar 22 ribu warga di lereng Merapi dan utara Yogya dievakuasi untuk mengantisipasi letusan yang lebih besar. Tindakan mitigasi yang sigap ini terbilang sukses karena ternyata empat hari kemudian, pada 15 Mei, Merapi benar-benar meletus cukup besar. 

Namun, apa yang benar-benar di luar dugaan adalah pada dini hari Sabtu, 27 Mei 2006 pukul 05.53 WIB, saat orang menyantap sarapan atau mulai bersiap-siap untuk pergi bekerja, terjadi gempa dangkal di darat berkekuatan sekitar Mw 6.4 dengan episentrum (pusat) di wilayah Bantul yang menyebabkan tanah berguncang sekitar 52 detik. Walaupun magnitudonya tidak terlalu besar, gempa ini, seperti dilaporkan oleh Consultative- Group on Indonesia (2006), membunuh 6 ribu orang, menyebabkan 50 ribu orang luka-luka, dan 500 ribu sampai sejuta orang kehilangan tempat tinggal; menelan kerugian sebesar 2,9 triliun rupiah (3,1 miliar US dollars). Wilayah kerusakan terberat adalah Bantul dan Klaten, termasuk kerusakan serius pada Candi Prambanan dan Makam Sultan dari Abad 16 di Imogiri. 

Gedung kantor BPKB Yogyakarta yang roboh miring diguncang gempa (Geomagz/Danny Hilman N.)
Gedung kantor BPKB Yogyakarta yang roboh miring diguncang gempa (Geomagz/Danny Hilman N.)

Setelah kejadian tersebut, kepanikan terjadi di seluruh wilayah DIY, berbagai isu berembus menakuti masyarakat. Gunung Merapi, gempa susulan yang lebih besar, hingga isu terjadinya tsunami. Tak bisa dipungkiri, gempa susulan memang terus terjadi, namun, tidak lebih besar dari gempa utama (mainshock). Sementara itu, Gunung Merapi tidak dapat dikaitkan karena memang gempa terjadi akibat aktivitas tektonik, bukan vulkanik. Di sisi lain, isu tsunami menjadi biang keributan saat itu, tapi wajar rasanya, mengingat 2 tahun sebelumnya terjadi tsunami besar akibat gempa di Aceh. 

Peta guncangan gempa bumi M6.4 Yogyakarta (Wikimedia/USGS)
Peta guncangan gempa bumi M6.4 Yogyakarta (Wikimedia/USGS)

Rekaman seismogram gempa bumi utama (Geofon/BMG)
Rekaman seismogram gempa bumi utama (Geofon/BMG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun